Cerita Gandum dan Kedelai di Tengah Dua Krisis
Krisis keamanan di Ukraina transmisinya bisa sampai ke Indonesia. Demikian pula dengan perubahan iklim yang dampaknya mulai melanda Brasil. Kok, bisa? Gandum dan kedelai punya cerita.
Sejak awal Januari 2022, kekhawatiran perang di Ukraina membuat kapal dan pesawat menghindar dari sana. Para operator tidak mau kapal atau pesawatnya terdampak perang, baik tertahan di pelabuhan atau bandara maupun jadi salah sasaran tembak. Kekhawatiran semakin meningkat setelah Putin memerintahkan tentara Rusia masuk ke Ukraina timur pada Selasa (22/2/2022).
Situasi ini menambah masalah pada rantai pasok global yang tidak kunjung pulih sejak pandemi Covid-19 melanda. Di sebagian pelabuhan, peti kemas tertahan dan menumpuk. Akibatnya, sebagian pelabuhan lain kesulitan mendapat peti kemas sehingga harga sewanya melejit.
Para eksportir dan importir sudah berbulan-bulan menjerit akibat lonjakan biaya ekspedisi yang tidak kunjung turun. Kenaikan biaya transportasi menjadi salah satu penyebab harga pangan melonjak.
Baca juga : Bara di Ukraina
Pendiri Insurgent Business Analytics, Ghada Ahmed, mengatakan, konflik Rusia-Ukraina akan semakin mendorong harga pangan naik. Sebab, gangguan pasokan dari Ukraina dan Rusia akan sulit dicari penggantinya. Ukraina-Rusia sudah lama dikenal sebagai lumbung Eropa.
Mereka memasok energi, aneka mineral, hingga bahan pangan ke Eropa. Sebagian negara Afrika juga menjadi pelanggan mereka. Indonesia pun ikut menjadi pelanggan mereka.
Ukraina-Rusia memasok, antara lain, 80 persen minyak biji matahari, 29 persen gandum, 19 persen jagung, 17 persen jelai, dan 14 persen pupuk ke pasar global. Kedua negara juga sumber minyak, gas, batubara, hingga uranium. Pasarnya menyebar, antara lain, di Eropa, Afrika, dan Asia.
Untuk gandum, misalnya, Indonesia tercatat sebagai pembeli besar gandum Ukraina. Beberapa tahun terakhir, nilainya rata-rata Rp 8 triliun per tahun. Dengan akumulasi dari berbagai sumber lain, Indonesia jadi importir gandum terbesar kedua dunia setelah Mesir.
Padahal, gandum bukan makanan pokok Indonesia. Berbeda dengan Mesir dan sejumlah negara Timur Tengah serta Afrika yang menjadikan gandum sebagai sumber makanan pokok.
Lebih dari 80 persen kebutuhan gandum Afrika Utara dipasok Kiev-Moskwa. Pasokan gandum dan aneka komoditas dari Kiev-Moskwa ke sejumlah negara, antara lain, diangkut kapal-kapal yang melayari Laut Baltik dan Laut Hitam.
Lebih dari 80 persen kebutuhan gandum Afrika Utara dipasok Kiev-Moskwa.
”Gangguan pasokan di Laut Hitam akan berdampak secara global. Pembeli di Timur Tengah dan Afrika dipaksa mencari sumber pasokan baru,” kata ekonom National Australia Bank, Phin Ziebell.
Padahal, Amerika Serikat (AS) dan Kanada yang memasok 29 persen gandum dunia tidak bisa berproduksi penuh beberapa tahun terakhir karena dampak perubahan iklim. Penyebabnya, kekeringan panjang yang disambung dengan hujan dengan curah hujan tinggi di atas rata-rata.
Secara umum, produksi gandum AS dan Kanada memang tidak banyak terganggu. Namun, kedua negara itu akan sulit mengisi kekurangan atau bahkan kekosongan pasokan dari Rusia-Ukraina.
Pakar ilmu tanah pada University of Saskatchewan, Kanada, Colin Laroque, menyebut bahwa kekeringan akan berlanjut di ladang utama gandum dan aneka bulir-buliran lain di Kanada sampai 2022. Akan butuh banyak air untuk memulihkan lagi ladang-ladang yang kekeringan itu.
Masalahnya, pembasahan ulang tidak boleh dilakukan secara masif dalam waktu singkat. Sebab, langkah itu justru membuat benih tidak bisa tumbuh. Dengan kata lain, dampak kekeringan di Amerika Utara masih akan berlanjut.
Lihat juga : Dampak Kekeringan Berkepanjangan di California
Dampak perubahan iklim juga terpantau di Brasil, negara pemasok hampir separuh kedelai global. Panen di Brasil anjlok. Sementara AS dan Argentina yang memasok hampir 40 persen kedelai global ada kenaikan, tetapi tipis.
China merupakan importir kedelai terbesar di dunia. Negara itu menyerap hampir 60 persen kedelai dunia. Jika pasokan kedelai dunia berkurang, Indonesia yang termasuk salah satu importir besar juga akan terdampak.
