Rusia Klaim Tembakkan Rudal Hipersonik ke Gudang Amunisi Ukraina
Untuk pertama kali sejak menyerang Ukraina, Rusia menggunakan rudal hipersonik. Dengan rudal berkecepatan 10 kali lipat kecepatan suara itu, Kemhan Rusia mengungkapkan, Moskwa menghancurkan gudang amunisi Ukraina.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
KIEV, SABTU — Rusia menggunakan rudal hipersonik, Kinzhal, Jumat (18/3/2022), untuk menghancurkan tempat penyimpanan amunisi Ukraina. Kantor berita Rusia, Interfax, menyebutkan bahwa baru pertama kali Rusia menggunakan rudal hipersonik sejak melancarkan serangan ke Ukraina mulai 24 Februari lalu. Para pakar politik internasional maupun konflik berpendapat bahwa penggunaan rudal hipersonik itu tidak akan banyak berpengaruh kepada pertempuran yang sudah memasuki hari ke-24.
Rudal Kinzhal, yang berarti ”belati” dalam bahasa Rusia, disebut memiliki kecepatan sepuluh kali melebihi kecepatan suara. Rudal ini mudah dikendalikan dan berkat kecepatannya bisa menembus sistem pertahanan antirudal. Kinzhal pertama kali ditampilkan ke publik Rusia pada tahun 2018. Presiden Rusia Vladimir Putin menyebutnya sebagai senjata ideal.
”Kinzhal menghancurkan sebuah gudang bawah tanah tempat militer Ukraina menyimpan amunisi, persenjataan, dan rudal di Desa Deliatyn, dekat Ivano-Farnkivsk,” kata Igor Konashenkov, juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, dalam jumpa pers di Moskwa, Sabtu (19/3/2022). Serangan dengan rudal hipersonik itu dilakukan pada Jumat.
Ivano-Frankivsk adalah sebuah kota di bagian barat Ukraina yang terletak di kaki Pegunungan Carpathia. Wilayah ini memiliki perbatasan sepanjang 50 kilometer dengan Romania.
Konashenkov mengatakan, rudal Kinzhal itu dibawa oleh jet-jet tempur MiG-31. Rudal tersebut memiliki daya jelajah hingga 2.000 kilometer dan terbang dengan kecepatan 10 kali lipat kecepatan suara.
Seorang pejabat militer Ukraina mengonfirmasi adanya serangan rudal pada Jumat kemarin di gudang senjata militer di Delyatyn, wilayah Ivano-Frankivsk. Namun, ia mengatakan kepada koran Ukrainskaya Pravda edisi Sabtu (19/3/2022) bahwa otoritas Ukraina belum memverifikasi mengenai jenis rudal yang digunakan dalam serangan tersebut.
Konashenkov menambahkan, pasukan Rusia juga menggunakan sistem rudal antikapal Bastion untuk menyerang fasilitas-faslitas militer Ukraina di dekat Pelabuhan Odessa di tepi Laut Hitam. Sistem rudal itu pertama kali digunakan Rusia pada operasi militer di Suriah tahun 2016.
Daya rusak berlipat
Vasily Kashin, Kepala Pusat Studi Komprehensif Eropa dan Internasional di Sekolah Tinggi Ekonomi Moskwa, menjelaskan bahwa ini adalah pertama kali rudal hipersonik dipakai di pertempuran nyata. Selain Rusia, rudal jenis ini juga dikembangkan di Amerika Serikat, China, Korea Utara, dan beberapa negara lain.
Menurut dia, rudal ini memiliki sistem kendali yang lebih akurat dibandingkan dengan rudal subsonik. Kecepatan di atas suara juga membuat rudal hipersonik memiliki daya tukik dan hantaman yang lebih kuat sehingga kemampuan merusaknya berkali lipat. Apabila dipasangkan hulu ledak nuklir, rudal hipersonik akan menjadi bencana.
Namun, sejumlah pakar militer berpendapat bahwa sejatinya pemakaian Kinzhal lebih untuk menggertak Ukraina. Pavel Felgenhauer, misalnya, mengatakan bahwa Rusia mengiklankan kehebatan Kizhal melebihi kemampuan aslinya. Pada dasarnya, menembakkan Kinzhal tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap suasana pertempuran di lapangan, melainkan lebih berupa propaganda kekuatan militer Rusia kepada rakyatnya.
”Biaya yang dihabiskan oleh perang ini sudah terlalu banyak. Tidak ada yang mengira perang akan berlangsung selama ini. Keputusan menembakkan Kinzhal juga karena persediaan senjata Rusia telah menipis,” tutur Felgenhauer.
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa pasukan Rusia berada 30 kilometer di luar Kiev, ibu kota Ukraina. Mereka menghadapi perlawanan sengit dari militer Ukraina serta milisi pertahanan sipil. Sejumlah intelijen negara-negara Barat menyebutkan, pasukan Rusia juga mengalami kesulitan karena Ukraina terus menyerang kendaraan pemasok senjata dan makanan mereka.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy terus mengutarakan permintaan untuk bertemu dan berunding dengan Rusia. Dalam rekaman video yang disebarluaskan di akun Facebook miliknya, Zelenskyy mengatakan bahwa ini saatnya untuk menggelar pertemuan dan membahas pembaruan integritas kewilayahan serta keadilan bagi Ukraina.
”Jika tidak, Rusia sendiri yang akan merugi dan ini berdampak kepada generasi-generasi berikutnya,” ucap Zelenskyy. Rusia tengah diberi sanksi beramai-ramai oleh Barat.
Menyelamatkan korban
Keadaan di Ukraina semakin memprihatinkan. Rusia mengatakan, pasukan mereka berhasil menembus pertahanan kota pesisir Mariupol dan menghancurkan menara-menara telekomunikasi. Pasukan Rusia juga mengebom sebuah gedung teater tempat 1.000 warga lokal berlindung pada hari Rabu (17/3/2022).
Saat ini, para sukarelawan masih berusaha menggali puing-puing guna mencari korban selamat. Menurut data Pemerintah Rusia, ada 130 korban yang berhasil dikeluarkan dari tindihan puing. Kebanyakan dari mereka terluka parah.
”Ini bukan kota tempat tinggal saya lagi. Ini neraka,” kata Tamara Kavuneko, seorang warga Mariupol.
Perang ini mengakibatkan 3,25 juta warga Ukraina mengungsi. Jumlah ini belum ditambah dengan orang asing yang turut menyelamatkan diri.
Mazen Dammag, warga keturunan Yaman yang saat ini mengungsi ke Jerman, menuturkan, ia datang ke Ukraina enam tahun lalu karena peperangan di tanah airnya. Dammag tidak menyangka di rumah keduanya itu ia mengalami pertempuran lagi. (AFP/REUTERS)