Sanksi untuk Rusia : Dari Kucing Sampai Tchaikovsky
Akumulasi sanksi yang ditanggung Rusia menyasar 5.532 target. Belum pernah terjadi sebelumnya, satu negara dihantam tsunami sanksi sedahsyat dan sekalap ini.

Presiden Rusia Vladimir Putin melambaikan tangan menyapa rakyatnya dalam peringatan tahun ke-8 referendum status Crimea and Sevastopol serta "kembalinya" wilayah itu ke Rusia. Acara yang dihadiri lebih dari 200.000 warga itu digelar di Moskwa, Rusia, Jumat (18/3/2022). (Ramil Sitdikov/Sputnik Pool Photo via AP)
Sanksi ke Rusia, belakangan bahkan meluber ke mana-mana dan semakin absurd. Urusan kucing saja ikut-ikutan kena sanksi. Pada awal Maret, Federasi Kucing Internasional atau Fédération Internationale Féline atau FIFe mengeluarkan pengumuman seputar larangan kucing Rusia yang berlaku efektif selama periode 1 Maret–31 Mei 2022.
Pengumuman berisi dua poin. Pertama, tidak ada kucing hasil pengembangbiakan di Rusia yang boleh diimpor dan didaftarkan dalam buku silsilah FIFe mana pun di luar Rusia, terlepas dari organisasi mana yang mengeluarkan silsilahnya.
Baca juga : Hujan Sanksi untuk Rusia Bisa Jadi Bumerang pada Perekonomian Global
Kedua, kucing milik peserta pameran yang tinggal di Rusia tidak boleh diikutsertakan di acara FIFe mana pun di luar Rusia, terlepas dari organisasi mana peserta pameran ini memegang keanggotaan mereka.
Tak cukup kucing, komposisi karya komposer Rusia, Pyotr Tchaikovsky (7 May 1840–6 November 1893), pun ikut-ikutan kena getahnya. The Cardiff Philharmonic Orchestra menghapus salah satu komposisi Tchaikovsky dari repertoarnya. Langkah serupa kemudian diikuti Chubu Philharmonic Orchestra Jepang.

Seorang warga membawa barang-barang yang baru saja dibeli di area parkir depan Leroy Merlin di Kota Klimovsk, Rusia, 19 Maret 2022. Korporasi asal Perancis itu tetap beroperasi seperti biasa meskipun negara-negara Barat menjatuhkan sanksi kepada Rusia. (Photo by AFP)
Tak ingin ketinggalan, Royal Opera House London membatalkan acara Bolshoi Ballet Moskow. Carnegie Hall New York membatalkan pertunjukan oleh konduktor orkestra Valery Gergiev dan pianis Denis Matsuev. Keduanya adalah warga negara Rusia.
Penyanyi opera terkenal Anna Netrebko juga dilarang tampil. Sementara konduktor Tugan Sokhiev mengundurkan diri dari sebuah orkestra di Toulouse dan opera Bolshoi setelah ditekan untuk mengutuk serangan Rusia di Ukraina. Keduanya juga warga negara Rusia.
Baca juga : Sanksi Internasional Kian Menyulitkan Warga Rusia
Bahkan, di Indonesia yang tidak termasuk negara yang menerapkan sanksi ke Rusia pun, rembetan larangan hal-hal terkait Rusia pun sudah mulai terasa. Program Russia Today (RT), misalnya, sudah hilang dari First Media. Entah ini ada kaitannya atau tidak dengan sanksi Uni Eropa yang memblokir siaran RT dan Sputnik di kawasan itu.
Hal yang pasti, sejak awal Maret, tidak ada lagi program RT di program televisi berbayar itu. ”Mohon maaf untuk sementara kami tidak dapat menyiarkan saluran ini karena situasi geopolitik. Siaran ini sedang mengalami masalah penyiaran.” Demikian keterangan tertulis First Media setiap kali terhubung dengan saluran RT.

