SEOUL, SELASA — Desas-desus tentang kondisi kesehatan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un santer menyebar setelah ketidakhadirannya dalam upacara menandai peringatan kelahiran kakek sekaligus pendiri negara itu, Kim Il Sung, pada 15 April lalu. Namun, kondisi Kim Jong Un masih sulit dipastikan hingga kini. Selain karena Korut yang sangat tertutup, hal ini diduga juga karena intelijen Korea Selatan sudah tidak mempunyai sumber informasi yang kuat mengenai Kim Jong Un.
”Memang benar dia (Kim Jong Un) tak pernah melewatkan peringatan untuk ulang tahun Kim Il Sung sejak dia berkuasa. Namun, banyak acara peringatan dibatalkan karena masalah virus korona,” kata Menteri Unifikasi Korea Selatan (Korsel) Kim Yeon-chul, Selasa (28/4/2020). Menurut dia, masuk akal apabila Kim Jong Un memutuskan tidak hadir karena takut tertular Covid-19. ”Saya tidak berpikir itu, sangat tidak biasa mengingat situasi saat ini,” kata Yeon-chul dalam sidang parlemen.
Rumor soal Kim Jong Un menjadi heboh karena kondisi kesehatannya menentukan stabilitas pemerintahan dinasti Korut dan keamanan senjata nuklir yang dikembangkan. Selama berpuluh-puluh tahun, banyak negara yang penasaran dengan apa yang sesungguhnya terjadi di Korut. Karena Korut yang sangat tertutup, sejumlah negara, seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan, gigih mengumpulkan informasi intelijen.
Meski demikian, tidak mudah mengumpulkan informasi tentang Korut, apalagi menyangkut kondisi kesehatan Kim Jong Un yang bisa jadi hanya diketahui oleh sebagian kecil pejabat Korut, termasuk adik perempuan Kim, Kim Yo Jong. Selain Korut yang sangat tertutup, kesulitan pengumpulan informasi intelijen ini juga disebabkan adanya persoalan di dalam intelijen Korsel.
Intelijen Korsel
Kelompok pendukung pemerintahan liberal Korsel, yang masih bersemangat menyatukan kembali Korsel dan Korut, menyesali pemerintahan konservatif yang sebelumnya berkuasa. Pada waktu itu, berbagai bentuk kerja sama antar-Korea, seperti pertukaran diplomat, pemimpin pemerintah dan bisnis, serta kelompok bantuan, dihentikan karena sikap Korsel yang berubah keras akibat program nuklir Korut.
Hal ini menyebabkan Korsel tak lagi punya mata-mata yang mampu menggali informasi intelijen yang akurat. Namun, kelompok konservatif berbalik menyalahkan kelompok liberal yang mengurangi operasi spionase hanya karena menginginkan pemulihan hubungan antar-Korea. Padahal, jaringan spionase yang sudah mereka miliki susah payah dibangun dan tidak mudah untuk memulai lagi dari nol.
Kelemahan intelijen Korsel ini setidaknya terlihat ketika muncul rumor Kim Jong Un sakit setelah operasi jantung. Korsel berkali-kali menyatakan tidak mendeteksi aktivitas yang tidak biasa di Korut. Tidak terlihat juga Partai Buruh, militer, dan kabinet sedang mempersiapkan sesuatu yang darurat.
Di tengah kabar yang simpang siur, Presiden AS Donald Trump, Senin lalu, mengaku mengetahui kondisi Kim Jong Un, tetapi tidak bisa mengungkapkan kepada publik. ”Saya tahu dia sedang apa. Semoga dia baik-baik saja. Sebentar lagi juga pasti akan tahu kabarnya,” ujarnya.
Sejumlah ahli Korea menyarankan Korsel dan tetangga Korut lainnya serta negara sekutu AS bersiap andai kata Kim Jong Un tidak berkuasa. Persiapan itu termasuk menangani gelombang pengungsi dari Korut yang diyakini akan membanjiri Korsel dan China. Pakar Korea Utara di Universitas Korea Seoul, Nam Sung-wook, menilai perlu perencanaan untuk skenario terburuk.
Lemah
Sulitnya memperoleh informasi akurat tentang Korut diyakini karena intelijen Korsel yang lemah. Peneliti di Institut Asia untuk Studi Kebijakan di Korsel, Du Hyeogn Cha, berpendapat, Korsel belum mampu membangun jaringan intelijen yang andal. Badan Intelijen Nasional Korsel belum memastikan rumor operasi Kim Jong Un. Jika Kim Jong Un tiba-tiba muncul lagi dalam kondisi sehat, ia akan mengatakan media telah keliru.
Kabar keliru itu sering terjadi pada pejabat-pejabat Korut sebelumnya. Seperti kabar Kim Il Sung ditembak mati yang heboh pada 1986, yang awalnya didukung pernyataan militer Korsel bahwa Korut mengumumkan kematian Kim Il Sung melalui pengeras suara di sepanjang perbatasan. Namun, beberapa jam kemudian Kim Il Sung muncul di Bandara Pyongyang untuk menyambut delegasi Mongolia.
Kesalahan itu, lanjut Cheon Seong Whun, yang pernah jadi sekretaris presiden di masa pemerintahan konservatif Korsel, menunjukkan Korsel sudah tidak mempunyai sumber informasi kuat mengenai pimpinan tertinggi Korut.