Turki-Rusia Bergandengan Ajukan Syarat Pembukaan Koridor Logistik di Laut Hitam
Turki dan Rusia mensyaratkan agar ranjau di Laut Hitam dibersihkan oleh Ukraina supaya kapal-kapal logistik pengangkut produk biji-bijian Ukraina bisa masuk dan keluar tanpa khawatir. Ukraina mencemooh opsi syarat itu.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·6 menit baca
ANKARA, KAMIS — Pemerintah Turki mencoba menjembatani upaya ekspor gandum Ukraina yang kini tersimpan dan menumpuk di silo di beberapa kantong produksi. Turki mendukung proposal Rusia agar ekspor produk biji-bijian Ukraina dilakukan melalui koridor aman di Laut Hitam.
Namun, Turki dan Rusia mensyaratkan agar ranjau di Laut Hitam dibersihkan oleh Ukraina supaya kapal-kapal logistik pengangkut produk biji-bijian Ukraina bisa masuk dan keluar tanpa khawatir. Selain itu, Rusia dan Turki juga memiliki pandangan sama agar negara-negara Barat melonggarkan sanksi terhadap Moskwa agar Rusia juga bisa mengekspor gandum ke pasar global. Rusia mengklaim pembatasan atas kapal dan industri perbankannya membuat mereka tidak bisa mengekspor gandum.
Hal itu mengemuka saat Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov bertemu dengan Menlu Turki Mevlut Cavusoglu di Ankara, Rabu (8/6/2022). Keduanya mendiskusikan usulan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres agar Ukraina bisa mengekspor produk biji-bijiannya. Ukraina tidak diundang dalam pertemuan tersebut.
Ukraina adalah salah satu pengekspor terbesar gandum, jagung, dan minyak bunga matahari di dunia. Namun, invasi Rusia dan blokade atas pelabuhannya menghentikan sebagian besar pasokan biji-bijian negara itu ke pasar global. Akibatnya, pasokan makanan ke banyak negara, terutama di Afrika, terganggu.
Bersama Rusia, Ukraina dikenal sebagai lumbung Eropa. Dua negara itu memasok mulai dari bahan pangan hingga energi. Ukraina dan Rusia memasok, antara lain, 80 persen minyak biji matahari, 29 persen gandum, 19 persen jagung, 17 persen jelai, dan 14 persen pupuk ke pasar global.
Lebih dari 80 persen kebutuhan gandum Afrika Utara dipasok oleh Ukraina dan Rusia. Pasokan gandum dan aneka komoditas dari dua negara itu ke sejumlah negara lain, antara lain, diangkut kapal-kapal melalui Laut Baltik dan Laut Hitam (Kompas, 24 Februari 2022).
Guterres menyatakan, perang, bersamaan dengan krisis lainnya saat ini, dapat memicu gelombang kelaparan dan kemelaratan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jika hal itu terjadi, bisa muncul kekacauan sosial dan ekonomi.
”Tanpa pupuk, kelangkaan akan menyebar, mulai dari jagung dan gandum hingga semua tanaman pokok, termasuk beras, dengan dampak yang menghancurkan pada miliaran warga di Asia dan Amerika Selatan. Krisis pangan tahun ini terkait kurangnya akses. Tahun depan bisa jadi tentang kekurangan makanan,” kata Guterres.
Turki dan Rusia bersemangat menetapkan persyaratan dan berupaya memperkuat kontrol atas lalu lintas perdagangan di Laut Hitam. Rusia mendesak Ukraina agar membersihkan ranjau-ranjau dari wilayah di sekitar Odesa agar ekspor biji-bijian bisa berjalan lancar dan aman. Presiden Rusia Vladimir Putin berjanji tidak akan memanfaatkan koridor yang sudah bersih dari ranjau itu membombardir Ukraina.
Namun, beberapa pejabat Ukraina dan Uni Eropa meragukan janji tersebut. Mereka meyakini, pernyataan Putin itu hanya janji palsu. Putin pernah berjanji dan bahkan bersikeras tidak akan menyerang Ukraina. Namun, hal itu ternyata hanya janji kosong belaka.
Lavrov menegaskan, Kremlin siap memastikan jaminan keamanan di Odesa. Ia mengulangi pernyataan Putin yang menjanjikan bahwa militer Rusia tidak akan menyalahgunakan keunggulan armada perang angkatan lautnya jika ranjau-ranjau itu dibersihkan dari pelabuhan-pelabuhan Ukraina. Lavrov menyatakan, Rusia akan mengambil semua langkah yang diperlukan guna memastikan kapal-kapal dapat berlayar dari dan ke Odesa dengan bebas.
Sementara Turki berjanji memfasilitasi dan melindungi pengangkutan biji-bijian di Laut Hitam. Bukan hanya Turki, Pemerintah Yunani juga telah menawarkan penggunaan armada logistiknya untuk mengangkut sekitar 22 juta ton gandum yang disimpan di silo-silo di Ukraina.