Warga berjalan melewati reatil yang sepi di jalan Tverskaya di pusat kota Moskwa, 16 Maret 2022. Menyusul serangan Rusia ke Ukraina per 24 Februari 2022, Amerika Serikat dan negara sekutu menggelontorkan sanksi ke Rusia. Salah satu dampaknya, sejumlah korporasi global hengkang dari Rusia. (Photo by AFP)
Saat ini, Rusia menjadi negara dengan sanksi terbanyak di dunia. Berdasarkan lembaga pengolah data, Castellum, sampai dengan 22 Februari 2022, sebanyak 2.754 target terkena sanksi. Setelah 22 Februari, ada tambahan sanksi baru menyasar 2.778 target hanya dalam waktu dua pekan.
Dengan demikian, akumulasi sanksi terhadap Rusia saat ini menyasar 5.532 target. Rusia kini menjadi negara dengan target sanksi terbanyak di dunia melampaui Iran (3.616 target), Suriah (2.608 target), Korea Utara (2.077 target), Venezuela (651 target), Myanmar (510 target), dan Kuba (208 target).
Baca juga : Dilema Sanksi Ekonomi Rusia
Sejak 2014, AS adalah negara yang paling banyak menjatuhkan sanksi kepada Rusia. Akumulasi sasaran sanksi mencapai 1.194 target. Berikutnya adalah Kanada (908 target), Swiss (824 target), Perancis (760 target) dan negara Uni Eropa lainnya (766 target), Australia (633 target), Inggris Raya (271 target), serta Jepang (176 target).
Sanksi yang digelontorkan sejak serangan Rusia ke Ukraina per 24 Februari 2022 bentuknya beragam. Di antaranya pembatasan dan larangan perdagangan, pengenaan tambahan tarif pajak, pemblokiran akses keuangan, larangan investasi, serta larangan terbang dan perjalanan. Ada pula pemblokiran media hingga larangan penerbangan.

Foto yang diambil per 17 Maret 2022 ini menunjukkan tangki penyimpanan minyak Lukoil di terminal Pelabuhan Rosenets dekat Kota Burgas, Bulgaria. Perdana Menteri Bulgaria, Kiril Petkov, 8 Maret, mengatakan, Bulgaria tidak dapat mendukung larangan impor minyak dan gas Rusia sebagai bagian dari sanksi negara-negara Barat terhadap Moskow atas invasi ke Ukraina. Bulgaria menerima 77 persen gas alamnya dari Gazprom Rusia. Satu-satunya kilang minyaknya, yang terbesar di Balkan, dimiliki oleh Lukoil Rusia. (Photo by Nikolay DOYCHINOV / AFP)
Di bidang perdagangan, AS dan sekutu menerapkan antara lain larangan ekspor berbagai produk ke Rusia, termasuk barang mewah serta bahan baku dan teknologi persenjataan. Larangan impor berbagai produk Rusia juga diterapkan di negara-negara itu. Salah satunya adalah minyak dan gas bumi yang menjadi sumber pendapatan utama Rusia. Sertifikasi Nord Stream 2, jaringan penyaluran gas dari Rusia ke Jerman, juga ditunda.
Di bidang investasi, ada larangan untuk investor Barat masuk ke Rusia, baik investasi langsung maupun portofolio. Untuk portofolio, misalnya, ada larangan pembelian surat berharga negara atau swasta Rusia di pasar primer maupun sekunder.
Baca juga : Tujuh Salah Kaprah tentang Sanksi Ekonomi
Sanksi di sektor keuangan merupakan salah satu yang terberat. Negara-negara Barat telah membekukan aset-aset negara yang dikelola Bank Sentral Rusia senilai 630 miliar dollar AS. Pembekuan aset juga berlaku untuk target individu. Sanksi telak adalah pemutusan akses bank-bank Rusia, dari SWIFT, sistem notifikasi dan transfer dalam keuangan internasional. Bank Sentral Rusia termasuk sasarannya.
Ada pula larangan terbang untuk seluruh maskapai penerbangan Rusia di wilayah udara AS, Inggris, Uni Eropa, dan Kanada. Inggris juga melarang jet privat yang disewa warga negara Rusia. Perjalanan politisi, pejabat, dan oligarki Rusia termasuk dilarang.
Apakah sanksi akan menghentikan serangan Rusia ke Ukraina. Hanya Presiden Rusia Vladimir Putin yang tahu.
Apakah sanksi akan menghentikan serangan Rusia ke Ukraina. Hanya Presiden Rusia Vladimir Putin yang tahu. Namun, banyak kalangan pesimistis. Hal yang pasti, semakin lama tsunami sanksi memukul Rusia, semakin berat pula dampaknya terhadap perekonomian berbagai negara, termasuk rakyat Rusia.
Ingat, Rusia merupakan salah satu negara utama pemasok minyak dan gas bumi, serta komoditas global. Sanksi terhadap Rusia sudah pasti menyebabkan meroketnya harga minyak dan gas bumi. Demikian pula dengan harga berbagai komoditas. Situasi ini akan mengatrol inflasi di banyak negara. Ujung- ujungnya, pertumbuhan ekonomi global tahun ini akan tergerus.

