Krisis Makin Serius, AS-UE Cari Alternatif Sumber Energi
Uni Eropa dan Amerika Serikat berembuk guna mencari sumber-sumber energi alternatif. Akan tetapi, jangan sampai negara-negara berkembang merugi.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
WASHINGTON, RABU — Krisis energi melanda Eropa akibat Rusia mengurangi suplai gas sampai tinggal 20 persen dari jumlah biasanya. Amerika Serikat segera mengirim pakar energi ke Eropa untuk bersama-sama merumuskan langkah guna mencukupi kebutuhan energi tanpa bergantung kepada Rusia.
Eropa sangat bergantung pada suplai gas dari Rusia yang menyediakan sepertiga dari kebutuhan energi mereka. Sejak perang antara Rusia dan Ukraina pecah, negara-negara Barat menjatuhkan sanksi kepada Rusia. Moskwa pun membalas dengan membuat aturan bahwa pembelian gas hanya boleh menggunakan mata uang rubel.
Jalur pipa gas Nord Stream 1 dari Rusia ke Jerman akhirnya hanya mengalirkan 20 persen volume gas. Jerman juga membatalkan proyek pembangunan jalur gas Nord Stream 2 berlandaskan idealisme mengembargo Rusia. Para menteri energi Uni Eropa kemudian rapat dan menyetujui semua negara anggota UE akan mengurangi pemakaian energi masing-masing sebanyak 15 persen untuk periode Agustus 2022 hingga Maret 2023.
”Keadaan ini harus segera ditangani. Nanti, Amerika Serikat juga terkena imbasnya. Kalau harga gas dan listrik naik, ekonomi terguncang,” kata Koordinator Energi Global Gedung Putih Amos Hochstein kepada CNN, Selasa (26/7/2022).
Hochstein berangkat ke Brussels, Belgia, untuk rapat bersama para pakar energi dan perwakilan pemerintah anggota UE. Mereka hendak menguatkan satuan tugas energi AS-UE yang dibentuk pada Maret, beberapa pekan setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Salah satu agenda AS ialah membujuk negara-negara UE untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Jerman merupakan negara yang mengemukakan ketidaksetujuan terhadap rencana ini. Jerman sudah mengagendakan menghentian pemakaian energi nuklir per akhir 2022. Akan tetapi, AS meminta Jerman mempertimbangkan kembali rencana tersebut mengingat energi dari sumber-sumber terbarukan belum mencukupi.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam taklimat media rutinnya menuduh Rusia melakukan aksi teror terhadap Eropa. ”Menagih harga gila-gilaan, 2.000 dollar AS untuk 1.000 meter kubik gas, ini keterlaluan. Ini pemerasan, aksi teror agar masyarakat Eropa menderita pada musim dingin,” ujarnya.
Dilansir dari Bloomberg, Jepang dan Korea Selatan menunjukkan tanda-tanda hendak menumpuk persediaan gas alam cair (LNG). Menurut seorang pejabat pemerintahan Korsel yang tidak diungkap identitasnya, Korsel dan Jepang khawatir Eropa diam-diam mulai menumpuk LNG. Kabarnya, India dan Thailand merencanakan hal serupa.
Apabila penumpukan LNG terjadi, akan berbahaya bagi masyarakat global. Negara-negara berkembang, seperti Pakistan, Bangladesh, dan Argentina, akan mengalami kesulitan menyediakan energi yang menggerakkan perekonomian. Selain itu, bagi negara-negara tertinggal, ini akan menambah beban setelah ditindih oleh krisis pangan akibat berkurangnya impor gandum dari Ukraina.
”Salah satu faktor yang sangat mencemaskan ialah apabila China memutuskan memborong persediaan LNG. China adalah negara pengimpor LNG nomor satu di dunia. Bisa-bisa tidak ada persediaan gas sama sekali untuk negara-negara lain,” kata pakar gas alam firma Goldman Sachs, Samantha Dart.
Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin ketika berbicara kepada kantor berita TASS mengungkapkan, Moskwa merumuskan ulang ekspor gas mereka. Sebagai pengganti Eropa yang dulu merupakan pengimpor gas terbesar, Moskwa mengganti pangsa pasar mereka dengan negara-negara di Asia Pasifik.
”Ini mitra ekonomi potensial. Kita memang harus membangun infrastruktur transportasi dan perpipaan. Akan tetapi, semuanya sepadan untuk diversifikasi pemasaran,” ucapnya.