Pada 1910, China dan Manchuria memproduksi 86 persen kedelai dunia. Akan tetapi, status ini kemudian berubah karena gejolak politik di dalam China, antara lain pembentukan Republik China, munculnya Partai Komunis China, serta lahirnya Republik Rakyat China.
Prinsip Mao Zedong yang ingin mendorong industrialisasi membuat sektor pertanian kurang diperhatikan. Baru ketika Deng Xiaoping melanjutkan estafet kepemimpinan PKC pada 1978, pertanian mendapat perhatian kembali.
Baca juga: Kedelai dan Strategi Pangan
Konsumsi biji-bijian per kapita pada 1980 adalah 213,5 kilogram atau naik 8,2 persen dari tahun 1952. Sejalan dengan tren itu, kedelai merupakan sumber protein utama bagi masyarakat China.
Pada saat yang sama, di seberang lautan, AS menjadi produsen kedelai nomor satu di dunia. Depresi Hebat pada 1920-an bisa diatasi salah satunya dengan cara menanam kedelai. Ini adalah tanaman pangan yang membutuhkan waktu tanam singkat.
Hanya butuh waktu 30 tahun bagi AS untuk menjadi produsen kedelai nomor satu di dunia. Saat ini, dilansir dari laman statistik global, Statista, urutan produsen kedelai setelah AS adalah Brasil, Argentina, China, dan India. Adapun importir kedelai terbesar di dunia adalah China dan Uni Eropa.
Dari total produksi kedelai global, 60 persen di antaranya dibeli China. Nilai impor kedelai oleh China per Desember 2021 mencapai 5,32 miliar dollar AS atau naik 62,3 persen dari periode yang sama pada 2020. Sepanjang 2020-2021, China mengimpor 100 juta metrik ton kedelai. Mayoritas datang dari Brasil.
Baca juga: Tahu Tempe Bakal Beredar Lagi, Produsen Minta Tata Niaga Kedelai Dibenahi
Di China, kedelai tidak hanya menjadi sumber pangan utama, tetapi juga pakan ternak utama. Kedelai produksi dalam negeri dipakai untuk membuat makanan dan minyak goreng. Adapun kedelai impor digunakan untuk pakan babi.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, China semakin banyak mengonsumsi daging. Selain babi, peternakan sapi juga meningkat. Artinya, kebutuhan kedelai sebagai pakan ternak juga semakin bertambah.
Permasalahannya, impor kedelai terkendala. Brasil dan Argentina membutuhkan biaya mahal untuk mengirim kedelai mereka ke China karena harus melewati Terusan Panama.
Pada 2018, China menawari Brasil dan Peru proyek pembangunan jalur kereta api sepanjang 4.800 kilometer untuk mengangkut produk-produk pertanian dari Brasil. Rencana ini ditentang oleh kelompok pelestari lingkungan karena rel tersebut akan melewati Hutan Amazon.
China tidak memiliki pilihan selain mengimpor kedelai. Tujuannya adalah untuk mengurangi pemakaian air dalam negeri.
Jeff Nesbit, Direktur Eksekutif Climate Nexus, sebuah lembaga kajian perubahan iklim dan energi bersih, dalam bukunya yang berjudul This Is The Way The World Ends menjelaskan, China tidak memiliki pilihan selain mengimpor kedelai. Tujuannya adalah untuk mengurangi pemakaian air dalam negeri.
China mengalami kekurangan air bersih karena pencemaran yang tinggi. Mengimpor kedelai berarti tidak perlu memikirkan penggunaan air karena prosesnya dilakukan oleh negara lain.
Namun, dilansir dari media Singapura, Today, edisi 23 Februari 2022, China ingin menanami semua lahan kosong dengan kedelai. Ini akan dilakukan karena harga kedelai dari Brasil melonjak dan para pembeli dari China tak mau melakukan transaksi.
”Sudah waktunya kita mengurangi ketergantungan terhadap kedelai impor. Setiap jengkal lahan sangat penting untuk ditanami kedelai,” kata Menteri Pertanian China Tang Renjian.
Meskipun begitu, Tang mengakui bahwa China tidak akan bisa 100 persen menghilangkan impor kedelai. Akan tetapi, setidaknya mereka bisa mengusahakan agar semakin banyak kedelai produksi dalam negeri yang dipakai untuk membuat minyak goreng dan pakan ternak. Tanpa pasokan kedelai, harga daging babi akan naik dan China bisa jatuh dalam krisis ekonomi.
Ini semua adalah cerita tentang gandum dan kedelai. Bisa jadi, harga kedua komoditas global ini akan bergejolak dalam beberapa hari ke depan.
Ini semua adalah cerita tentang gandum dan kedelai. Bisa jadi, harga kedua komoditas global ini akan bergejolak dalam beberapa hari ke depan. Pasokan gandum dari Ukraina dan Rusia kemungkinan akan terganggu karena krisis keamanan yang sedang berlangsung.
Demikian juga dengan pasokan kedelai menyusul krisis lingkungan akibat perubahan iklim yang mulai dialami Brasil. Indonesia sebagai importir kedua komoditas itu agaknya juga akan terdampak, langsung atau tak langsung. (AFP/REUTERS)