Vaksin Kedaluwarsa dan Ironi di Tengah Pandemi
Vaksin yang tersedia mesti dimanfaatkan sebaik mungkin agar tidak kedaluwarsa. Apalagi hingga saat ini ada banyak warga di Indonesia dan di negara lain yang belum mendapatkan vaksin Covid-19.
Kanal Youtube Sekretariat Kabinet RI pada Minggu, 6 Maret 2022, mengunggah video bertajuk ”Vaksinasi Covid-19 demi Meredam Pandemi”. Narasi yang disampaikan, antara lain, menyangkut gerak cepat pemerintah dalam program vaksinasi Covid-19 yang telah membawa Indonesia berhasil melewati target yang telah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
WHO telah menargetkan 40 persen populasi mendapatkan dosis lengkap. Berdasarkan data per November 2021, capaian vaksinasi di 21 provinsi Indonesia telah mencapai 70 persen, yaitu 200 juta lebih dosis.
Data itu disebutkan menunjukkan Indonesia berkontribusi dalam memvaksinasi hampir setengah penduduk dunia dan secara tidak langsung membantu meredam pandemi global. Indonesia pun masuk ke dalam lima negara di dunia dengan jumlah suntikan tertinggi.
”Hal ini tercapai berkat kerja keras, berkat gotong royong semua pihak, terutama Kementerian Kesehatan, TNI/Polri, pemerintah daerah, BUMN, dan pihak swasta, yang turut membantu, serta masyarakat yang bersedia divaksin,” kata Presiden Joko Widodo dalam rekaman video yang diunggah tersebut.
Hal ini tercapai berkat kerja keras, berkat gotong royong semua pihak, terutama Kementerian Kesehatan, TNI/Polri, pemerintah daerah, BUMN, dan pihak swasta, yang turut membantu, serta masyarakat yang bersedia divaksin.
Pengadaan dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 telah dibahas berulang kali dalam forum koordinasi tertinggi pemerintahan, sidang kabinet paripurna, dan rapat terbatas yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi. Sekian regulasi terkait pengadaan dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 pun telah diterbitkan.
Baca juga: Presiden Jokowi: Vaksin dan Prokes untuk Akhiri Pandemi Covid-19
Pada 6 Oktober 2020, misalnya, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksin dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Seiring berjalannya vaksinasi dan menyesuaikan kebutuhan pelaksanaan pengadaan vaksin Covid-19, maka pada 10 Februari 2021 terbitlah Perpres No 14/2021 tentang Perubahan Atas Perpres No 99/2020.
Presiden Jokowi pun pada 25 Mei 2021 kembali menerbitkan Perpres No 50/2021 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No 99/2020 tersebut. Hal ini menyesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan pengadaan yang melibatkan badan usaha atau lembaga atau badan internasional dalam penanggulangan pandemi Covid-19.
Tak lama berselang setelah vaksin pertama datang ke Indonesia pada Desember 2020 serta lolos uji klinis dan mendapat persetujuan penggunaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Presiden Jokowi dan para menteri mengawali menjadi penerima vaksin Covid-19. Hal ini merupakan sinyal positif yang memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa vaksin yang nantinya akan disuntikkan kepada masyarakat adalah benar-benar aman.
Sejarah mencatat, 13 Januari 2021 adalah penyuntikan vaksin Covid-19 perdana di Indonesia yang dimulai oleh Kepala Negara. Selanjutnya, program vaksinasi Covid-19 terus gencar dilaksanakan pemerintah di seluruh Indonesia yang dibagi ke dalam beberapa gelombang dan berdasarkan prioritas penerima vaksin.
Merujuk data dari laman ourworldindata.org pada 27 Februari 2022, Indonesia masuk empat besar negara dari sisi jumlah orang yang telah mendapatkan vaksin Covid-19. Urutan pertama adalah China dengan 1,27 miliar orang, India 965,53 juta orang, Amerika Serikat 253,69 juta orang, dan Indonesia 190,67 juta orang. Sementara itu, laman covid19.go.id per 5 Maret 2022 mencatat data vaksinasi kesatu di Indonesia sebanyak 191.835.428 orang, vaksinasi kedua 147.280.509 orang, dan vaksinasi ketiga 11.942.963 orang.
Baca juga: Kasus Omicron Meningkat, Presiden Putuskan Vaksinasi "Booster" Dimulai 12 Januari
Di tengah lonjakan kasus Covid-19 akibat varian Omicron, terlihat antusiasme warga untuk mendapatkan vaksin penguat. Dewi (45), seorang warga Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang, Provinsi Banten, misalnya, belakangan rajin mengikuti pemberitaan media dan menelusuri informasi di media sosial untuk mencari tahu lokasi-lokasi pemberian vaksin penguat. Sekitar enam bulan lalu dia mendapatkan vaksin kedua jenis AstraZeneca.
