Indonesia Tegaskan Sikap Imparsial, Biden Minta Ukraina Diundang
Dalam memimpin G20, Indonesia bersikap imparsial meski ada desakan agar tak mengikutsertakan Rusia di forum G20. Presiden AS Joe Biden menyatakan, jika permintaan agar Rusia didepak tak disetujui, Ukraina perlu diundang.
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia selaku Presiden G20 tahun ini tidak bisa memenuhi keinginan sejumlah pihak untuk mengucilkan salah satu anggota G20, termasuk Rusia. Dalam posisinya sebagai Presiden G20, Indonesia harus bersikap imparsial serta memutuskan akan tetap mengundang Rusia dan delegasinya dalam forum G20.
Hal itu ditegaskan Co-Sherpa G20 Indonesia Dian Triansyah Djani kepada wartawan di Jakarta, Kamis (24/3/2022). ”Kami, Indonesia, sebagai Presiden G20 akan bertindak imparsial dan berupaya mencari solusi terhadap semua persoalan. Hal ini telah dan selalu dilakukan pada masa keketuaan RI di sejumlah forum dan lembaga,” kata Dian.
Baca juga: Presidensi G20: Netral Salah, apalagi Memihak
Sumber pejabat G7 yang dikutip kantor berita Reuters, Selasa (22/3/2022), menyebutkan, posisi Rusia sebagai anggota G20 dipersoalkan Amerika Serikat dan sekutunya terkait serangan Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari lalu. Isu itu diperkirakan termasuk yang dibahas dalam lawatan Presiden AS Joe Biden ke Eropa, pekan ini. Kremlin menuduh AS menekan negara-negara lain agar Rusia didepak dari G20.
Dalam konferensi pers saat menghadiri pertemuan puncak Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Brussels, Belgia, Kamis (24/3/2022), Biden mendukung upaya mendepak Rusia dari G20 terkait langkah negara itu menginvasi Ukraina. ”Saya menyuarakan kemungkinan (pendepakan Rusia). Jika hal itu tidak bisa dilakukan, jika Indonesia dan negara-negara lain tidak setuju, dalam pandangan saya, kami harus meminta agar Ukraina bisa menghadiri juga,” kata Biden, seperti dikutip kantor berita AFP.
Ukraina bukanlah anggota G20. Anggota G20 meliputi Afrika Selatan, Amerika Serikat (AS), Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, China, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Perancis, Rusia, Turki, dan Uni Eropa.
Baca juga: Indonesia Undang Semua Anggota G20
Seperti diberitakan, Indonesia telah mengundang semua negara anggota G20, termasuk Rusia, pada pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 di Washington DC, AS, 20 April mendatang. Soal pertemuan di Washington DC itu, Dian mengatakan, kegiatan tersebut sudah terjadwal sejak lama.
”Pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G20 selalu dilaksanakan back to back dengan pertemuan musim semi Bank Dunia dan IMF (Dana Moneter Internasional). Biasanya substansi yang dibicarakan pada pertemuan G20 akan jadi acuan pada pertemuan IMF dan Bank Dunia,” ujarnya.
Pertemuan di Washington DC itu tak lain pertemuan tingkat menteri G20 pertama sejak serangan Rusia ke Ukraina per 24 Februari. Forum itu akan menjadi barometer Presidensi G20 Indonesia 2022, termasuk sikap RI dan respons anggota-anggota G20 terhadap keputusan Indonesia menyusul krisis di Ukraina.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Georgievna Vorobieva mengatakan, selama diundang, Rusia memastikan akan hadir di semua kegiatan G20. Presiden Rusia Vladimir Putin siap hadir dalam pertemuan puncak G20 di Bali, 15-16 November 2022. Tanggal pertemuan puncak tersebut telah ditetapkan. Namun, undangan untuk pertemuan itu belum disebar.
Baca juga: Rusia Apresiasi Keputusan Indonesia
Soal penyelenggaraan G20, Perdana Menteri Australia Scott Morrison, di Canberra, Kamis (24/3/2022), menyatakan prihatin jika Putin diundang dalam KTT G20. ”Gagasan untuk duduk bersama dengan Vladimir Putin saat AS dalam posisi akan menyatakan dia (Putin) melakukan kejahatan perang di Ukraina, bagi saya adalah tindakan terlalu jauh,” ujar Morrison kepada wartawan.
Dian mengatakan, dirinya dan Pemerintah RI tidak dalam posisi mengomentari pernyataan negara lain, seperti yang diutarakan Morrison atau pemimpin lainnya. Sebagai negara berdaulat, ujarnya, RI memiliki sikap sendiri yang mendasari prinsip politik luar negerinya.
Mantan Duta Besar RI untuk PBB itu menambahkan, dalam bertindak, Indonesia selalu berkonsultasi dengan semua anggota G20. Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan pejabat RI lain telah berbicara dengan semua negara anggota G20.
