Efek Perang Ukraina, AS Kebanjiran Pesanan Rudal-Pesawat Nirawak dari Eropa
Perang Rusia-Ukraina yang telah memorakporandakan Ukraina dan memicu krisis kemanusiaan di negara itu bakal membawa keuntungan bagi penjualan senjata Amerika Serikat ke Eropa.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·5 menit baca
Invasi militer Rusia yang memicu perang di Ukraina telah membuat negara-negara Eropa, terutama tetangga dekat Rusia, berupaya meningkatkan pertahanan mereka. Beberapa di antaranya telah mendekati pemerintah dan kontraktor senjata Amerika Serikat sambil menyodorkan daftar belanja senjata mereka.
Di dalam daftar belanja senjata itu, terdapat antara lain pesawat nirawak, jet tempur, rudal balistik, dan pertahanan rudal, seperti rudal antipesawat dan rudal antitank. Tampaknya mereka mengantisipasi kemungkinan ancaman Rusia, yang sewaktu-waktu bisa saja berlangsung sangat cepat dan drastis, seperti kini terjadi di Ukraina.
AS bakal mendapat berkah di tengah krisis ekonomi, energi, kerusakan fisik, dan krisis kemanusiaan yang mendera Ukraina dan kini telah mengganggu perdagangan dan suplai energi global. Tidak ada senjata yang murah, yang akan dibeli beberapa negara Eropa itu. Nilai totalnya bisa mencapai puluhan, bahkan ratusan triliun rupiah.
Finlandia tidak tanggung-tanggung juga telah membeli 64 jet tempur F-35 dan sistem senjatanya, pertengahan Februari lalu. Menurut kantor berita Reuters, harga yang disepakati Finlandia dengan Lockheed Martin ialah 9,4 miliar dollar AS atau sekitar Rp 135 triliun. Kantor berita AFP melaporkan, pesawat pertama akan dikirim ke Finlandia pada 2026 dan yang terakhir akan tiba pada tahun 2030.
Jerman telah memesan 35 jet tempur F-35 yang diproduksi Lockheed Martin Corp, perusahaan senjata canggih AS. Berlin kini di ambang penandatanganan kontrak kesepakatan dengan perusahaan itu. Tidak diketahui, berapa harga per unit yang disepakati. Tahun lalu Thailand membeli dengan harga 82 juta dollar AS per unit, turun dari 140 juta dollar AS.
Sumber di Washington DC menyebutkan, setelah menyepakati pembelian 35 unit F-35, Jerman kini membutuhkan sistem pertahanan terhadap rudal balistik. Jerman sudah berkomunikasi dengan pihak terkait di AS, sebagaimana disampaikan sumber yang mengetahui situasi terbaru tersebut.
Menurut Reuters, Kamis (17/3/2022), Jerman juga sedang meninjau sistem pertahanan rudal buatan AS, seperti Terminal High Altitude Air Defense (THAAD). Namun, THAAD belum menjadi prioritas untuk dibeli oleh Jerman.
Seorang politisi oposisi Jerman, misalnya, telah menanyakan tentang pembelian pencegat roket jarak pendek, yang disebut Iron Dome, untuk melindungi Berlin. Pengambilan keputusan tentang apa yang harus dibeli masih merupakan tahap awal. Seorang juru bicara Kementerian Pertahanan Jerman menolak berkomentar.
Jerman diperkirakan akan memutuskan untuk membeli helikopter baru dengan daya angkut paling besar tahun ini. Tentu saja itu akan menaikkan pengeluaran.
Ada dua pesaing untuk kesepakatan sekitar 4 miliar euro itu. Pertama adalah helikopter kargo angkut yang besar, CH-53K King Stallion, buatan Lockheed Martin. Kedua, Boeing CH-47 Chinook, sebuah helikopter bermesin ganda, tandem rotor, dan heavy-lift.
APBN Jerman 2022 telah ditetapkan sebesar 457 miliar euro. Anggaran itu pun belum termasuk rencana belanja pertahanan 100 miliar euro selama beberapa tahun mendatang. Di UE juga ada pembicaraan soal utang bersama senilai 2 triliun euro. Hasil penerbitan surat utang itu akan digunakan untuk membeli senjata dan memangkas ketergantungan energi UE kepada Rusia.
Dari Polandia dilaporkan, negara anggota aliansi militer Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) itu berkeinginan kuat membeli sistem pesawat niarawak Reaper canggih dari AS. Permintaan juga datang dari negara-negara Eropa Timur lainnya, yang beraliansi dengan NATO pimpinan AS.
