Teka-teki Korut Tetap Sebut Warganya ”Demam” Saat Kematian Terus Bertambah
Korea Utara tetap memberi label ”demam” atas penderitaan ratusan ribu warganya yang sakit secara massal sejak akhir April lalu. Pernyataan resmi tersebut menguak teka-teki soal kapasitas negara itu menghadapi Covid-19.
Oleh
MUHAMMAD SAMSUL HADI
·4 menit baca
AP/AHN YOUNG-JOON
Televisi di stasiun kereta di Seoul, Korea Selatan, Sabtu (14/5/2022), menayangkan laporan berita merebaknya wabah Covid-19 di Korea Utara.
SEOUL, SABTU — Korea Utara melaporkan jumlah warganya yang tewas akibat demam misterius terus bertambah. Seperti dilansir kantor berita nasional negara itu, KCNA, Sabtu (14/5/2022), tercatat 21 warga Korut yang mengalami demam tersebut tewas pada Jumat (13/5). Laporan KCNA tidak menyebutkan apakah 21 warga Korut yang tewas pada hari itu terkait pandemi Covid-19.
Setelah lebih dari dua tahun dunia dilanda pandemi Covid-19, baru pada pekan ini Pyongyang mengakui kasus Covid-19 di negaranya. Bahkan, pada Jumat lalu KCNA mengonfirmasi bahwa seorang warga Korut tewas setelah menderita Covid-19 varian Omicron. Selain satu orang tersebut, dilaporkan juga pada hari itu lima orang lainnya tewas tanpa disebutkan penyebabnya.
Dengan demikian, sejak kemunculan demam misterius di Korut pada akhir April lalu, terdapat 27 warga negara itu yang tewas. Dalam sidang darurat Partai Pekerja, Sabtu, aparat melaporkan bahwa sekitar 280.810 warga tengah menjalani perawatan.
Pemimpin Korut Kim Jong Un dalam sidang tersebut mengakui bahwa negaranya sedang dilanda kekalutan hebat akibat persebaran epidemi tersebut. ”Persebaran epidemi ganas ini adalah sebuah kekalutan hebat yang melanda negeri kita sejak negara ini berdiri,” kata Kim, seperti dikutip KCNA.
”Namun, jika kita tidak kehilangan fokus dalam menerapkan kebijakan epidemi serta menjaga kewenangan organisasi yang kuat dan pencegahan berdasarkan persatuan tunggal partai dan rakyat serta memperkuat pertarungan melawan epidemi, kita akan mampu mengatasi krisis ini,” lanjut Kim.
KOMPAS
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un muncul mengenakan masker wajah untuk pertama kalinya di televisi pemerintah. Pemerintah Korut pada kamis (12/5/2022) secara resmi mengumumkan wabah Covid-19 tengah melanda negara itu. Pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong Un memerintahkan kebijakan darurat maksimum, penguncian secara nasional, yang memicu kepanikan masyarakat.
Menurut KCNA, sejak akhir April 2022 sebanyak 524.440 warga Korut mengalami gejala demam, termasuk 174.440 warga yang diketahui demam pada Jumat lalu. Dari jumlah tersebut, sekitar 243.630 warga menjalani perawatan dan 280.810 warga masih dikarantina. KCNA tak menyebutkan berapa banyak warga Korut yang telah menjalani pengetesan. Mereka juga tidak melaporkan jumlah kasus Covid-19 di negara itu saat ini.
Dalam laporan-laporannya yang disiarkan KCNA, Pyongyang tetap menyebut warga Korut tersebut menderita ”demam”. Seperti dikutip KCNA, dalam sidang Partai Pekerja, petugas pengendalian epidemi di Korut melaporkan bahwa ”dalam kebanyakan kasus, jatuhnya korban jiwa merupakan akibat kecerobohan, termasuk overdosis mengonsumsi obat, akibat minimnya pengetahuan tentang cara pengobatan.”
Mengapa tetap sebut ”demam”
Choe Sang-Hun, Kepala Biro The New York Times (NYT) di Seoul, yang memfokuskan laporan tentang Korut dan Korsel, mengutip penjelasan Direktur Studi Korea Utara Sejong Institute di Korsel Cheong Seong-chang, untuk mencari jawaban tentang teka-teki mengapa Korut menyebut ”warga yang demam” dalam laporannya di NYT. ”Korea Utara melaporkan hanya ’orang yang mengalami demam’ karena mereka tidak memiliki cukup perlengkapan tes,” kata Cheong.
