Presiden Rusia Vladimir Putin memperingati tahun ke-8 ”kembalinya” Crimea dari Ukraina ke Rusia. Lewat acara melibatkan lautan massa, Putin sekaligus ingin menunjukkan patriotisme rakyat Rusia di belakangnya.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
MOSKWA, SABTU — Rusia memperingati pendudukan Semenanjung Crimea dalam sebuah acara megah di di Stadion Luzhniki, Moskwa, Rusia, Jumat (18/3/2022) sore waktu setempat. Presiden Rusia Vladimir Putin berpidato dalam perhelatan yang dihadiri setidaknya 200.000 orang itu.
Stadion yang pernah menjadi tempat penyelenggaraan Piala Dunia 2018 itu disesaki orang yang berdiri berhimpitan kala suhu tidak sampai 5 derajat celsius. Hadirin berkali-kali meneriakkan ”Rusia, Rusia, Rusia”. Sebagaimana dilaporkan Ria Novosti dan TASS, sebagian hadirin membawa poster dengan tulisan ”Z”. Berbagai kendaraan perang Rusia yang sedang berada di Ukraina juga ditulisi ”Z”. Ada pula poster bertuliskan ”Za Putina” atau ”Untuk Putin”.
Sejumlah lagu dimainkan untuk mengelorakan patriotisme Rusia. Sejumlah puisi dari penyair Rusia juga dideklamasikan, termasuk karya Fyodor Tyutchev. Penyair Rusia dari abad ke-19 itu dikenal sangat mendukung persatuan bangsa-bangsa Slav, yakni rumpun bangsa yang mendiami Eropa Tengah dan Eropa Timur.
Putin hadir dengan mengenakan jaket hitam yang melapisi baju hangat krem. Ia berpidato di tengah masa yang berulang kali meneriakkan namanya dan Rusia, serta bertepuk tangan. Lautan bendera Rusia berkibar di seluruh penjuru stadion. Massa yang tak bisa masuk ke stadion berhimpun di luar stadion.
”Di tanah kita, persatuan adalah takdir bersama. Inilah yang dipikirkan penduduk Crimea dan Sevastopol kala mereka mengikuti referendum pada 18 Maret 20214. Mereka tinggal dan terus mendiami tanah mereka, dan mereka ingin punya takdir yang sama dengan tanah airnya, Rusia. Mereka berhak untuk itu dan mendapatkannya. Mari memberi selamat kepada mereka karena ini hari penting mereka,” kata Putin sebagaimana disiarkan laman resmi Kantor Kepresidenan Rusia, Kremlin.ru.
Ia merujuk pada referendum yang dijadikan alasan Rusia menduduki Crimea pada 2014. Moskwa beralasan, referendum itu menunjukkan mayoritas penduduk Crimea ingin wilayah itu kembali bergabung dengan Rusia. Sampai 1954, Crimea memang bagian dari Rusia.
Pemimpin Uni Soviet kala itu, Nikita Khrushchev, yang merupakan orang Ukraina, mengambil Crimea dari Rusia dan memasukkannya ke Ukraina. Kala itu, Kiev dan Moskwa sama-sama dibawahkan Uni Soviet. Crimea tetap jadi bagian Ukraina kala Uni Soviet bubar pada 1991 dan Ukraina merdeka.
Selepas referendum di Crimea, tentara Rusia masuk ke sana dan bertahan sampai sekarang. Bahkan, Sevastopol menjadi salah satu pangkalan pasukan Rusia dalam serangan ke Ukraina sejak 24 Februari 2022.
Menurut Putin, Rusia telah melakukan banyak hal untuk Crimea sejak 2014. ”Masih banyak lagi harus dilakukan. Banyak hal penting, seperti pasokan gas dan listik, fasilitas umum, pembuatan dan perawatan jalan serta jembatan,” katanya.
Berbagai pembangunan itu disebut sebagai upaya memulihkan martabat Crimea yang puluhan tahun diabaikan dan dipermalukan oleh Kiev. ”Kita akan melakukannya dengan biaya berapa pun,” ujarnya.
Putin juga menyinggung soal Donbass, wilayah di Ukraina timur yang berusaha memisahkan diri dari Ukraina sejak 2014. Wilayah yang mayoritas penduduknya penutur Rusia itu disebut Putin menderita akibat berbagai tindakan Kiev selama bertahun-tahun. ”Banyak operasi militer dilancarkan terhadap mereka. Mereka dikepung dan dibom. Inilah pemusnahan etnis sesungguhnya,” katanya.
Oleh karena itu, Putin mengaku punya alasan untuk melancarkan operasi khusus di Ukraina. Ia menggunakan istilah itu untuk menyebut serbuan ke Ukraina yang sudah berlangsung hampir sebulan. ”Kita melihat betapa gagahnya tentara kita bertempur dalam operasi ini,” ujarnya.
Pidato itu diucapkan kala pasukan Rusia terus merangsek ke berbagai kota utama Ukraina. Hingga Sabtu (19/3/2022) atau serangan hari ke-24 nyaris tidak ada lagi kota utama Ukraina yang selamat dari bombardir atau kepungan Rusia.
Serangan Rusia, antara lain, semakin gencar ke Lviv dan Odessa. Lviv menjadi titik pengungsian utama dari Ukraina menuju Polandia. Kota itu juga dipilih banyak negara untuk mengoperasikan perwakilan diplomatiknya setelah Kiev tidak mungkin lagi dipilih. Citra satelit yang dikeluarkan sejumlah pihak menunjukkan, pasukan Rusia mengepung Kiev dalam jarak tidak sampai 15 kilometer dari pusat kota.
Adapun Odessa sudah lebih dari dua pekan dikepung rapat Rusia. Kota itu menjadi satu-satunya kota pelabuhan Ukraina yang tersisa setelah Mariupol. Odessa pun tinggal menunggu waktu dikepung dari laut dan darat. ”Pendudukan Rusia pada Odessa akan menjadi lambang kekalahan Ukraina,” kata analis pada perusahaan keamanan maritim Dyrad Global, Anne Debie.
Lebih dari separuh ekspor-impor Ukraina melewati Odessa. Sebagian Angkatan Laut (AL) Ukraina juga ditempatkan di sana. Sayangnya, AL Ukraina sama sekali bukan tandingan Armada Laut Hitam AL Rusia. Bahkan, sebagian kapal perang Ukraina di Odessa terpaksa ditenggelamkan di sekitar pelabuhan guna menghambat akses ke pelabuhan.
Wali Kota Odessa Gennadiy Trukhanov masih berharap Rusia tidak menggencarkan serangan pada kotanya. Ia mengaku akan sulit mempertahankan kota itu bila Rusia meningkatkan serangan.
Sejauh ini, setidaknya tujuh kapal perang Rusia terlihat di lepas pantai Odessa. Secara berkala, kapal-kapal itu menembakkan rudal ke berbagai lokasi di Odessa. Akibatnya, semakin banyak bangunan rusak. (AFP/REUTERS)