Saling Bantu untuk Pulih Bersama dan Hikmah “Diplomasi Beras” ke India di Zaman Sjahrir.
Saling bantu dan saling berbagi jadi nilai yang patut dilestarikan dalam pergaulan antarbangsa.Indonesia pernah merasakan hikmah positif dari praktik saling berbagi ini di saat baru merdeka.Kini, bantuan juga dikucurkan.
Pada pertengahan Mei 2022 ini, dua wakil presiden dari benua yang berbeda, Asia dan Afrika, bertemu di Istana Wakil Presiden Jalan Medan Merdeka Selatan Nomor 6, Jakarta Pusat. Hal ini terjadi ketika Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin menerima kunjungan Wakil Presiden, yang juga merangkap Menteri Kesehatan dan Perlindungan Anak, Republik Zimbabwe Constantino Chiwenga.
Seperti disampaikan Duta Besar RI untuk Zimbabwe dan Zambia Dewa Made J Sastrawan pada konferensi pers, Selasa (17/5/2022) sore, seusai pertemuan keduanya, di samping menghadiri konferensi internasional yang digelar dalam rangka posisi Indonesia sebagai tuan rumah G20, tujuan utama dari kunjungan kerja Wapres Chiwange adalah untuk memperkuat hubungan bilateral.
Baca juga: Indonesia-Zimbabwe Bidik Peningkatan Kerja Sama Multibidang
Menurut Made Sastrawan, kunjungan Wapres Chiwange ini juga karena Indonesia dinilai maju, terbuka, memiliki teknologi, dan dapat diajak bekerja sama. Indonesia didukung sistem keuangan sangat baik, memiliki pertumbuhan ekonomi kuat, dan sekaligus anggota G20.
“Dan, (hal) ini juga meningkatkan kepercayaan kita di wilayah Afrika. Seperti telah sering disampaikan Presiden (Joko Widodo) dan Wapres (Ma’ruf Amin), sudah waktunya kita memberi dan kita tidak meminta. Dan, kini kita bantu Afrika,” kata Made Sastrawan.
Kilas balik ke sekitar empat tahun lalu, Presiden Joko Widodo menyampaikan ihwal tersebut untuk membantu ini pada Pembukaan Rapat Kerja Kepala Perwakilan RI dengan Kementerian Luar Negeri, di Gedung Pancasila, Jakarta, 12 Februari 2018 . “Ini yang perlu saya ingatkan, kita ini sudah masuk negara di G20. Artinya, kita ini sudah masuk golongan negara besar,” kata Presiden Jokowi yang transkrip pidatonya tersimpan dan dapat diakses di laman Sekretariat Kabinet.
Baca juga: G-20, Orkestrasi Indonesia untuk Dunia
Saat itu Kepala Negara meminta agar jangan lagi ada yang merasa inferior, apalagi merasa bahwa Indonesia adalah negara kecil. “Sekali lagi, saya ulangi, kita ini negara besar, sudah masuk negara G20. Saya sudah sampaikan kepada Bu Menlu, kepada seluruh menteri, agar kita ini tidak lagi mencari-cari bantuan-bantuan. Kita itu sudah harus seharusnya membantu, membantu, membantu,” kata Presiden Jokowi dengan gaya repetisi atau mengulang kata dalam pidatonya itu.
Kita ini negara besar, sudah masuk negara G20. Saya sudah sampaikan kepada Bu Menlu, kepada seluruh menteri, agar kita ini tidak lagi mencari-cari bantuan-bantuan. Kita itu sudah harus seharusnya membantu, membantu, membantu.
Pada kunjungan ke Indonesia kali ini, Wapres Chiwenga sempat mengutarakan kekagumannya terhadap kemampuan Indonesia mengembangkan produk kesehatan, khususnya vaksin dan insulin. “Kunjungan ini merupakan suatu kesempatan yang sangat baik untuk dapat mengunjungi negara yang besar ini dan bertemu dengan sejumlah perusahaan Indonesia termasuk Bio Farma, Kimia Farma, dengan tujuan agar dapat mendirikan pabrik di Zimbabwe guna meningkatkan produksi obat-obatan yang dapat didistribusikan ke seluruh wilayah Afrika,” katanya.