Polisi bersiaga di depan Kedutaan Rusia di London, Inggris, 18 Marert 2022. Sejumlah plakat berisi dukungan untuk Ukraina ditaruh warga di depan Kedutaan Rusia tersebut. Inggris pada Kamis pekan lalu, mengumumkan menunda perjanjian berbagi informasi pajak sebagai salah satu bentuk sanksi kepada Rusia atas serangan ke Ukraina per 24 Februari 2022. (Photo by Daniel LEAL / AFP)
Dalam hubungan internasional, sanksi bisa didefinisikan sebagai instrumen kebijakan luar negeri nirmiliter guna mencapai tujuan entitas pemberi sanksi. Dari aspek pemberi, sanksi bisa dibagi ke dalam dua kategori. Pertama, sanksi lewat mekanisme Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kedua, sanksi tidak melalui mekanisme PBB alias sepihak oleh suatu negara atau sekelompok negara.
Sanksi melalui mekanisme PBB didasarkan pada Pasal 41 Bab VII Piagam PBB. Hanya Dewan Keamanan PBB yang bisa mengamanatkan penerapan sanksi yang mengikat untuk diterapkan oleh seluruh negara anggota PBB. Namun, tanpa restu Majelis Umum PBB, penerapan sanksi bersifat sukarela.
Baca juga : Penyelesaian Konflik Rusia-Ukraina
Sejak 1966, Dewan Keamanan PBB telah menetapkan sanksi terhadap 30 rezim. Rezim tersebut meliputi Rhodesia Selatan, Afrika Selatan, bekas Yugoslavia (2), Haiti, Irak (2), Angola, Rwanda, Sierra Leone, Somalia dan Eritrea, Eritrea dan Ethiopia, Liberia (3), DRC, Pantai Gading, Sudan, Lebanon, DPRK, Iran, Libya (2), Guinea-Bissau, CAR, Yaman, Sudan Selatan dan Mali, serta ISIL (Da'esh), Al-Qaida, dan Taliban.
Bentuk sanksinya bervariasi. Misalnya adalah sanksi ekonomi dan perdagangan, embargo senjata, larangan perjalanan, dan pembatasan keuangan atau komoditas. Sanksi yang diterapkan Dewan Keamanan sejauh ini ditujukan untuk mendorong transisi damai, mencegah perubahan non-konstitusional, membatasi terorisme, melindungi hak asasi manusia, dan mempromosikan non-proliferasi.
Majelis Umum meminta Dewan Keamanan, dengan dukungan Sekretaris Jenderal, untuk memastikan bahwa prosedur yang adil dan jelas tersedia untuk pengenaan dan pencabutan tindakan sanksi.
Saat ini, masih terdapat 14 rezim yang dijatuhi sanksi oleh PBB. Fokusnya untuk mendukung penyelesaian politik konflik, non-proliferasi nuklir, dan kontra-terorisme. Penerapan saksi diatur oleh komite sanksi yang diketuai oleh anggota tidak tetap Dewan Keamanan. Ada 10 kelompok pemantau, tim dan panel yang mendukung kerja 11 dari 14 komite sanksi.
Dewan menerapkan sanksi dengan kesadaran yang terus meningkat terhadap hak-hak mereka yang menjadi sasaran. Dalam deklarasi KTT Dunia 2005, Majelis Umum meminta Dewan Keamanan, dengan dukungan Sekretaris Jenderal, untuk memastikan bahwa prosedur yang adil dan jelas tersedia untuk pengenaan dan pencabutan tindakan sanksi.

Warga berjalan di Lapangan Merah saat cuaca cerah di Moskwa, Rusia, 20 Maret 2022. (Photo by STRINGER / AFP)
Sanksi sepihak semakin marak dilakukan setelah Perang Dunia II. Sanksi menjadi semakin populer sebagai instrumen kebijakan politik luar negeri mulai era 1990-an. Merujuk The Atlantic, AS menjadi negara paling banyak menjatuhkan sanksi.
Saat ini, sanksi AS menyasar hampir 8.000 target di seluruh dunia. Pada masa kepresidenan Bill Clinton, misalnya, berbagai sanksi oleh AS berdampak pada sekitar 40 persen dari populasi dunia atau 2,3 miliar orang.
Baca juga : Hanya China yang Bisa Menghentikan Serangan Rusia?
Penggunaan sanksi banyak dikritik. Salah satu jurnal yang diterbitkan Departemen Ilmu Politik Universitas Mississippi menyebutkan, sanksi ekonomi merupakan instrumen tumpul yang sering digunakan oleh komunitas internasional tanpa mempertimbangkan penduduk negara-negara sasaran, terutama masyarakat miskin.
Studi kasus sanksi terhadap Kuba, Irak, dan Yugoslavia telah menunjukkan dampak sanksi terhadap ketersediaan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Artinya, rakyatlah yang paling menderita akibat sanksi.