Jalur kemanusiaan vital di tengah perang yang masih berkecamuk di Ukraina. Indonesia dan komunitas internasional meminta Rusia-Ukraina untuk menyediakan fasilitas tersebut.
Oleh
KRIS MADA
·6 menit baca
Jakarta, KompasMeski evakuasi sudah selesai, Pemerintah Indonesia berharap para pihak dalam perang Rusia-Ukraina terus berkomitmen menyediakan jalur kemanusiaan dan mendorong dialog. Perang yang berlangsung hampir sebulan itu telah membuat hingga 12 juta orang terpaksa mengungsi di dalam dan luar Ukraina.
Pada Senin (21/3/2022) sore, 12 warga Indonesia yang dievakuasi dari Ukraina tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Mereka dijemput tim Kementerian Luar Negeri Indonesia yang dikirim ke Ukraina. ”Ini rombongan terakhir evakuasi, terdiri dari 9 (yang dievakuasi) dari Chernihiv, 2 dari Dnipro, 1 mahasiswa dari Kiev. Ada satu warga asing yang merupakan keluarga warga Indonesia,” kata Direktur Perlindungan WNI pada Kemenlu RI, Judha Nugraha.
Evakuasi dari Chernihiv paling terakhir dilakukan. Setelah terjebak 22 hari di Chernihiv yang dikepung rapat pasukan Rusia, mereka baru bisa masuk Kiev pada 17 Maret. Sehari kemudian, pada dini hari, mereka tiba di Lviv lalu melanjutkan perjalanan ke Polandia.
Dengan pemulangan 12 orang itu, sudah tidak ada lagi warga Indonesia yang mau dievakuasi dari Ukraina. Warga Indonesia yang masih tinggal di negara itu, 23 orang, memang memilih bertahan di sana bersama keluarganya.
Judha mengatakan, warga Indonesia yang tetap di Ukraina diharapkan rutin berkomunikasi dengan KBRI Kiev. Sampai sekarang, KBRI Kiev tetap beroperasi dengan staf yang dikurangi. Sebagian staf KBRI Kiev kini berada di Lviv, kota Ukraina yang menjadi simpul pengungsian ke Polandia.
Saat ini, masih ada jutaan warga Ukraina terperangkap di zona perang. Bersama mereka, 23 warga Indonesia yang memilih bertahan karena alasan keluarga. Oleh karena itu, Indonesia bersama komunitas internasional mendorong penyediaan koridor kemanusiaan dan dialog di antara perwakilan Rusia dan Ukraina.
Jalur kemanusiaan penting karena Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Pengungsi menyebut, sudah lebih dari 3,5 juta warga Ukraina mengungsi ke luar negeri. Sementara sedikitnya 6 juta lain mengungsi di dalam Ukraina.
Staf khusus Presiden Ukraina, Mikhailo Podolyak, menyebutkan, hingga 12 juta orang Ukraina kehilangan tempat tinggal. Kini, mereka mengungsi di berbagai tempat di Ukraina. ”Butuh bukti apalagi untuk menyebut ini bencana kemanusiaan global,” ujarnya.
Ia juga menyebut, perundingan tetap akan fokus pada gencatan senjata dan penarikan pasukan Rusia dari Ukraina. Kiev juga meminta jaminan keamanan secara terperinci dan mengikat.
Kiev sudah menandatangani sejumlah dokumen soal jaminan keamanan. Semua dokumen itu gagal mencegah Rusia menyerbu Ukraina mulai 24 Februari 2022. Kecuali Lviv dan Odessa, nyaris semua kota utama Ukraina sudah dikepung erat oleh pasukan Rusia.
Ketua Juru Runding Rusia Vladimir Medinsky mengatakan, Kiev dan Moskwa terus berunding melalui telekonferensi video. Moskwa terus berusaha mengupayakan status netral dan pelucutan Ukraina. Delegasi Kiev-Moskwa juga mengupayakan pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Moskwa memastikan, pertemuan hanya akan terjadi jika kesepakatan Rusia- Ukraina sudah pasti terjadi. Jika tidak, pertemuan kedua pemimpin itu tidak akan terwujud.
Meski upaya perundingan terus berlanjut, baku tembak juga tidak berhenti. Sebagaimana dilaporkan Aljazeera dan AFP, pasukan Rusia mulai mengintensifkan pengeboman ke Odessa.
Juru bicara Dewan Keamanan Odessa, Serhiy Bratchuk, menyebutkan, rudal dan roket Rusia semakin banyak menghancurkan berbagai bangunan dan fasilitas umum di kota itu. Permukiman penduduk di pesisir juga berkali-kali disasar Rusia.
