Jalan Panjang Penyediaan Akses Air Bersih
Hingga 76 tahun usia perjalanan bangsa, penyediaan dan akses air bersih masih menjadi tantangan yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia. Ketersediaan air bersih menentukan kualitas hidup manusia Indonesia.
Meningkatnya akses air minum yang layak menunjukkan upaya penyediaan air bersih terus bertumbuh. Namun, hal itu belum cukup untuk mencapai target SDGs 2030 dan Visi Indonesia 2045 dengan optimal.
Tidak dimungkiri, air sangat berperan dalam peradaban manusia. Hingga saat ini pun, ketersediaan air bersih menentukan kualitas hidup manusia. Air menjadi salah satu kunci kesuksesan pembangunan dan pengembangan suatu negara.
Maka, patutlah pembangunan suatu negara didukung dengan penyediaan air bersih bagi masyarakatnya. Sebab, beberapa bukti menyebutkan, penyediaan air bersih dapat mengurangi tingkat kemiskinan, menyediakan lebih banyak lapangan pekerjaan, dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat sehingga kualitas sumber daya manusia pun meningkat.
Bersama dengan negara-negara di dunia, Indonesia pun turut berpacu meningkatkan layanan penyediaan air bersih bagi masyarakatnya. Dalam 76 tahun Kemerdekaan Indonesia, penyediaan air bersih terus menjadi bagian dari program utama penyediaan layanan kebutuhan dasar masyarakat.
Dalam Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs) 2000-2015, pemerintah berkomitmen meningkatkan akses air minum yang terlindungi dan berkelanjutan bagi masyarakat. Targetnya, pada 2015 setidaknya 68,87 persen rumah tangga memiliki akses terhadap air minum yang layak (Kompas, 3 April 2014).
Berkat upaya pembangunan bersama dan berkelanjutan, target itu dapat tercapai. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, pada 2015 persentase rumah tangga yang memiliki akses air minum layak mencapai 70,97 persen, melampaui target MDGs 2015.
Dibandingkan dengan 2010, capaian tersebut merupakan peningkatan pesat. Pada 2010, hanya 44,19 persen rumah tangga yang bisa mengakses air minum layak. Dalam lima tahun, peningkatan penyediaan akses air minum layak mencapai 60 persen.
Capaian tersebut membangun optimisme pemerintah untuk meningkatkan target menjadi 100 persen pada 2019. Pencanangan target tersebut bersamaan dengan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), RPJMN 2015-2019, RPJMN 2020-2024, dan Visi Indonesia 2045.
Sayangnya, target pada 2019 tersebut belum tercapai. Pada tahun tersebut, persentase rumah tangga dengan akses air minum layak baru 89,27 persen. Untuk mencapai target, dibutuhkan peningkatan 10,73 persen akses air minum layak. Melihat pencapaian tahun 2020, yaitu 90,21 persen atau meningkat 1,1 persen dari 2019, target tersebut masih sulit tercapai pada 2024.
Namun, target tersebut bukan berarti tidak mungkin tercapai. Hal ini melihat peningkatan pesat penyediaan akses air minum yang terjadi pada periode tertentu. Misalnya, pada periode 2010-2011 peningkatan mencapai 44,7 persen dan pada periode 2018-2019 mencapai 21,2 persen.
Aman dan terjangkau
Meningkatkan akses air minum layak bukan satu-satunya pekerjaan rumah yang wajib dituntaskan. Menurut SDGs, target dari tujuan 6 tentang akses air bersih dan sanitasi adalah mencapai akses universal dan adil terhadap air minum yang aman dan terjangkau untuk semua. Penyediaan air minum yang aman dan terjangkau didorong oleh penyediaan jaringan perpipaan.
Pemerintah menetapkan akses perpipaan air bersih pada 2024 sebesar 30 persen. Saat ini, masyarakat yang dapat mengakses air melalui perpipaan hanya 20 persen.
Dibandingkan dengan peningkatan akses air minum layak, upaya meningkatkan akses perpipaan berjalan lebih lambat. Dalam kurun waktu 2011-2020, peningkatan akses air minum layak meningkat rata-rata satu persen setahun. Sementara peningkatan akses perpipaan kurang dari 1 persen.
Akses perpipaan untuk air bersih Indonesia memang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia. Sebagai perbandingan, akses perpipaan air minum di Filipina dan Vietnam adalah sebesar 40 persen dan 43 persen. Padahal PDB per kapita kedua negara ini lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia.
Jaringan perpipaan perlu ditingkatkan bersamaan dengan penambahan akses air minum layak. Sebab, jaringan perpipaan berperan penting dalam menjamin air minum yang aman. Dengan perpipaan, pemantauan tingkat kontaminasi bakteri atau zat-zat berbahaya lebih efektif.
