Dilema Perang Semesta di Ukraina dan Perdebatan Klaim Penggunaan Fasilitas Sipil
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengingatkan bahwa panduan militer sejumlah negara tidak mengindahkan lagi fungsi sipil pada obyek-obyek yang diketahui digunakan untuk keperluan militer.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F07%2F06%2F6449613c-d0ae-4706-a2bd-0467afe342a3_jpg.jpg)
Penyelidik pada Kantor Penyelidikan Kejahatan Perang Cabang Kharkiv memeriksa dampak serangan Rusia terhadap kampus Universitas Pendidikan Nasional Kharkiv, Ukraina, Rabu (6/7/2022). Sebagian bangunan di kampus itu hancur setelah terkena rudal Rusia pada Rabu dini hari.
Dalam perang Ukraina-Rusia, kerap muncul tudingan soal kejahatan perang. Tudingan ini dilontarkan setiap kali ada rumah sakit, pusat perbelanjaan, sekolah, dan permukiman jadi sasaran pengeboman. Tuduhan lebih keras dilontarkan jika ada korban warga sipil.
Tudingan tersebut, antara lain, disampaikan kala rumah susun di Kyiv, Ukraina, terkena rudal pada 26 Juni 2022. Tuduhan serupa dilontarkan saat pusat perbelanjaan di Kremenchuk dihantam rudal dua hari kemudian. Ketika sejumlah sekolah dan perguruan tinggi di Kharkiv jadi sasaran pengeboman pada awal Juli 2022, tudingan yang sama kembali diarahkan kepada Rusia.
Di Kharkiv, penyelidik dari Kantor Penyelidikan Kejahatan Perang segera ke lokasi serangan. Mereka memakai rompi yang menunjukkan bahwa mereka bekerja untuk lembaga yang bertujuan mencari bukti kejahatan perang.
Di beberapa tempat, lokasi serangan serta-merta ditutup untuk khalayak. Penutupan dilakukan oleh militer atau milisi Ukraina. Akses khalayak kembali dibuka hanya bila sudah tidak terlihat lagi anggota Angkatan Bersenjata Ukraina atau milisi di lokasi tersebut.
Baca juga : Roket Sasar Peternakan dan Sekolah
Keberadaan anggota militer dan kelompok milisi tersebut memicu pertanyaan lain soal tudingan kejahatan perang. Pertanyaan itu tidak lepas dari definisi yang digunakan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang kejahatan perang. Panduan militer sejumlah anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) juga mendorong pertanyaan lain soal tudingan kejahatan perang.
Kasus-kasus serangan
Beberapa jam setelah rudal Rusia menghantam kampus Universitas Pendidikan Nasional Kharkiv, Rabu (6/7/2022) dini hari, sejumlah milisi mendatangi kampus itu. Mereka membantu rekannya memindahkan perbekalan dari kampus itu.
Salah seorang milisi mengaku tidur di kampus itu kala rudal Rusia menyasar sebagian bangunan universitas. Ia selamat karena tidur di belakang bersama tumpukan ransum. Sebagian ransumnya adalah mi instan goreng yang amat terkenal dari Indonesia.
Baca juga : Sejak Meletus Perang Ukraina, Etha Selalu Tidur Bersama Senjata (Bagian 12)
Beberapa hari sebelumnya, salah satu kantor Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Kharkiv juga meledak oleh rudal. Beberapa jam setelah ledakan itu diketahui sejumlah milisi tewas dan cedera. Mereka ada di kantor itu saat Rusia menyasar bangunan tersebut.
Puing bangunan harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum korban dievakuasi. Sebelum evakuasi selesai, militer dan polisi Ukraina melarang warga sipil mendekati kantor tersebut. Perintang dipasang hingga 100 meter dari bangunan.
Sementara rumah susun yang meledak di Kyiv pada 26 Juni 2022 dan pusat perbelanjaan di Kremenchuk pada 27 Juni 2022 diketahui dekat pabrik perakitan dan suku cadang kendaraan. Rumah susun di Kyiv itu persis di sebelah pabrik perakitan kendaraan.
Militer dan polisi Ukraina melarang semua warga sipil merekam video dan foto pabrik itu. Adapun pusat perbelanjaan di Kremenchuk berada di dekat kantor jaringan pabrik suku cadang kendaraan.
Baca juga : Rentetan Ledakan Bom Mengubah Kharkiv seperti Kota Mati (Bagian 29)
Sejumlah warga sipil di Sumy mengakui, sebagian rumah susun menjadi barak milisi sejak awal Maret 2022. Milisi biasanya tidur beberapa malam di suatu lokasi, lalu pindah ke tempat lain. Jumlah milisi di setiap lokasi tidak pernah melebihi 10 orang.
