Invasi Rusia ke Ukraina memasuki hari ke-23. Ini membawa Mesir pada tantangan besar, baik secara ekonomi maupun politik.
Oleh
Musthafa Abd. Rahman dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
Invasi Rusia ke Ukraina memasuki hari ke-23. Ini membawa Mesir pada tantangan besar, baik secara ekonomi maupun politik. Sektor pariwisata, yang merupakan tulang punggung perekonomian Mesir, terdampak. Majalah Forbes menyebutkan, wisatawan asal Ukraina dan Rusia mencapai 40 persen dari total wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Mesir. Mereka menyukai wisata pantai di kota Sharm El-Sheikh dan Hurghada yang bertepi di Laut Merah karena kehangatan cuaca di dua kota pantai tersebut.
Sejak 5 Maret lalu, Rusia dan Ukraina menghentikan penerbangan ke Mesir. Anggota Dewan Pariwisata Mesir Ali Mansour mengatakan, terhentinya penerbangan dari Rusia dan Ukraina itu membawa dampak berupa penurunan arus wisatawan ke Mesir hingga 60 persen. Hal tersebut menjadi pukulan bagi sektor wisata Mesir yang mulai pulih dari deraan pandemi Covid-19. Tahun 2021, tercatat devisa dari sektor pariwisata mencapai 13 miliar dollar AS.
Terganggunya sektor wisata di Mesir akibat perang Ukraina merupakan yang terbesar ketiga dalam 10 tahun terakhir. Sebelumnya, wisata Mesir terpengaruh oleh revolusi rakyat Mesir pada 2011 dan pandemi Covid-19.
Pada saat revolusi Mesir tahun 2011, kedatangan wisatawan asing ke Mesir merosot hingga hanya sekitar 9,8 juta wisatawan. Padahal, pada 2010, wisatawan asing yang datang ke Mesir mencapai 14,7 juta. Saat pandemi Covid-19 pada 2020, wisatawan asing ke Mesir turun dengan kedatangan hanya 3,5 juta wisatawan.
Selain sektor pariwisata, krisis di Ukraina juga memengaruhi pasokan gandum untuk Mesir. Dengan penduduk sekitar 102 juta jiwa, Mesir mengimpor sebagian besar gandumnya dari Rusia dan Ukraina. Pada periode Juli 2020-Juni 2021, Mesir mengimpor 8,96 juta ton gandum dari Rusia dan 2,45 juta ton gandum dari Ukraina. Total impor gandum Mesir mencapai 13,6 juta ton. Menteri Keuangan Mesir Mohamed Maait, dilansir harian Al Ahram, mengungkapkan, jika harga gandum naik, Mesir harus menaikkan anggaran belanja gandum hingga 4 miliar dollar AS. Sebelumnya, anggaran impor gandum sebesar 3 miliar dollar AS.
Menurut Maait, invasi Rusia ke Ukraina merupakan pukulan cukup telak bagi Mesir. Invasi itu memberi—setidaknya—dua pukulan serius. Pertama, devisa yang diperoleh dari sektor wisata turun cukup signifikan. Kedua, Mesir harus menambah anggaran untuk belanja gandum.
Netral
Akan tetapi, Mesir mencoba bermanuver. Meski secara ekonomi kelimpungan akibat perang Ukraina, Mesir secara politik berusaha mendapatkan keuntungan. Mesir sampai saat ini memilih bersikap netral. Mesir mendukung resolusi Majelis Umum PBB yang meminta Rusia mundur dari Ukraina, tetapi Mesir menolak sanksi ekonomi atas Rusia. Mesir juga terlibat dalam lahirnya resolusi sidang khusus Liga Arab di Kairo pada 28 Februari lalu yang menyerukan dialog dan pendekatan diplomatik untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina. Sidang khusus itu digelar atas permintaan Mesir.
Sikap netral Mesir dan Liga Arab tersebut secara politik mengarah pada adanya perubahan sikap Rusia yang selama ini cenderung mendukung Etiopia dalam isu pembangunan bendungan raksasa kebangkitan (Grand Ethiopian Renaissance Dam/GERD) di Etiopia. Isu GERD merupakan tantangan terbesar Mesir saat ini.
Lebih dari 85 persen kebutuhan air di Mesir, termasuk untuk tenaga pembangkit listrik, berasal dari aliran air Sungai Nil. Pembangunan GERD sangat dicemaskan karena bisa mengurangi jatah air untuk Mesir yang mencapai 55 miliar meter kubik per tahun sebagaimana disepakati dalam perjanjian tahun 1959.
Pada Juli 2021, Rusia bersama China menggagalkan terbitnya resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengharuskan adanya kesepakatan internasional antara Mesir, Sudan, dan Etiopia terkait proses pengisian air di GERD. Rusia melihat GERD adalah isu regional antara Mesir, Sudan, dan Etiopia, bukan isu internasional.
Kini, dengan sikap netral yang diambilnya—terkait krisis Ukraina—Mesir berharap Rusia mendukung agar isu GERD kembali dibahas di Dewan Keamanan PBB.