Selain itu, kedua upaya itu juga membantu masyarakat terhindar dari tekanan ekonomi akibat tingginya biaya untuk mendapatkan air bersih. Bagaimana peningkatan ekonomi dari penyediaan air bersih dapat tercapai jika masih banyak masyarakat yang harus mengeluarkan biaya besar hanya untuk memperoleh air bersih bagi kebutuhan hariannya. Hal ini terjadi karena masyarakat harus membeli air dari pedagang keliling atau tangki-tangki air.
Berdasarkan penelitian Dewa Ayu Putu Eva Wishanti, Dosen Hubungan Internasional Universitas Brawijaya, sejumlah rumah tangga di Kupang harus mengeluarkan biaya 300.000-400.000 rupiah untuk membeli air bersih dan penggunaan toilet umum. Jumlah tersebut mencapai 16-21 persen dari upah mininum kota/kabupaten, yaitu 1,95 juta rupiah.
Sementara kondisi tersebut tidak hanya terjadi di Kupang. Di DKI Jakarta dan kota-kota lain di Pulau Jawa yang infrastruktur penyediaan airnya dianggap baik pun masih mengalami hal serupa.
Pendanaan
Melihat capaian saat ini, banyaknya pekerjaan rumah terkait dengan peningkatan akses air minum layak dan jaringan perpipaan membutuhkan dukungan pendanaan yang besar. Kebutuhan pembangunan sektor air bersih pada 2024 diperkirakan mencapai 147 triliun rupiah dan pada 2030 mencapai 238 triliun rupiah.
Sementara, selama ini, realisasi pendanaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) masih jauh dari target. Berdasarkan jurnal ”Pendanaan dalam Pencapaian Akses Universal Air Minum di Indonesia”, dari target pendanaan sebesar 253,85 triiun rupiah hanya 33,56 persen yang terealisasi. Bahkan pendanaan yang bersumber APBD hanya terealisasi 9,76 persen dari target pendanaan 119,3 triliun rupiah.
Baca juga : Darurat Air di Pulau Jawa
Padahal pemerintah daerah memegang peranan penting dan langsung dalam penyediaan akses air bersih bagi masyarakat. Hal tersebut menunjukkan rendahnya komitmen daerah dalam memenuhi Standar Pelayanan Minimal yang salah satunya adalah air bersih. Rendahnya komitmen ini juga ditunjukkan dengan masih banyak daerah yang tidak memiliki kebijakan SPAM.
Berdasarkan perhitungan dari evaluasi realisasi pendanaan dan perkiraan pendanaan tahun-tahun sebelumnya, target 100 persen akses air minum layak diperkirakan baru tercapai pada 2028. Untuk mencapai target tersebut di 2019 saja, seharusnya total pendanaan ditingkatkan minimal 2,5 kali lipat.
Pendanaan dan investasi memiliki peranan penting dalam mencapai target-target penyediaan akses air bersih. Sebab, pembangunan infrastruktur air bersih membutuhkan biaya yang besar. Tentu upaya ini membutuhkan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan swasta karena kapasitas pemerintah saja belum cukup membiayai seluruh pendanaan.
Selain pendanaan, peningkatan kualitas dan manajemen akses air bersih juga perlu dilakukan. Hal ini mengingat masih tingginya tingkat kebocoran air dan masih banyaknya PDAM yang kinerjanya kurang sehat. Upaya peningkatan akses juga perlu dilakukan pada jaringan nonperpipaan, seperti pada sumber air sumur, wadah tangkapan hujan, atau bangunan penangkap mata air.
Pemerataan akses juga penting dilakukan mengingat pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum di perdesaan lebih lambat dibandingkan dengan di perkotaan. Pada 2020, rumah tangga perdesaan yang memiliki akses air minum layak sebesar 82,74 persen.
Karena itu, penyediaan dan akses air bersih untuk masyarakat harus terus dilakukan. Peringatan kemerdekaan ke-76 RI menjadi momentum memperluas penyediaan akses air bersih bagi seluruh warga negara. Hal ini mengingatkan pada tujuan negara untuk memajukan kesejahteraan umum yang salah satunya dipenuhi melalui penyediaan kebutuhan dasar air bersih.
Di masa pandemi ini, komitmen dan konsistensi pembangunan sektor air bersih sangat diperlukan. Harapannya refocusing anggaran dan fokus penanganan pandemi Covid-19 tidak banyak mengubah pembangunan sektor air bersih.
Justru di masa pandemi ini menjadi momen untuk mempercepat pembangunan sektor air bersih karena air bersih berperan penting dalam pencegahan Covid-19. Pembangunan juga dapat menyerap tenaga kerja yang membantu perekonomian masyarakat. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Air Bersih, Beban Ganda di Masa Pandemi