Menurut dia, kerjasama dalam bidang ini akan sangat menguntungkan kedua negara. “Terlebih apabila Zimbabwe dapat menjadi hub atau penghubung untuk distribusi dari produk obat-obatan dari Indonesia ke seluruh wilayah Afrika yang rakyatnya berjumlah 1,4 miliar (jiwa),” ujar Wapres Chiwenga.
Baca juga: Vaksin Kedaluwarsa dan Ironi di Tengah Pandemi
Indonesia pun diharapkan dapat membantu Zimbabwe mengembangkan infrastruktur, khususnya merevitalisasi perkeretaapian, melalui kerjasama dengan beberapa BUMN terkait. Adapun dalam bidang pertahanan, ada harapan ke depan kerjasama kedua negara akan terus ditingkatkan melalui pertukaran, kunjungan, dan juga pelatihan antarindustri pertahanan.
Sehubungan hal tersebut, pada kunjungannya ke Indonesia ini Wapres Chiwenga diagendakan mengunjungi BUMN terkait, yaitu PT Inka, PT Wika, PT LEN, dan juga PT Pindad. Wapres Amin pun mengapresiasi rencana kunjungan Wapres Chiwenga ke sejumlah BUMN tersebut yang, diharapkan, dapat mendorong kelanjutan keterlibatan Indonesia dalam bidang-bidang kerjasama potensial.
Kerja sama dimaksud, antara lain, terkait sistem sinyal perkeretaapian PT LEN dengan National Railways of Zimbabwe (NRZ), kerjasama Pusat Listrik Tenaga Surya PT Surya Energi Indotama (SEI) di Zimbabwe, dan kerjasama produksi dan distribusi obat-obatan oleh PT Bio Farma. “Tentunya kerja sama ini akan berkontribusi positif pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kedua negara,” kata Wapres Amin.
Pulih bersama
Keesokan harinya, Rabu (18/5/2022), Wapres Amin dan Wapres Chiwenga pun menghadiri Sector Ministers' Meeting (SMM) Sanitation and Water for All (SWA) Tahun 2022. Acara yang digelar di Jakarta pada 18-19 Mei 2022 ini merupakan pertemuan tingkat tinggi dua tahunan antarmenteri yang menangani sektor air minum, sanitasi, dan higienitas dari berbagai negara.
Acara yang mengusung tema “Building Forward Better for Recovery and Resilience” tersebut dihadiri oleh sekitar 350 peserta dari 95 negara anggota SWA dan 9 negara donor. Sebanyak 80 menteri lebih, perwakilan lembaga atau mitra pembangunan, dan lembaga riset bahu membahu saling menularkan ilmu demi menyelesaikan persoalan terkait sanitasi dan air.
Baca juga: Jalan Panjang Penyediaan Akses Air Bersih
Bicara data, di Indonesia, akses terhadap air minum layak telah menjangkau 90 persen lebih penduduk. Namun, capaian akses air minum aman baru sekitar 11 persen. Sekitar 80 persen penduduk telah mempunyai akses sanitasi layak, tetapi sanitasi aman baru dinikmati sekitar 7 persen penduduk.
Adapun secara global, sekitar 2 miliar orang tidak mempunyai akses yang baik terhadap air minum yang aman. Selain itu, 3 miliar orang lebih tidak mempunyai akses terhadap sanitasi yang aman. Alhasil, setiap negara diajak terus memperkokoh kemitraan global dalam menangani permasalahan multidimensional ini.
Forum tersebut diharapkan menjadi ajang untuk saling belajar dan bertukar informasi tentang praktik terbaik di suatu negara atau wilayah sehingga dapat direplikasi di negara atau wilayah lainnya. Setiap negara juga bisa saling mencari solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi. Persoalan ini terkait dengan suplai melalui inovasi teknologi tepat guna hingga ke masalah teknis dari sisi permintaan, termasuk melalui komunikasi perubahan perilaku.