Sementara sejumlah milisi di Provinsi Kyiv menyebut, aneka artileri dan kavaleri Ukraina disebarkan di berbagai stadion, pabrik, hingga lapangan pada pertengahan Februari 2022. Belakangan, lokasi di sekitar penempatan persenjataan itu hancur lebur oleh artileri medan, rudal, roket, hingga mortar Rusia.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F29%2F702eb04a-eb15-4af0-9e98-57c2a7b1df8b_jpg.jpg)
Warga melintas di depan sebuah reruntuhan gedung yang hancur terkena rudal Rusia di Okhtyrka, Provinsi Sumy, Ukraina, Minggu (22/6/2022). Okhtyrka merupakan salah satu wilayah yang dibombardir Rusia saat awal-awal perang. Kini, perbatasan wilayah tersebut dijaga ketat prajurit Ukraina.
Adapun sejumlah sukarelawan membenarkan, sebagian bantuan kemanusiaan juga diberikan kepada pasukan di garis depan. Karena keterbatasan kendaraan dan bahan bakar, kerap kali paket bantuan untuk warga sipil dan pasukan diangkut dengan mobil atau kereta yang sama.
Baca juga : ”Semoga Perang Selesai Sebelum Musim Dingin...”
Dalam berbagai kesempatan, Rusia selalu menuding Ukraina menggunakan berbagai fasilitas sipil untuk menempatkan pasukan dan persenjataan. Pengepungan pabrik baja Azovstal di Mariupol dan pabrik kimia Azot di Sievierodonetsk adalah salah satu bukti terkuat fasilitas sipil dijadikan tempat pasukan dan persenjataan.
Secara berkala, Rusia menyiarkan daftar sekolah dan tempat layanan kesehatan yang dijadikan barak pasukan atau penyimpanan kendaraan tempur serta aneka persenjataan lain.
Moskwa juga menuding, Kyiv menggunakan berbagai fasilitas sipil sebagai tempat perakitan, perawatan, dan penyimpanan persenjataan. Depo kereta hingga pabrik suku cadang dijadikan tempat perakitan dan penyimpanan persenjataan pasokan NATO untuk Ukraina. Sementara berbagai rumah sakit, sekolah, hingga pusat perbelanjaan dijadikan barak dan gudang persenjataan sementara.
Baca juga : Dari Mariupol ke Kyiv, Perang Ukraina-Rusia Itu Mengerikan (Bagian 13)
Terkait tudingan Rusia bahwa Ukraina memanfaatkan fasilitas sipil, Juru Bicara Kantor Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina Oleksandr Shtupun mengatakan, untuk membenarkan perusakan sasaran-sasaran sipil di wilayah Ukraina, penjajah Rusia terus menyebarkan informasi tentang keberadaan unit militer di sekolah-sekolah, rumah sakit, dan gereja. (Kompas, 20 Juni 2022)
Panduan perang
Rusia mengaku sudah mengikuti panduan berperang sebelum menyerang berbagai target di Ukraina. Dalam panduan tempur Rusia edisi 2005 ditegaskan, semua orang dan obyek yang dilindungi menurut Hukum Kemanusiaan Internasional tidak boleh diserang jika tidak terlibat tindakan permusuhan dan tidak dipakai untuk keperluan militer. Dengan kata lain, Moskwa mengizinkan tentaranya menyasar warga dan obyek sipil jika ada bukti warga dan obyek sipil terkait dengan keperluan militer lawan.
Baca juga : Mereka Berupaya Memulihkan Trauma dari Horor di Borodyanka (Bagian 15)
Serangkaian pengumuman terpisah oleh Badan Keamanan Negara (SBU) Ukraina mengindikasikan ada potensi obyek sipil digunakan untuk keperluan militer. SBU beberapa kali mengumumkan penangkapan orang-orang yang mengirimkan data lokasi pasukan dan persenjataan Ukraina kepada Rusia.
Data yang disita dari orang-orang itu menunjukkan kemiripan koordinat sasaran Rusia dengan informasi dari orang-orang tersebut. Sebagian koordinat merupakan lokasi bangunan sipil.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F07%2F08%2F2384fa01-d3b7-4888-99ab-29d6faec362a_jpg.jpg)
Anggota batalyon kavaleri Ukraina di salah satu palagan depan perang Rusia-Ukraina pada awal Juli 2022. Hampir 10.000 tank dan aneka kendaraan tempur lapis baja hancur dalam perang yang meletus sejak 24 Februari 2022 itu. Sampai 8 Juli 2022, belum ada tanda-tanda perang akan berhenti.
Bukan hanya Rusia membuat panduan seperti itu. Para anggota NATO, seperti Amerika Serikat, Belgia, Belanda, Inggris, hingga Kanada, juga membuat panduan dengan ketentuan sejenis.
Buku panduan prajurit Belgia menegaskan bahwa obyek yang dikuasai atau digunakan oleh militer lawan adalah obyek militer. Ketentuan itu berlaku untuk rumah warga, sekolah, hingga gereja. Lewat panduan tersebut, Brussels mengizinkan tentaranya menyasar permukiman dan fasilitas sipil yang dipandang telah digunakan militer lawan.
Dalam panduan Hukum Perang Kanada pada 1999 ditegaskan, semua obyek sipil yang digunakan untuk keperluan militer akan kehilangan hak perlindungan dan dapat menjadi sasaran yang sah. Semua kapal, pesawat, kendaraan darat, dan bangunan dianggap obyek militer jika mengangkut atau ditempati peralatan militer, pasokan militer, dan pasukan.