Sementara menurut Ria Novosti dan Izvestia, milisi dan tentara Ukraina melepaskan ranjau laut untuk mencegah tentara Rusia mendekati pelabuhan dan pantai Odessa. Moskwa memperingatkan, arus Laut Hitam bisa menghanyutkan ranjau-ranjau itu hingga ke Turki yang terletak di sisi selatan Laut Hitam.
Kejatuhan Odessa akan menjadi lambang kekalahan yang menyakitkan bagi Ukraina,” kata analis lembaga keamanan maritim itu.
Analis pada Dryad Global, Anne Debie, mengatakan bahwa Kiev pasti akan mati-matian mempertahankan Odessa. Sebagai salah satu dari dua kota utama yang praktis belum terkepung, Odessa juga menjadi satu-satunya pelabuhan Ukraina yang belum dikuasai Rusia.
Lebih dari separuh ekspor-impor Ukraina selama ini melalui Odessa. ”Kejatuhan Odessa akan menjadi lambang kekalahan yang menyakitkan bagi Ukraina,” kata analis lembaga keamanan maritim itu.
Pelabuhan lain milik Ukraina praktis sudah jatuh ke tengah Rusia. Kapal perang dilaporkan Rusia mulai menurunkan pasokan dan kendaraan perang di Pelabuhan Berdyansk. Pelabuhan di tepi Laut Azov itu terletak di antara Melitopol dan Mariupol, Ukraina. Ada pun Mariupol sudah sudah lebih dari dua pekan dibom dan dikepung Rusia. Kota pelabuhan di Laut Azov juga dikepung tentara Rusia bersama milisi Donetsk.
Rusia telah meminta milisi dan tentara Ukraina di Mariupol menyerah dan keluar dari kota itu dengan aman. Moskwa memberi waktu sampai Senin pagi bagi Kiev untuk memenuhi permintaan itu. Wakil Perdana Menteri Ukraina, Iryna Vereshchuk, menegaskan bahwa Kiev tidak pernah membahas opsi menyerah di Mariupol atau bagian lain di Ukraina. “Situasi memang sulit. Akan tetapi, usulan itu (tentara menyerah di Mariupol), pasti kami tolak,” kata dia.
Sementara Wali Kota Kiev, Vitali Klitschko, kembali mengumumkan jam malam di ibu kota Ukraina itu. Pekan lalu, jam malam juga diberlakukan dua hari. Kini, jam malam diberlakukan sejak Senin sore hingga Kamis pagi. “Kami meminta warga tinggal di rumah atau tempat perlindungan jika sudah mendengar sirene,” kata dia.
Kepungan terhadap Kiev semakin rapat dan jalan keluar dari kota itu semakin terbatas. Sebagian jalan tertutup oleh kendaraan dan peralatan perang Rusia maupun Ukraina yang hancur oleh berbagai pertempuran. Sebagian jalan tertutup oleh perintang yang dipasang Ukraina untuk menghambat laju pasukan Rusia.
Amerika Serikat dan sekutunya menduga, Rusia tidak lagi berusaha menduduki Kiev. Moskwa memilih berkonsentrasi menguasai wilayah di antara Donbass hingga Odessa di selatan dan Kharkiv hingga Chernobyl di utara.
Penguasaan wilayah itu memastikan Rusia bisa menguasai daratan dan jalur logistik dari Donbas hingga ke fasilitas penting utara dan selatan Ukraina. Ada pun aneka fasilitas di Ukraina tengah terus dibombardir Rusia.
Di Kiev, pusat perbelanjaan nyaris habis sama sekali setelah diledakkan rudal Rusia. Moskwa menuding, pusat perbelanjaan itu menjadi tempat penyimpanan senjata. Sementara Kiev mengatakan, pusat perbelanjaan itu menjadi tempat perlindungan warga.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan, serangan itu menunjukkan Rusia perlu terus ditekan. Kiev mendesak komunitas internasional mengetatkan dan menambah sanksi untuk Rusia.
Sejauh ini, Jerman termasuk yang keberatan menambah sanksi untuk Rusia. Berlin beralasan, tidak akan tersedia cukup gas alam untuk pemanas dan pembangkit listrik pada musim dingin mendatang jika impor dari Rusia dihentikan sekarang. Meski sudah mendekati Qatar, Jerman masih masih membutuhkan impor dari Rusia sampai beberapa waktu ke depan.
PM Polandia Mateusz Morawiecki mengatakan, desakan mengetatkan sanksi harus semakin gencar dilakukan. Pihak-pihak yang masih keberatan menjatuhkan sanksi harus ditekan. Ia berharap, Presiden AS Joe Biden memprioritaskan isu itu dalam lawatan ke Eropa akhir pekan ini. (AFP/REUTERS/RAZ)