Rusia Makin Percaya Diri, Gaungkan Target Kuasai Donbas
Rusia mengklaim tinggal sedikit lagi mereka sepenuhnya menguasai Mariupol. Setelah itu, okupasi Donbas menjadi prioritas.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
MOSKWA, JUMAT — Pasukan Rusia semakin percaya diri dan mengumumkan bahwa kota Mariupol hampir sepenuhnya mereka kuasai. Begitu kota pelabuhan di pinggir Laut Azov ini jatuh, Rusia hanya sedikit lagi mencapai target menguasai wilayah Donbas di bagian timur Ukraina. Dengan cara ini, mereka membangun akses darat ke Semenanjung Crimea dan daerah-daerah dengan populasi yang lebih dekat dengan kultur Rusia.
”Donbas selalu menjadi tujuan bagi Rusia untuk membebaskan orang-orang yang dizalimi oleh pemerintah karena mereka memiliki kedekatan dengan Rusia,” kata perwira militer Rusia, Mayor Jenderal Rustam Minnekaev, seperti dikutip kantor berita Interfax, Jumat (22/4/2022).
Minnekaev mengungkapkan, pasukan Rusia berencana membangun akses darat ke Semenanjung Crimea. Warga lokal yang memiliki kedekatan budaya dengan Rusia selama ini memberontak melawan Pemerintah Ukraina. Mereka berusaha melepaskan diri dan bergabung dengan Rusia. Ini pula salah satu alasan Rusia menyerang Ukraina, yaitu membebaskan warga Ukraina berdarah Rusia yang ditindas oleh pemerintah setempat.
Setelah akses ke Crimea terbentuk, Minnekaev mengatakan, Rusia juga akan membangun akses ke Transnistria. Ini wilayah negara Moldova yang memiliki perbatasan sepanjang 40 kilometer dengan kota Odessa di Ukraina. ”Warga Transnistria juga berdarah Rusia dan dizalimi oleh Pemerintah Moldova. Kami akan turut membebaskan mereka,” tutur Minnekaev.
Transnistria memang dikuasai kelompok separatis pro-Rusia. Meskipun demikian, Pemerintah Moldova membantah memperlakukan warga wilayah itu dengan semena-mena. Justru Menteri Luar Negeri Moldova Nicu Popescu, pekan lalu, menuduh Rusia merekrut warga Moldova di Transnistria untuk bergabung dengan pasukan Rusia di Ukraina.
Pemerintah daerah Transnistria juga membantah tuduhan di wilayahnya ada persiapan pasukan separatis yang hendak bergabung ke Rusia. Mereka mengatakan ini semua ulah Rusia yang berusaha memanas-manasi suasana. Kabar mengenai Transnistria ingin segera bergabung ke Rusia dengan memanfaatkan peperangan di Ukraina ini pertama tersiar ketika Presiden Belarus Alexander Lukashenko menunjukkan peta wilayah-wilayah di Eropa Timur yang ia katakan ingin bergabung dengan Rusia.
Sementara itu, pasukan Rusia terus berusaha merebut kota Mariupol di Ukraina selatan. Tentara Ukraina yang tersisa kini berlindung di dalam kompleks pabrik baja Azovstal yang berukuran 11 kilometer persegi. Awalnya, pasukan Rusia hendak menyerbu pabrik ini, tetapi tidak diizinkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.
Kondisi pabrik yang penuh ruangan, lorong, serta berbagai gedung ini akan membuat pasukan Rusia kesulitan menyerbu tanpa mengorbankan banyak tentara dan persenjataan. Oleh sebab itu, Putin meminta pasukannya mengepung pabrik Azovstal secara ketat hingga seekor lalat pun tidak bisa melintas.
”Sebentar lagi pengepungan ini selesai karena inilah akhir pertahanan pasukan Ukraina. Mariupol akan segera kita bebaskan,” ujar Ramzan Kadyrov, pemimpin batalyon dari Chechnya yang pro-Rusia, kepada kantor berita TASS.
Data Kementerian Pertahanan Rusia menyebutkan ada 2.000 tentara Ukraina yang bertahan di dalam Azovstal. Adapun data Pemerintah Ukraina menyebutkan di pabrik baja ada 1.000 lebih warga sipil dan 500 tentara.
Menurut Kadyrov, pasukan Rusia memang mengalami kesulitan melawan pasukan Ukraina dan milisi pertahanan sipil di Mariupol. Hal ini karena Ukraina melancarkan serangan dari rumah-rumah warga. Kadyrov menjadikan ini alasan korban sipil berjatuhan meski pasukan Rusia berusaha menghindarinya.
Analisis intelijen Inggris mengutarakan, keputusan Putin untuk mengepung Azovstal tidak hanya untuk menghemat energi. Akan tetapi, strategi ini juga membuat Rusia bisa menggerakkan sebagian pasukan mereka dari Mariupol ke tempat-tempat lain di Donbas. Inggris memperkirakan pasukan Rusia akan menyambangi Krasny Lyman, Buhayikva, Lyman, Barvinkove, dan Popsana. Pasukan Rusia dibantu oleh pasukan separatis Republik Rakyat Donetsk.
Suasana di Mariupol mencekam. Wali Kota Mariupol Vadym Boychenko memohon kepada segala pihak agar warga yang masih berada di sana bisa segera dievakuasi. Sejatinya, Mariupol berpenduduk 400.000 jiwa. Ketika peperangan dimulai, sebagian besar mengungsi dan puluhan ribu dinyatakan tewas walau belum ada data yang pasti.
”Masih ada 100.000 warga sipil yang tertinggal di Mariupol. Saya mohon, ungsikanlah mereka melalui jalur kemanusiaan. Sudah dua bulan mereka bertahan hidup tanpa listrik, panas, dan air bersih,” kata Boychenko. Ia menuturkan, nasib Mariupol dan seisinya berada sepenuhnya di tangan Putin.
Pada Kamis (21/4/2022), ada 79 warga sipil Mariupol yang berhasil dievakuasi. Mereka dibawa ke kota Zaporizhzhia yang terletak 255 kilometer di sebelah utara. Perjalanan yang biasanya memakan waktu tiga jam kini menjadi 24 jam karena banyaknya titik pemeriksaan.
Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereschuk meminta maaf kepada warga Mariupol. Situasi genting pada Jumat membuat pemerintah belum bisa membuka jalur kemanusiaan untuk evakuasi. Sementara itu, dilansir dari Interfax-Ukraine, Presiden Volodymyr Zelenskyy menawarkan pertukaran tentara Rusia yang ditangkap ataupun jasad tentara Rusia yang tewas dengan warga sipil serta tentara Ukraina di Mariupol. (AP/AFP/Reuters)