Panduan Hukum Perang Italia 1991, Perancis 1992, Belanda 1993, dan Spanyol 1996 juga mengizinkan obyek sipil disasar jika sudah menjadi obyek militer. Definisi Roma, Paris, Amsterdam, dan Madrid soal obyek militer mirip dengan pemaknaan Ottawa.
Dalam panduan 2007 pun, Madrid kembali menegaskan hal senada: obyek sipil bisa menjadi obyek militer apabila lokasi, tujuan penggunaan, memberikan kontribusi efektif pada tindakan militer musuh dan jika perusakan sebagian atau seluruhnya atas obyek itu memberikan keuntungan militer.
Baca juga : Menolong Ukraina Tanpa Mengangkat Senjata
Dalam panduan operasi Badai Gurun 1991, Amerika Serikat mengizinkan serangan ke permukiman dan fasilitas sipil yang digunakan militer musuh. Sementara dalam selebaran Angkatan Udara AS pada 1976 disebutkan bahwa status obyek tidak dibakukan karena kerap kali rumah warga bisa menjadi obyek militer jika digunakan pasukan lawan dalam baku tembak.
Hukum internasional
Semua negara yang membuat pemaknaan itu menyatakan sudah mengacu pada hukum internasional. Hukum yang dimaksud termasuk Statuta Roma dan Empat Jilid Konvensi Geneva berikut Protokol Tambahannya. Sejak disahkan pada pertengahan abad ke-19, Konvensi Geneva terdiri atas beberapa jilid dan Protokol Tambahan.
Dalam Pasal 8 Statuta Roma ditegaskan bahwa kejahatan perang merupakan pelanggaran serius pada Konvensi Geneva 1949, pelanggaran serius pada hukum internasional lainnya, serta pelanggaran serius pada Pasal 3 Konvensi Geneva 1949. Setiap dugaan pelanggaran dapat diselidiki, lalu disidangkan oleh Mahkamah Kejahatan Perang Internasional.
Baca juga : Keindahan Sirna di Mata Anak-anak Muda Ukraina (Bagian 16)
Pengecualian perlindungan pada obyek sipil antara lain ditegaskan dalam Pasal 19 dan 21 Konvensi Geneva Jilid IV. Pasal-pasal itu dengan jelas menyebut perlindungan bagi fasilitas kesehatan hilang apabila fasilitas itu digunakan untuk keperluan militer. Pasal-pasal tersebut memang mengharuskan ada peringatan sebelum serangan dilancarkan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F13%2Fc842dd33-6065-4124-bc08-ce61f232cfe3_jpg.jpg)
Poster penggugah semangat dan solidaritas untuk Ukraina terpasang di salah satu sudut Kyiv, Senin (13/6/2022). Ukraina terus berusaha menggalang dukungan dari banyak negara untuk menghadapi Rusia. Setelah empat bulan, belum ada tanda-tanda perang akan berakhir.
Sementara dalam Protokol Tambahan Konvensi Geneva ditegaskan, perlindungan pada warga dan obyek sipil hilang jika terbukti terlibat langsung dalam permusuhan. Komisi HAM Inter-Amerika menyebutkan, keterlibatan langsung adalah tindakan yang dimaksudkan untuk membahayakan nyawa dan benda milik lawan.
Baca juga : Ilya dan Generasi Baru Pengungsi yang Lahir di Tengah Perang Ukraina-Rusia (Bagian 17)
Protokol Tambahan Konvensi Geneva juga memberikan panduan jelas tentang pemaknaan obyek militer. Setiap lokasi dan bangunan yang ditempati pasukan dan persenjataan, peralatan transportasi, dan telekomunikasi musuh dapat dianggap sebagai obyek militer.
Definisi itu memang bisa memicu kebingungan kala sarana transportasi, telekomunikasi, dan bangunan digunakan bersamaan untuk keperluan militer dan sipil. Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengingatkan bahwa panduan militer sejumlah negara tidak mengindahkan lagi fungsi sipil pada obyek-obyek yang diketahui digunakan untuk keperluan militer.
Dalam panduan penerapan Hukum Kemanusiaan Internasional Ukraina edisi 2004 juga disebutkan, larangan serangan pada obyek sipil hanya berlaku selama obyek-obyek itu tidak digunakan untuk keperluan militer. Sayangnya, kesaksian warga, sukarelawan, hingga milisi menunjukkan Kyiv menggunakan berbagai fasilitas sipil untuk keperluan militer.
Baca juga : Teka-teki Kekuatan Besar dalam Perang Rusia-Ukraina
Ukraina menerapkan salah satu prinsip dasar perang yang berlaku ribuan tahun: memanfaatkan semua sumber daya untuk memenangi perang. Di Indonesia dan banyak negara, prinsip itu kerap disebut sebagai doktrin perang semesta. Dalam konteks perang Ukraina sekarang, Kyiv tidak akan menempatkan pasukan dan persenjataannya di berbagai fasilitas sipil jika Moskwa tidak pernah menyerang.