Hadapi China, Australia Gandeng AS-Inggris Kembangkan Rudal Hipersonik
Australia mendapatkan dukungan mitra aliansi di AUKUS untuk mengembangkan rudal-rudal hipersonik guna menghadang pengaruh China yang terus meningkat di kawasan Indo-Pasifik.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·5 menit baca
SYDNEY, RABU — Perdana Menteri Australia Scott Morrison, Rabu (6/4/2022), di Sydney, mengonfirmasi, negaranya mendapatkan dukungan Amerika Serikat dan Inggris untuk mengembangkan rudal hipersonik. Ia menyebut dukungan kepada Australia itu merupakan bagian dari kerja sama aliansi pertahanan tiga negara, AUKUS, untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas di Indo-Pasifik.
Sehari sebelumnya, Australia, Inggris, dan Amerika Serikat, yang tergabung dalam pakta keamanan trilateral Australia-Inggris-AS (AUKUS), sepakat berkolaborasi untuk mengembangkan rudal hipersonik dan kemampuan perang elektronik. AUKUS ini dibentuk tiga negara itu pada 15 September 2021.
Morrison mengatakan, rudal-rudal hipersonik, seperti halnya kemampuan menghadapi ancaman atau serangan di dunia maya, adalah kunci teknologi tempur modern. Australia ingin meningkatkan kemampuannya secara signifikan seiring menguatnya ancaman China di kawasan. Penempatan rudal hipersonik dan kontra-hipersonik itu untuk menjaga keamanan Indo-Pasifik.
China kian melangkah jauh ke Pasifik Selatan. Terbaru, pengaruh negara adidaya di Asia itu ditandai dengan disepakatinya kemitraan bidang keamanan dengan Kepulauan Solomon. Kepulauan Solomon, Jumat (25/3/2022), mengatakan, kerja sama itu diarahkan untuk mengatasi ancaman dan memastikan lingkungan yang aman untuk investasi.
Ditanya soal kemungkinan jika China menyerang Taiwan di masa yang akan datang dan jika Australia akan terlibat dalam perang di mana pun, Morrison menjawab Australia sedang membangun kemampuan pertahanan untuk menghindari skenario seperti itu. ”Kami melakukan hal-hal ini untuk menjaga keamanan warga Australia,” katanya.
Saat pakta AUKUS diumumkan pada 15 September 2021, Australia membatalkan kontrak pembuatan kapal selam konvensional senilai 90 miliar dollar AS dengan Perancis. Australia kemudian mengalihkan pembiayaan pada program kapal selam nuklir yang didukung AS dan Inggris. Persoalan ini memicu ketegangan diplomatik dengan Perancis.
Saingi Rusia-China
Morrison juga mengatakan, Australia melakukan semua hal itu untuk membawa keseimbangan dan kepastian strategis di kawasan. Langkah ini termasuk bekerja sama dengan mitra aliansi AUKUS dan kelompok dialog keamanan Quad, yang terdiri dari AS, Jepang, Australia, dan India. ”Alasan kami berinvestasi dalam semua hal ini ialah menciptakan lingkungan yang damai dan stabil di kawasan,” kata Morrison.
Dalam pertemuan pada Selasa (5/4/2022), pemimpin AS, Inggris, dan Australia sepakat memulai kerja sama pengembangan rudal hipersonik dan penguatan kapasitas pertahanan. Kerja sama itu dilakukan di tengah semakin ketatnya persaingan dan kemajuan yang dibuat Rusia dan China dalam pengembangan teknologi mutakhir.
Menteri Pertahanan Australia Peter Dutton sebelumnya mengumumkan rencana anggaran 2,6 miliar dollar AS untuk memperoleh rudal serangan jarak jauh untuk jet tempur dan kapal perang. Itu karena meningkatnya ancaman Rusia dan China. Sementara Pentagon untuk anggaran 2022 mengajukan 4,7 miliar dollar AS bagi penelitian dan pengembangan hipersonik.
Australia, Inggris, dan AS telah sepakat bekerja sama mengembangkan senjata hipersonik sebagai bagian dari perluasan kerja sama aliansi AUKUS sebelumnya. Tahun lalu, Inggris dan AS melengkapi postur pertahanan Australia dengan kapal selam bertenaga nuklir untuk melawan kekuatan militer China yang semakin meningkat di Indo-Pasifik.
Dalam pernyataan bersama Presiden AS Joe Biden, PM Inggris Boris Johnson dan Morrison disebutkan, mereka menjanjikan ”kerja sama trilateral baru pada (pengembangan) hipersonik dan kontra-hipersonik, serta kemampuan peperangan elektronik". Selain itu “untuk memperluas berbagi informasi dan memperdalam kerja sama dalam inovasi pertahanan."
