Perang di Ukraina memberi sedikit jeda atas tekanan terhadap pemerintahan Presiden AS Joe Biden. Perang di daratan Eropa itu juga membuat perusahaan-perusahaan produsen persenjataan AS memanen banyak laba.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
CS / CS
Presiden AS Joe Biden (tengah) mendapat aplaus dari Wakil Presiden Kamala Harris dan para pemimpin Kongres setelah menandatangani Consolidated Appropriations Act di Ruang Traktat India di Gedung Kantor Eksekutif Eisenhower di Washington DC, AS, 15 Maret 2022.
Perang Rusia-Ukraina meletus sepekan sebelum rangkaian pemilu sela Amerika Serikat dimulai. Perang itu sedikit mengalihkan kemarahan warga kepada Presiden AS Joe Biden dan Partai Demokrat yang mendukungnya. Namun, perang itu bukan masalah utama bagi banyak warga AS.
Pemilu sela AS dimulai dengan pemilihan pendahuluan di Texas pada 1 Maret 2022. Hampir sepekan sebelumnya, tentara Rusia mulai menyerbu Ukraina. Jajak pendapat sepanjang Maret 2022 menunjukkan, lebih dari separuh warga AS mengikuti perkembangan perang itu.
Ini kontras dengan situasi sebelum perang. Sebagaimana tecermin dalam jajak pendapat oleh Gallup, YouGov, hingga Quinnipiac University, hampir tidak ada perhatian warga AS pada masalah Ukraina sepanjang Februari 2022.
Peneliti senior Gallup, Frank Newport, mengungkap bahwa bulan lalu warga AS lebih cemas pada terorisme yang menyasar jaringan internet. Mereka juga lebih cemas pada Iran dan Korea Utara. Pada Maret 2022, warga AS mulai lebih intensif menyimak isu Ukraina.
Kondisi itu tidak lepas dari pemberitaan isu Ukraina yang semakin intensif. Bahkan, perdebatan para politisi AS juga semakin banyak mengarah ke sana. Republikan tetap menyalahkan Biden atas perang itu. Senator Republikan dari Texas, Ted Cruz, menyebut Rusia tak akan berani menyerbu Ukraina jika AS sejak lama memutus akses Moskwa pada pasar energi global. Ekspor energi memberikan hingga 40 persen cadangan devisa Rusia.
Mantan anggota DPR dari Demokrat, Tulsi Gabbard, juga ikut menyalahkan Pemerintahan AS. Menurut politisi Hawaii itu, perang tidak akan terjadi jika AS tidak memaksakan perluasan keanggotaan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Eropa Tengah dan Timur. Gabbard menggemakan alasan yang juga dilontarkan China dan tentu Rusia sebagai salah satu penyebab perang.
Popularitas
Newport mengatakan, perang berkali-kali menaikkan popularitas dan tingkat penerimaan kinerja presiden AS. Tingkat penerimaan George W Bush melonjak dari 51 persen ke 90 persen setelah peristiwa 11 September 2001. Popularitasnya terus melonjak setelah memerintahkan serangan ke Afghanistan. Adapun popularitas Jimmy Carter melonjak 22 persen setelah penyanderaan 50 warga AS di Teheran selepas Revolusi Iran 1979.
Namun, kini fenomena itu tidak bisa dinikmati Biden. The Economist menengarai, polarisasi politik menyebabkan popularitas dan tingkat penerimaan kinerja Biden tetap rendah. Jajak pendapat Gallup, YouGov, hingga Quinnipiac University menunjukkan tingkat penerimaan kinerja Biden bertahan di 42 persen.
TK / TK
Para pengunjuk rasa antiperang pimpinan Code Pink berunjuk rasa di luar Gedung Capitol di Washington DC, AS, 16 Maret 2022.
Pakar pemilu AS, Nathaniel Rakich, menyebut tingkat penerimaan itu pun sudah lebih baik dibandingkan pada Januari-Februari yang rata-rata di bawah 40 persen. ”Ukraina menyelamatkan Biden,” katanya.
Sebagaimana dilaporkan The Economist, tingkat kepuasan terhadap Biden terus tergerus. Warga kecewa karena Biden gagal mewujudkan berbagai janji kampanyenya. Mereka berpendapat, Biden bukan orang yang cakap menangani masalah AS, seperti dijanjikan selama kampanye.
Inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir, yang semakin naik, sejak perang Ukraina meletus menjadi salah satu penyebab ketidakpuasan itu. Gelombang lanjutan infeksi Covid-19 juga menjadi masalah lain.
Penarikan pasukan AS dari Afghanistan dipandang sebagai puncak ketidakcakapan Biden mengelola kebijakan luar negeri AS. Sekutu dan pesaing AS kompak mencemooh keputusan yang dinilai serampangan itu.