Polandia ingin membeli beberapa pesawat nirawak MQ-9 Reaper yang dibuat oleh General Atomics, termasuk melalui prosedur khusus yang dipercepat. Letnan Kolonel Krzysztof Platek, juru bicara Badan Persenjataan Kementerian Pertahanan Polandia, mengatakan bahwa Warsawa nantinya juga mengincar pengadaan senjata lebih lanjut.
”Perintah ini merupakan jawaban atas... situasi keamanan, khususnya di Eropa Tengah dan Timur,” kata Platek, Rabu (16/3/2022).
Teruji di Ukraina
Negara-negara Eropa itu, menurut dua sumber yang mengetahui adanya permintaan tersebut, ingin memperoleh persenjataan yang telah berhasil digunakan Ukraina dalam melawan pasukan Rusia. Senjata yang ingin dibeli dari AS itu termasuk sistem pertahanan rudal antipesawat Stinger dan rudal antitank Javelin.
Saat ini negara-negara di Eropa memang ingin meningkatkan anggaran pertahanan untuk menopang prospek keamanan yang semakin tidak pasti. Jerman, Swedia, dan Denmark termasuk di antara negara-negara yang menjanjikan peningkatan tajam dalam belanja negara mereka.
Mara Karlin, Asisten Menteri Pertahanan AS, pekan lalu, mengakui bahwa sekutu-sekutu AS di Eropa telah ”menggandakan” pengeluaran pertahanan mereka. Karlin berbicara kepada wartawan setelah mengikuti sidang Kongres AS, di mana dia berbicara tentang ”agresi Rusia yang mengancam integritas teritorial Eropa”.
Di AS, setiap penjualan senjata oleh kontraktor atau produsen AS ke pemerintah asing memerlukan persetujuan otoritas negara. Terkait dengan hal itu, Administrasi Kerja Sama Keamanan Pertahanan Pentagon telah menggelar pertemuan mingguan dengan Tim Manajemen Krisis Eropa untuk meninjau permintaan khusus terkait situasi Ukraina.
Menghadapi tingginya permintaan dari sekutu-sekutu Eropa, Pentagon membentuk kembali tim khusus untuk mesponsnya. Hal itu bertujuan mempercepat persetujuan Pemerintah AS untuk penjualan dan transfer senjata yang diproduksi oleh kontraktor pertahanan Amerika.
”Departemen Pertahanan sedang menjajaki opsi mendukung kebutuhan Ukraina, dengan segera mengisi kembali inventaris AS, mengisi kembali stok sekutu dan mitra yang kosong,” ujar seorang pejabat senior Pentagon. Pentagon dan kontraktor, lanjut pejabat tersebut, sedang bekerja untuk ”mengurangi kendala rantai pasokan (dan) mempercepat jadwal produksi”.
Raytheon Technologies dan Lockheed Martin bersama-sama memproduksi sistem rudal antitank Javelin. Adapun sistem rudal antipesawat Stinger diproduksi oleh Raytheon. Potensi lonjakan penjualan semua jenis persenjataan sejak invasi 24 Februari telah mengangkat saham Lockheed 8,3 persen dan Raytheon 3,9 persen.
Lonjakan permintaan pasar Eropa Timur, atau Eropa umumnya, jelas membawa berkah bagi AS di tengah krisis yang mendera Ukraina. Eksekutif Raytheon Tom Laliberty mengatakan, perusahaannya menyadari ”kebutuhan mendesak untuk mengisi kembali persediaan Javelin dan Stinger yang habis”.
Setiap perubahan signifikan terhadap AS sebagai pemasok kemungkinan akan memicu reaksi balik dari industri pertahanan Eropa yang terfragmentasi. Bos Dassault Aviation awal Maret ini telah mengecam keputusan Jerman yang memesan F-35 dari AS.
Dassault Aviation mengatakan, keputusan Jerman melemahkan dukungan terhadap proyek-proyek kolaboratif, seperti pesawat tempur Future Combat Air System (FCAS), kerja sama Perancis-Jerman. FCAS dikembangkan Dassault dan Airbus.
Pemerintah AS telah menjanjikan akan membantu Ukraina dengan persenjataan yang lebih banyak. Presiden AS Joe Biden berjanji akan mengucurkan dana 800 juta dollar AS untuk Ukraina.
Biasanya, kesepakatan pertahanan AS membutuhkan negosiasi, persetujuan, dan pemeriksaan selama bertahun-tahun setelah negara-negara menghabiskan waktu hingga beberapa tahun untuk memutuskan kebutuhan mereka. Sementara situasi yang ditimbulkan oleh perang Rusia-Ukraina membutuhkan penguatan ekstra bagi keamanan negara-negara tersebut. (AFP/REUTERS)