Pada konferensi pers bersama dengan Lavrov, Cavusoglu mengatakan, Turki menganggap rencana itu masuk akal dan layak meskipun ia mengakui hal itu membutuhkan negosiasi antara Kyiv dan Moskwa. Cavusoglu juga menyatakan, pemerintahnya mendukung pelonggaran sanksi negara-negara Barat terhadap Rusia.
Perdana Menteri Italia Mario Draghi dalam pertemuan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) di Paris, Perancis, mengatakan bahwa produk biji-bijian Ukraina harus segera masuk ke pasar global untuk mencegah krisis pangan di berbagai belahan bumi. Namun, pada saat yang sama, para pihak harus memberikan jaminan keamanan, khususnya kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, terkait keamanan kapal-kapal pengangkut biji-bijian itu.
”Kita harus menawarkan kepada Presiden (Zelenskyy) jaminan yang dia butuhkan bahwa pelabuhan tidak akan diserang,” ujar Draghi.
Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Eropa dan Eurasia Karen Donfried, seperti dikutip laman Ukrinform, mengatakan bahwa pihaknya tengah mempertimbangkan beberapa kemungkinan untuk mengeluarkan produk gandum Ukraina. Dia mengakui, opsi pengiriman biji-bijian melalui koridor Laut Hitam adalah yang paling menarik.
”Itu opsi menarik karena dari segi kuantitas Anda bisa mendapatkan biji-bijian dalam jumlah sangat besar. Akan tetapi, opsi itu punya serangkaian tantangan, mulai dari keamanan dan komersial,” kata Donfried.
Pesimistis
Kepala perkumpulan pedagang gandum Ukraina mencemooh upaya Turki membicarakan jalan keluar bagi produk biji-bijian Ukraina. ”Turki tidak memiliki kekuatan yang cukup di Laut Hitam untuk menjamin keamanan kargo dan pelabuhan-pelabuhan Ukraina,” ujar Serhiy Ivashchenko, Ketua Serikat Produsen Gandum/Biji-Bijian Ukraina.
Dia mengatakan, butuh waktu tiga hingga empat bulan untuk membersihkan Laut Hitam dari ranjau. Ivashchenko menuding, ranjau-ranjau itu dipasang Angkatan Laut Rusia. Senada dengan Ivashchenko, Zelenskyy juga menyebut militer Rusia memblokade Laut Hitam sehingga Ukraina tidak bisa mengekspor produk pertaniannya.
”Armada Rusia telah memblokir pelabuhan Laut Hitam Ukraina sehingga dunia berada di ambang krisis pangan yang mengerikan. Kami tidak dapat mengekspor gandum, jagung, minyak sayur, dan produk kami lainnya yang telah memainkan peran di pasar global,” kata Zelenskyy.
Sementara itu, posisi Turki yang cenderung ”membela” kepentingan Rusia ketimbang berjalan beriringan dengan sekutunya di Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dinilai tidak lepas dari kepentingan negara itu.
Merve Tahiroglu, Koordinator Program Turki pada Proyek Demokrasi Timur Tengah, mengatakan bahwa tindakan Ankara yang cenderung mengamini keinginan Kremlin karena Presiden Recep Tayyip Erdogan membutuhkan persetujuan Kremlin untuk melanjutkan kehadirannya di Suriah utara. Bagi Ankara, kehadiran itu memberi posisi yang strategis untuk membombardir milisi Kurdi Suriah.
”Turki benar-benar membutuhkan restu Rusia untuk dapat menjalankan operasi ini. Saya pikir mereka benar-benar akan mencoba memperoleh imbalan dari Rusia,” kata Tahiroglu.
Tidak hanya itu. Turki, menurut Eleonora Tafuro Ambrosetti, peneliti pada Institut Italia untuk Studi Politik Internasional di Milan, memiliki ketergantungan pada pasokan gandum Rusia dan Ukraina untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Selain itu, gandum dan produk biji-bijian Ukraina dan Rusia digunakan Ankara untuk membeli dan meningkatkan reputasinya di Afrika, yang sangat terpukul oleh krisis pangan ini.
”Ankara telah berinvestasi cukup banyak dalam citranya di Afrika sebagai negara yang baik hati,” kata Ambrosetti.
Ada opsi lain yang diusulkan Putin, yakni mengekspor gandum dan biji-bijian Ukraina melalui Belarus. Opsi itu ditolak Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Harmianin. Menurut dia, mengirimkan gandum dan biji-bijian Ukraina melalui Belarus sama dengan mengirimkan produk itu langsung ke Kremlin. ”Belarus sama dengan Rusia. Belarus adalah miniatur Rusia,” katanya. (AP/REUTERS)