Uni Eropa Cari Kompromi Soal Energi
Pemangkasan konsumsi gas akan sangat memukul warga di sebagian negara anggota Uni Eropa. Muncul ketegangan karena sebagian anggota tak mau menanggung kesalahan kebijakan energi anggota lain.
BRUSSELS, SELASA — Uni Eropa berusaha mencari kompromi internal soal ketersediaan dan penggunaan gas. Kebijakan Uni Eropa telah menyusahkan anggota organisasi itu dan banyak negara di kawasan lain.
Kompromi, antara lain, dicari lewat pertemuan para menteri yang mengurus soal energi di dalam pemerintahan negara anggota Uni Eropa (UE). Pertemuan pada Selasa (26/7/2022) itu terutama membahas usulan pemangkasan konsumsi gas hingga 15 persen.
Menteri Energi Yunani Kostas Skrekas mengatakan, pemangkasan akan sangat memukul warga. Sebab, mayoritas gas di Yunani dipakai untuk pembangkit listrik. Yunani keberatan dengan wacana itu. Menteri Energi Portugal João Galamba malah menyebut kebijakan itu tidak adil dan tidak berkelanjutan.
Sejumlah diplomat yang menolak identitasnya diungkap menyebut ada ketegangan di antara anggota UE soal pemangkasan itu. ”Situasinya kacau sejak akhir pekan lalu,” ujar diplomat dari salah satu anggota UE di sisi selatan Eropa kepada AFP.
Baca juga: Rusia Mainkan Kartunya, Kurangi Pasokan Gas jadi 20 Persen
Seorang diplomat dari bagian timur UE juga membenarkan kekacauan itu. ”Kalau membahas perasaan umum, kata yang paling tepat adalah kacau walau situasinya amat dinamis,” katanya.
Ia mengatakan, semua anggota pada prinsipnya siap mewujudkan solidaritas sesama anggota UE. Walakin, mereka menolak jika UE dijadikan alat menanggung kesalahan kebijakan energi sebagian anggotanya. ”Sebagian anggota amat bergantung pada gas Rusia. Mereka sudah diperingatkan bertahun-tahun agar meragamkan sumber energi dan mereka menolak. Sekarang, kenapa kami harus ikut menanggung dampaknya?” kata diplomat itu.
Tergantung Rusia
Meski ia menolak menyebut nama negara, pernyataannya terindikasi mengarah ke Jerman dan Italia yang sangat bergantung pada energi Rusia. Negara-negara UE di sisi selatan dan barat menggantungkan pasokan energi dari gas alam dan gas alam cair (LNG). Terminal LNG Belanda, Perancis, dan Yunani bisa memenuhi sebagian kebutuhan energi mereka.
Sementara Italia dan Jerman tidak demikian. Hingga 60 persen energi Jerman dihasilkan dari minyak dan gas bumi. Sebelum perang Rusia-Ukraina meletus pada 24 Februari 2022, sebesar 35 persen minyak, 50 persen batubara, dan 55 persen gas Jerman dipasok Rusia. Kini, Berlin hanya mengimpor 12 persen minyak, 8 persen batubara, dan 35 persen gas dari Moskwa.Hingga 37 persen gas Jerman dikonsumsi oleh industri.
Penghentian total atau setidaknya sebagian besar impor energi dari Rusia akan membuat produk domestik bruto Jerman terpangkas hingga 6 persen. Sepanjang pandemi Covid-19, PDB Jerman telah terpangkas 4,5 persen.
Moskwa telah mengumumkan pemangkasan pasokan gas ke Eropa dengan alasan perbaikan pipa transmisi. Mulai Rabu (27/7/2022), Rusia hanya akan memasok 33 juta meter kubik gas, atau setara 20 persen kapasitas semula, ke Eropa. Keputusan itu akan membuat UE kesulitan mengisi ulang cadangan gas. Pengisian ulang biasanya dilakukan selama Mei-Agustus kala konsumsi gas menurun. Sementara sepanjang musim dingin, penggunaan gas meningkat.