”Sebagian orang yang mengalami demam itu mungkin bukan pasien sebenarnya, melainkan bisa juga lebih banyak kasus orang yang tidak memperlihatkan gejala demam. Jadi, jumlah sebenarnya warga yang terinfeksi kemungkinan lebih banyak daripada yang telah diumumkan Korea Utara.”
Hal tersebut dikuatkan pendangan beberapa pakar, yang dikutip kantor berita Reuters. Menurut mereka, mengingat kemampuan Korut menggelar tes terbatas, angka pasien ”demam” yang dirilis Pyongyang diperkirakan hanya menggambarkan sebagian kecil dari kasus penularan yang ada.
AP/KOREAN CENTRAL NEWS AGENCY/KOREA NEWS SERVICE
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un memimpin sidang darurat membahas strategi menangani virus di Pyongyang, Korea Utara, Sabtu (14/5/2022).
Kee Park dari Harvard Medical School, yang pernah bekerja dalam proyek-proyek kesehatan di Korut, mengungkapkan bahwa Korut baru mampu menggelar tes Covid-19 untuk sekitar 1.400 warganya setiap pekan. Dengan kapasitas seperti itu, Pyongyang jelas tidak mampu melakukan tes terhadap ratusan ribu warganya yang mengalami gejala, termasuk demam.
KCNA melaporkan, Kim Jong Un menyebut krisis kesehatan di negaranya disebabkan oleh ketidakmampuan dan tiadanya tanggung jawab organisasi partai dalam langkah anti-epideminya. Meski demikian, lanjut Kim, penularan yang ada tetap terkendali. Ia menyatakan, negaranya harus yakin mampu dalam pertempuran menghadapi krisis kesehatan itu secepat mungkin.
Kim, masih seperti yang dilansir KCNA, menawarkan donasi perlengkapan medis yang disimpan di kediamannya untuk digunakan oleh keluarga-keluarga yang mengalami kesulitan saat ini.
Belajar dari China
Dalam sidang darurat Partai Pekerja itu pula Kim memerintahkan para petugas kesehatan negaranya untuk belajar dari pengalaman negara-negara yang lebih maju, termasuk China, dalam menghadapi epidemi. ”Kita harus mengambil pelajaran dari pengalaman dan pencapaian yang sukses dalam mencegah virus dari Partai Komunis China dan rakyatnya,” ujar Kim.
China, satu-satunya negara kekuatan ekonomi utama dunia yang mempertahankan kebijakan nol Covid (zero-Covid policy), saat ini masih berjuang mengatasi ledakan wabah varian Omicron. Sejumlah kota utama di negara itu, termasuk kota pusat keuangan Shanghai, diperintahkan menerapkan penguncian wilayah (lockdown).
AP/CHA SONG HO
Seorang guru memeriksa suhu tubuh seorang siswa di Sekolah Dasar Kim Song Ju di Distrik Tengah, Pyongyang, Korea Utara, 13 Oktober 2021.
Korea Utara sebelumnya pernah menolak tawaran bantuan Beijing untuk menyalurkan vaksin Covid-19 dari China. Mereka juga tak mau menerima uluran vaksin Covid-19 melalui skema Covax yang dikelola Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun, menurut Cheong Seong-Chang dari Sejong Institute, seruan Kim kepada aparatnya agar belajar dari China mengindikasikan bahwa Korut tidak lama lagi kemungkinkan akan meminta obat-obatan terkait Covid-19 dan perlengkapan tes dari China.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, Jumat (13/5/2022), menyatakan bahwa Beijing siap membantu Korut. Namun, ia menambahkan, hingga saat ini ia belum mendapat informasi tentang apakah Korut sudah mengajukan permintaan bantuan kepada China atau belum.
Sementara itu, Korea Selatan yang dipimpin oleh presiden baru, Yoon Suk-yeol, juga telah menawarkan bantuan vaksin dan perlengkapan medis ke Korut. Namun, seperti disampaikan Beijing, Seoul juga belum menerima permintaan bantuan dari Pyongyang. (AP/AFP/REUTERS)