Kerja sama ini dilakukan di tengah meningkatnya kekhawatiran di antara AS dan sekutunya tentang pengaruh militer China yang berkembang di kawasan Pasifik. "Seiring kemajuan pekerjaan kami dalam hal ini serta kemampuan pertahanan dan keamanan penting lainnya, kami akan mencari peluang melibatkan sekutu dan mitra dekat," kata pernyataan itu.
Peringatan China
Meskipun mengembangkan senjata serupa, China juga memperingatkan bahwa perluasan kerja sama persenjataan ini dapat memicu krisis seperti yang terjadi di Ukraina. Pernyataan yang lebih sebagai sebuah peringatan itu disampaikan oleh Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun.
“Siapa pun yang tidak ingin terjadinya krisis Ukraina, harus menahan diri dari melakukan hal-hal yang dapat menyeret bagian lain dunia ke dalam krisis seperti ini. Seperti kata pepatah China, ‘jika Anda tidak menyukainya, jangan memaksakannya pada orang lain’,” kata Zhang.
Rudal hipersonik memiliki daya jelajah hingga lebih dari lima kali kecepatan suara dan berpotensi besar mencapai sasaran dengan lebih akurat. Di tengah penerbangannya di lintasan rendah di atmosfer, rudal ini dapat bermanuver yang membuatnya sulit sekali dilacak dan dicegat ketimbang proyektil tradisional. Rudal-rudal hipersonik membawa hulu ledak konvensional atau nuklir.
Marcus Hellyer, analis pertahanan di Institut Kebijakan Strategis Australia, mengatakan bahwa sulit menilai ”apa sebenarnya yang baru” dalam pernyataan itu. Australia dan AS sudah bekerja sama dalam teknologi hipersonik. Pada Desember 2020, Australia mengumumkan akan bekerja sama dengan Australia dalam mengembangkan senjata hipersonik dalam program SCIFIRE.
Hanya saja, kata Hellyer, komitmen baru bersama kali ini membuka bidang kerja sama baru dengan Inggris. Canberra dalam program strategi pertahanan 2020 telah berkomitmen menginvestasikan 6,2 miliar-9,3 miliar dollar Australia atau sekitar Rp 67,4 triliun-Rp 101,1 triliun untuk sistem senjata berkecepatan tinggi, serangan jarak jauh, dan pertahanan rudal, termasuk hipersonik.
Di sisi AS, bersamaan dengan pengumum langkah AUKUS terbaru, militer AS mengatakan baru-baru ini telah menyelesaikan uji terbang bebas rudal hipersonik yang diluncurkan pesawat. Kecepatan terbang rudal hipersonik itu mencapai lebih dari Mach 5. Rudal hipersonik Mach 5 memiliki kecepatan terbang lima kali lebih cepat dari kecepatan suara.
Menurut Layanan Penelitian Kongres AS, Rusia adalah negara paling maju dalam pengembangan rudal hipersonik. Bulan lalu, Moskwa mengklaim dua kali menembakkan rudal hipersonik Kinzhal terbarunya untuk mencapai sasaran di Ukraina. Pejabat Rusia mengatakan, Kinzhal yang dibawa jet MiG-31 terbang dengan kecepatan 10 kali kecepatan suara.
Rusia juga mengklaim telah berhasil melakukan serangkaian coba rudal hipersonik, termasuk rudal hipersonik Zirkon, dari kapal selam di bawah permukaan laut. Tahun lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mendesak produsen senjata negara itu mengembangkan rudal hipersonik yang lebih canggih untuk mempertahankan keunggulan negara dalam teknologi militer.
Selain itu, Militer Rusia mengatakan, sistem Avangard-nya mampu terbang 27 kali lebih cepat dari kecepatan suara. Avangard dapat membuat manuver tajam dalam perjalanannya ke target untuk menghindari perisai rudal musuh.
Sementara China juga semakin agresif mengembangkan teknologi serupa. Pada Oktober lalu, Jenderal Mark Milley, Ketua Kepala Staf Gabungan AS, mengonfirmasi bahwa China telah melakukan uji coba sistem senjata hipersonik sebagai bagian dari upaya agresifnya untuk memajukan teknologi luar angkasa dan militer.
China dilaporkan telah menguji coba rudal hipersonik berkemampuan nuklir yang mengelilingi Bumi tahun lalu. Namun, China mengatakan itu bukan rudal hipersonik, melainkan ”uji coba pesawat ruang angkasa rutin”. (AFP/AP/REUTERS)