Ketika mendapatkan informasi bahwa di sebuah pusat perbelanjaan di bilangan Jakarta Barat ada pemberian vaksin Covid-19 selama beberapa hari bagi masyarakat umum, dia pun mencoba mendaftar. ”Ketika memilih hari, ternyata beberapa (hari) sudah penuh (dengan pendaftar). Beruntung masih ada hari yang tersedia (belum penuh pendaftar) sehingga saya akhirnya bisa daftar dan dapat vaksin booster-nya,” ujar Dewi.
Vaksin kedaluwarsa
Terasa sebagai ironi ketika di tengah usaha warga mencari-cari vaksin penguat di satu daerah, ada kabar mengenai vaksin kedaluwarsa di daerah lain. Seperti diberitakan Kompas (3/3/3022), misalnya, lebih dari 50.000 dosis vaksin AstraZeneca di Kalimantan Selatan kedaluwarsa. Jumlah itu lebih kurang 35 persen dari semua alokasi vaksin AstraZeneca yang kedaluwarsa pada akhir Februari 2022.
Baca juga: Lebih dari 50.000 Dosis Vaksin AstraZeneca di Kalsel Kedaluwarsa
Ihwal vaksin kedaluwarsa pun beberapa bulan lalu telah menjadi perhatian Presiden Jokowi. Seusai rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, 15 November 2021, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan bahwa Kepala Negara menekankan tentang masa berlaku dari vaksin.
Presiden meminta daerah untuk lebih memperhatikan masa berlaku vaksin sehingga tidak ada stok vaksin yang kedaluwarsa. ”Kalau, misalnya, sudah dekat-dekat kedaluwarsa, mungkin kita bisa mengalihkan ke provinsi lain yang masih membutuhkan atau kita bisa alihkan ke TNI dan Polri,” kata Budi saat itu.
Hal yang mesti dibenahi adalah koordinasi pemerintah pusat dan daerah, terutama satgas Covid-19 di pusat dan daerah baik terkait distribusi vaksin Covid-19 maupun sosialisasi kepada masyarakat terkait program vaksinasi.
Ketika dimintai pandangan terkait adanya vaksin kedaluwarsa di daerah, pakar kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, Minggu (6/3/2022), menuturkan, hal tersebut merupakan sinyal ada gap atau kesenjangan antara pelaporan satgas di pusat dengan kenyataan di daerah.
”Jelas ada mismanagement dalam pendistribusian vaksin. Siapa yang harus bertanggungjawab, pemerintah pusat atau para kepala daerah?” katanya.
Menurut Hidayat, hal yang mesti dibenahi adalah koordinasi pemerintah pusat dan daerah, terutama satgas Covid-19 di pusat dan daerah baik terkait distribusi vaksin Covid-19 maupun sosialisasi kepada masyarakat terkait program vaksinasi.
”SOP (prosedur standar operasi) gugus tugas Covid-19 di seluruh daerah mesti dievaluasi jangan sampai dilaporkan baik dan lancar tetapi jauh api dari panggang,” kata Hidayat.
Saat menyampaikan pengarahan pada acara Dies Natalis Ke-67 Universitas Katolik Parahyangan di Pusat Pembelajaran Arntz-Geise (PPAG) Unpar, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Senin, 17 Januari 2022, Presiden Jokowi menyebut bahwa implementasi Pancasila berupa gotong royong seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan merupakan kunci utama dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.
Kemampuan negara menyediakan vaksin dan kesediaan warga untuk menerimanya adalah bentuk gotong royong untuk mengatasi pandemi Covid-19. Mengingat cakupan pandemi yang berskala global, kegotong-royongan ini mesti melintasi sekat negara, tak terkecuali dalam memanfaatkan vaksin yang tersedia secara baik.
Baca juga: Presiden Jokowi Terus Dorong Kesetaraan Akses Vaksin
Di tengah ketimpangan akses vaksin yang masih dialami banyak negara, terutama di Afrika, kondisi vaksin kedaluwarsa di negeri yang memiliki stok, termasuk Indonesia, mesti dihindari. Hal ini agar vaksin Covid-19 tidak tersia-sia di saat banyak negara justru masih kekurangan akses untuk mendapatkannya. No one is safe until everyone is, tidak ada seorang pun yang aman sampai semua orang aman, adalah pernyataan bernas yang relevan dan menuntut direalisasikan.