Baca juga: Jelang Musim Dingin, Para Pemimpin Eropa Berguguran
Gas amat penting bagi Eropa karena hampir semua mesin pemanas beroperasi dengan gas. Tanpa mesin pemanas, sulit bagi ratusan juta warga UE melewati musim dingin yang bisa membuat suhu di bawah 0 derajat celsius.
Ekspor AS
Jerman tidak punya terminal untuk mengimpor LNG. Karena itu, Berlin tidak bisa segera mengambil tawaran impor dari AS. Padahal, data Refinitiv dan Badan Informasi Energi (EIA) AS menunjukkan peningkatan ekspor LNG AS ke Eropa. Pada Januari-Juni 2022, AS mengekspor 39 miliar kaki kubik LNG ke Eropa. Sebagai pembanding, AS mengirimkan 34 miliar kaki kubik LNG ke Eropa sepanjang 2021.
Berdasarkan data Refinitiv dan EIA, ekspor LNG AS ke Eropa bisa menembus 45 miliar kaki kubik sepanjang 2022. Belgia, salah satu anggota UE yang punya terminal LNG, mencatat lonjakan hingga 650 persen untuk impor LNG dari AS sepanjang Januari-Juni 2022.
Lonjakan ekspor LNG AS ke Eropa berdampak pada negara di kawasan lain. Menurut Refinitiv, ekspor LNG AS ke Pakistan terpangkas 72 persen pada Januari-Juni 2022. Harga menjadi faktor utama pasar Eropa lebih disukai dibandingkan dengan pasar lain. Harga acuan LNG 2022 di Eropa mencapai 34,06 dollar AS per juta British thermal unit (mmbtu). Sementara harga acuan di Asia hanya 29,99 dollar AS dan di AS 6,12 dollar AS. Tahun lalu, harga acuan LNG Eropa hanya 16,04 dollar AS, Asia 18 dollar AS, dan AS 3,73 dollar AS.
”Harga di Eropa jauh di atas pasar berkembang. Dalam jangka panjang, ini jelas tidak berkelanjutan. Sekarang saja sudah menyebabkan kelangkaan di sisi selatan Bumi,” kata Direktur Kajian Energi dan Iklim pada Eurasia Group Henning Gloystein.
Direktur Riset pada Centre for Policy Dialogue (CPD) Pakistan Khondaker Golam Moazzem menyebutkan, para pengambil kebijakan di UE harus mengakui manuver mereka telah menyusahkan banyak orang di beberapa negara. Kebijakan energi UE ikut memicu krisis energi global saat ini.
Baca juga: Kebijakan Luar Negeri AS Menohok Kantong Warga Dunia
Peneliti Pusat Kajian Energi pada Atlantic Council, Brenda Shaffer, menyebutkan, UE perlu lebih dari sekadar mencari pemasok pengganti. Brussels juga perlu memastikan harga energi tetap terjangkau. ”Masalah energi Eropa sudah diketahui jauh sebelum serangan Rusia ke Ukraina. Eropa membuat dirinya rawan,” katanya.
Banyak pemasok gas keberatan memberikan harga murah ke UE gara-gara kebijakan Brussels. UE telah menetapkan penghentian penggunaan gas pada 2035. Padahal, butuh waktu lebih lama dari itu untuk mengembalikan investasi pembangunan jaringan transmisi gas. Para investor juga berhati-hati setelah UE mendadak membekukan penggunaan jaringan pipa NordStream 2 yang berbiaya miliaran dollar AS. Pembekuan itu bagian dari sanksi Brussels kepada Moskwa setelah Rusia menyerang Ukraina. ”Produsen tidak berani mengambil risiko. Di UE, sekarang risikonya dinilai terlalu tinggi,” kata Shaffer. (AFP/REUTERS)