Pidato kenegaraan pertama Biden, menurut The Economist, gagal mengesankan warga. Padahal, pidato kenegaraan selalu menjadi kesempatan presiden AS untuk memikat warga. Pidato pertama Biden sangat penting karena disampaikan bersamaan dimulainya tahapan pemilu sela AS.
ST
Presiden AS Joe Biden memandang ke arah Ketua DPR AS Nancy Pelosi dan Wakil Presiden Kamala Harris seusai menyampaikan pidato kenegaraan pertamanya dalam sidang Kongres di Capitol, Washington DC, AS, 1 Maret 2022.
Banyak pihak khawatir, Demokrat akan kehilangan keunggulan di Washington selepas pemilu sela pada 8 November 2022. Lewat pemilu itu akan dipilih 39 gubernur, seluruh 435 anggota DPR, dan 35 dari 100 senator. Kini, 22 dari 50 gubernur negara bagian AS berasal dari Partai Demokrat. Demokrat juga mempunyai 50 senator dan 222 anggota DPR AS.
Praktis, kini Demokrat menjadi penguasa di semua cabang pemerintahan AS. Fakta itu justru memperburuk kesan warga pada Biden dan Demokrat. Banyak agenda pemerintahan Biden yang tak berjalan karena tidak mendapat cukup dukungan dari parlemen.
Ukraina, menurut Newport dan Rakich, memberi sedikit jeda atas tekanan terhadap Biden. Tentu tekanan itu tidak hilang seluruhnya. Hanya berganti bentuk. Banyak Republikan dan sebagian Demokrat menganggap Biden tidak cukup membantu Ukraina.
Di sisi lain, sebagaimana diungkap dalam berbagai jajak pendapat, lebih dari separuh warga AS tidak mau negaranya berperang dengan Rusia. Mereka setuju AS membantu Ukraina selama tidak mengirim pasukan ke sana.
Laba
Industri pertahanan AS paling bergembira dengan fenomena itu. Dalam tiga pekan perang, Washington telah mengumumkan paket bantuan pertahanan senilai total 1,35 miliar dollar AS untuk Kiev. Awalnya 350 juta dollar AS, lalu 200 juta dollar AS, dan terbaru 800 juta dollar AS. Washington juga menjanjikan bantuan kemanusiaan 250 juta dollar AS untuk Kiev.
Sebelum mengumumkan bantuan 1,35 miliar dollar AS itu, Washington telah mengucurkan bantuan pertahanan 2,5 miliar dollar AS untuk Kiev sejak 2014. Tentu saja Ukraina tidak menerimanya dalam bentuk uang tunai. Pemerintahan Barack Obama hingga Biden memakai dana itu untuk membeli aneka produk persenjataan buatan AS, lalu dikirimkan ke Ukraina.
KOMPAS
Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Rabu (16/3/2022), menandatangani rencana pemberian paket bantuan senilai $800 juta dollar yang mencakup berbagai perlengkapan militer seperti senjata dan alat pertahanan, untuk membantu Ukraina menghadapi invasi Rusia.
Industri pertahanan AS tidak hanya mendapat dana dari pesanan Washington. Finlandia membeli 64 jet tempur F-35 senilai 9,4 miliar dollar AS. Meski dikembangkan bersama NATO, AS adalah pemilik utama jet tempur itu.
Setelah Finlandia pada Februari 2022, giliran Jerman pada Maret 2022 akan membeli 35 jet tempur F-35. Berlin juga akan membeli sistem pertahanan udara. Selain itu, Jerman menjajaki pembelian helikopter dari Lockheed Martin atau Boeing.
Polandia menjajaki pembelian pesawat nirawak MQ-9. Warsawa juga berhasrat pada F-16 buatan AS. Sebelum itu, Polandia menyepakati pembelian 250 unit tank Abrams M-1 senilai 6 miliar dollar AS.
Negara-negara Eropa juga berminat pada Javelin dan Stinger. Javelin merupakan rudal panggul antitank. Adapun Stinger rudal panggul antipesawat. Saham produsen persenjataan AS dilaporkan terus naik sejak perang Ukraina meletus.
Pasokan senjata oleh AS dan sekutunya kepada Ukraina menjadi sasaran kritik China. “Apakah pasokan senjata AS membawa kestabilan dan keamanan di Ukraina? Jangan-jangan malah menyebabkan lebih banyak warga Ukraina tewas? Apakah orang Ukraina tidak lebih butuh makanan dan selimut dibandingkan peluru dan senjata? Mudah menjawab semua pertanyaan itu jika sedang waras,” tutur juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian. (AFP/AP/REUTERS)