Setiap peserta juga dapat mengembangkan jejaring dan kolaborasi. Keberhasilan pemerintah turut ditentukan oleh keterlibatan dari dunia usaha, organisasi filantropi, organisasi profesi, akademisi, media, dan lembaga swadaya masyarakat. “Saya minta agar pertemuan ini memberikan hasil dan kesepakatan yang konkret. Kita ingin maju bersama, pulih bersama, menuju masyarakat dunia yang lebih sehat dan berkelanjutan,” kata Wapres Amin.
Menyalakan keyakinan
Adapun Chair Steering Committee SWA Patrick Moriarty meyakini bahwa dengan bekerja sama maka forum tersebut dapat mendorong perubahan. Dia juga menyampaikan bahwa forum ini merupakan sarana berdiskusi dan saling menyalakan keyakinan untuk mencari ide berkelanjutan dalam mencapai dan menyukseskan tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDGs.
"Untuk berdialog, belajar dan untuk berbagi satu sama lain. Tetapi, di atas semua itu, kita di sini untuk menanamkan dan mendorong satu sama lain, demi menyalakan keyakinan bahwa kita dapat mengembalikan negara ke jalurnya untuk mencapai tujuan utama dalam menyukseskan SDGs"
"Untuk berdialog, belajar dan untuk berbagi satu sama lain. Tetapi, di atas semua itu, kita di sini untuk menanamkan dan mendorong satu sama lain, demi menyalakan keyakinan bahwa kita dapat mengembalikan negara ke jalurnya untuk mencapai tujuan utama dalam menyukseskan SDGs," kata Patrick.
Perihal saling berbagi dan membantu antarnegara, adab seperti ini sudah dijalankan Indonesia sejak lama, bahkan ketika negeri ini baru saja merdeka. Kala itu, di tahun 1946, Perdana Menteri Sutan Syahrir memiliki gagasan “diplomasi beras”, yakni memberi bantuan beras kepada India yang sedang dilanda bencana kelaparan. Bantuan beras yang ternyata kemudian mampu mematahkan siasat militer Belanda sewaktu ingin memblokade sekitar Pulau Jawa dan Madura.
Baca Juga: Bantu Negara Miskin, Indonesia Berikan Hibah 12 Juta Dollar AS
Tertera dalam keterangan sebuah foto di buku Mengenang Syahrir (editor Rosihan Anwar, Penerbit PT Gramedia, 1980), diplomasi beras Syahrir dapat mematahkan muslihat Belanda tersebut. Hal ini tak lepas dari tawaran beras Syahrir kepada India asalkan ada kapal yang datang mengambilnya ke Jawa. Dan, sebagai ganti imbalannya, Indonesia bersedia menerima tekstil dan alat-alat pengangkutan.
Kala itu, di tahun 1946, Perdana Menteri Sutan Syahrir memiliki gagasan “diplomasi beras”, yakni memberi bantuan beras kepada India yang sedang dilanda bencana kelaparan. Bantuan beras yang ternyata kemudian mampu mematahkan siasat militer Belanda sewaktu ingin memblokade sekitar Pulau Jawa dan Madura.
Tak ayal lagi, sebuah kapal asing, yakni Empire Favour, kemudian berlabuh di Teluk Cirebon untuk mengangkut beras yang ditawarkan Perdana Menteri Syahrir kepada rakyat India. Diplomasi beras ini pun tak pelak turut mendukung eksistensi dan posisi Indonesia pada masa awal kemerdekaannya di mata dunia.
Simpati pun mengalir bagi Indonesia, negeri yang telah berjuang untuk merdeka, dan sedang mempertahankan kemerdekaannya. Namun, di tengah keterbatasannya saat itu, Indonesia tak lupa berbagi bagi saudara-saudaranya di India yang sedang membutuhkan bantuan.
Tepatlah kiranya ungkapan yang menyebut bahwa kita mendapat apa yang kita berikan. Niat baik membantu masyarakat India yang sedang membutuhkan beras berbalas hasil yang baik pula, yakni simpati terhadap Indonesia yang masih berusia muda. Nilai saling bantu dan saling berbagi ini kiranya perlu terus dihidupi sebagai warisan para pendiri bangsa. Tak hanya dulu tetapi juga sekarang ini.