Sudah tepat
Pengamat politik internasional dari Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Fisipol, Universitas Gadjah Mada, Luqman-nul Hakim, menilai, sikap RI mengundang semua negara G20 sudah tepat. Sebagai pemegang kepresidenan G20, RI harus netral dan secara normatif kita masih mendasarkan pada prinsip bebas aktif.
”Ini juga penting agar G20 tetap menjadi forum kerja sama dan multilateral. Bukan grouping negara-negara yang menginstrumentalisasi G20 untuk menghukum Rusia. Sebagai ketua (G20), tidak ada dasar untuk tidak mengundang Rusia,” kata Luqman-nul.
Baca juga: Morrison Enggan Duduk Satu Meja dengan Putin
Menurut Luqman-nul, peran Rusia juga tetap penting untuk mendiskusikan isu-isu ekonomi, terutama dampak ekonomi terkait perang ini. Bahkan, Uni Eropa pun masih mempertimbangkan akan ikut mengembargo minyak bumi dari Rusia atau tidak. Situasi ini memang sulit dan mengundang Rusia memang bisa memicu beberapa negara menarik diri untuk hadir dan tugas kepemimpinan Indonesia-lah yang harus mengatasi itu.
Jika nanti beberapa negara memutuskan tidak hadir, lanjut Luqman-nul, itu konsekuensi saja. Memang akan berdampak pada citra kepemimpinan Indonesia, tetapi tidak mencederai prinsip politik luar negeri Indonesia dan tugas Indonesia sebagai pemegang kepresidenan G20. Forum G20 tidak mengikat secara hukum, lebih pada kerja sama dan penyusunan norma. Isu-isu utama dibahas melalui berbagai kelompok kerja.
Perlu telaah konsekuensi
Kepala Pusat Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global pada Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia Mohamad Dian Revindo menambahkan, setelah membuat keputusan mengundang Rusia, Indonesia perlu menelaah secara mendalam konsekuensinya.
Ia mengingatkan, aktor-aktor dalam G20 bukan hanya AS dan sekutunya serta Rusia. Ada Arab Saudi, Afrika Selatan, China, dan yang terbukti punya kepentingan masing-masing. ”Meski G7 penting, faktanya kini perekonomian global terus berkembang di luar tujuh negara terkaya itu. Lebih dari 80 persen populasi global justru tinggal di luar G7,” ujarnya.
Sementara itu, dalam Sidang Parlemen Dunia (IPU) Ke-144 di Kabupaten Badung, Bali, Kamis, parlemen dunia mendorong penyelesaian perang di Ukraina secara damai melalui dialog dan diplomasi. Dalam resolusi sidang disebutkan bahwa IPU akan membentuk satuan tugas untuk menjembatani dialog antara Rusia dan Ukraina.
Ketua DPR Puan Maharani menjelaskan, RI berperan penting dalam penyusunan resolusi berjudul ”Resolusi Damai untuk Perang di Ukraina, Penghormatan terhadap Hukum Internasional, Piagam PBB, dan Integritas Wilayah” itu. ”Indonesia juga telah meyakinkan IPU untuk menyepakati pembentukan satuan tugas untuk mendorong terciptanya solusi damai atas konflik Rusia-Ukraina,” ujarnya.
Selain tergabung dalam komite penyusun draf, sejak awal DPR telah menekankan peran sentral IPU untuk mencari solusi masalah Ukraina secara berimbang dengan mengedepankan penghormatan terhadap hukum internasional, integritas dan kedaulatan wilayah, penghentian konflik, penggunaan dialog dan diplomasi, serta bantuan kemanusiaan.
Tak hanya mengusulkan pembentukan satuan tugas, kata Puan, Indonesia juga memastikan agar kerja satuan tugas tersebut ramah jender. Hal itu mewujud dalam usulan Forum Parlemen Perempuan IPU yang dipimpin delegasi Indonesia, yakni meminta proporsi keanggotaan satuan tugas yang terdiri atas 50 persen perempuan.
Irine Yusiana Roba Putri, pemimpin Forum Parlemen Perempuan IPU, mengatakan, perempuan dan anak selalu menjadi korban paling rentan dalam perang. Oleh karena itu, penting untuk menempatkan perempuan sebagai agen untuk membangun perdamaian dan kestabilan dunia. ”Tidak ada resolusi konflik (yang berhasil) dan tidak ada perdamaian abadi tanpa keterlibatan perempuan sebagai pengambil keputusan,” katanya.
Presiden IPU Duarte Pacheco mengatakan, perang di Ukraina telah membuat rakyat menderita. Parlemen dunia harus mencari cara untuk mengakhiri konflik tersebut dengan dialog dan diplomasi. ”Kami akan segera membentuk satuan tugas dengan perwakilan dari semua kelompok geopolitik untuk (membuka dialog ke) Rusia dan Ukraina. Perang harus berhenti sekarang,” katanya.