Putin Siagakan Nuklir, Delegasi Ukraina-Rusia Akan Berunding di Perbatasan Belarus
Presiden Vladimir Putin menyiagakan kekuatan nuklir negaranya saat pasukan Rusia menghadapi perlawanan sengit tentara Ukraina. Muncul kekhawatiran akan ancaman perang nuklir, disengaja atau kesalahan kalkulasi.
MOSKWA, SENIN — Presiden Rusia Vladimir Putin secara dramatis mengeskalasi ketegangan antara Barat dan Timur dengan memerintahkan unit kekuatan nuklir negaranya untuk mengambil posisi siaga tinggi. Sementara ketegangan meningkat dan pasukan Rusia merangsek semakin ke dalam wilayah Ukraina, delegasi Rusia dan Ukraina dijadwalkan berunding di perbatasan Ukraina-Belarus, Senin (28/2/2022) pagi.
Perintah Putin tersebut dikeluarkan dengan dalih adanya ”pernyataan-pernyataan agresif” yang dilontarkan para pemimpin Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan terkait sanksi-sanksi keuangan yang keras oleh negara-negara Barat. Perintah tersebut mencuatkan kekhawatiran bahwa serangan Rusia ke Ukraina bisa berujung pada perang nuklir, entah memang disengaja atau karena kesalahan kalkulasi.
Belarus dapat menjadi ”pintu masuk” bagi Rusia. Ini setelah Belarus lewat referendum, Minggu (27/2/2022), menyetujui konstitusi baru mencabut status non-nuklirnya. Dengan konstitusi baru itu, Belarus dapat menjadi tempat penempatan senjata nuklir Rusia untuk pertama kalinya sejak negara tersebut menyandang status non-nuklir pasca-bubarnya Uni Soviet. Barat menyatakan tidak akan mengakui hasil referendum tersebut.
Baca juga: Sepak Terjang Militer Putin, dari Suriah ke Ukraina
Perintah Putin untuk menyiagakan kekuatan nuklir negaranya itu diterbitkan saat pasukan Rusia menghadapi perlawanan sengit tentara Ukraina. Moskwa sejauh ini, meski gerak pasukannya terus merangsek lebih ke dalam wilayah Ukraina, belum mampu menguasai penuh wilayah udara Ukraina. Guna membantu pasukan Ukraina menahan serangan Rusia, negara-negara Barat memasok persenjataan ke Kiev, termasuk rudal-rudal Stinger yang bisa digunakan untuk menembak jatuh helikopter dan pesawat-pesawat lainnya.
Penyiagaan unit pasukan nuklir Rusia itu membuat terkejut, khawatir, sekaligus berang sejumlah negara Barat. Meski demikian, mayoritas negara Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat tetap bergeming dengan langkah mereka untuk memberikan sanksi-sanksi ekonomi yang keras pada Rusia.
Baca juga: Rusia Klaim Keunggulan, Dunia Dukung Ukraina
Putin sebelumnya merujuk persenjataan nuklirnya dalam pidato pengumuman dimulainya serangan Rusia ke Ukraina pada Kamis (24/2/2022). Saat itu, ia menyatakan, Rusia akan melawan negara mana pun yang menghalanginya dan mengingatkan konsekuensi yang belum pernah ditemui atau tidak terbayangkan oleh siapa pun.
Dalam pernyataan terbarunya yang disiarkan televisi pemerintah pada Minggu, Putin mengutip pernyataan-pernyataan para pemimpin NATO dan sanksi ekonomi yang dijatuhkan pada Rusia oleh Barat. ”Tidak hanya negara-negara Barat mengambil tindakan tidak bersahabat terhadap negara kami dalam dimensi ekonomi—maksud saya sanksi ilegal yang diketahui semua orang dengan sangat baik—tetapi juga para pejabat tinggi negara-negara NATO terkemuka mengeluarkan pernyataan-pernyataan agresif berkaitan dengan negara kami,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan UE Josef Borrell, pada sebuah konferensi pers di Brussels, Belgia, mengatakan bahwa Rusia telah jelas mengancam lewat serangan nuklir pada negara-negara yang mendukung Ukraina setelah serangan Rusia. Ia mengaku khawatir langkah serangan Rusia tidak akan berhenti terhadap Ukraina semata. Kekhawatiran Borrell itu juga dinyatakannya dalam opininya di surat kabar Inggris, The Guardian.
”Dengan perang di Ukraina ini, dunia tidak akan pernah sama lagi,” tulis Borrell. ”Sekarang, lebih dari sebelumnya, waktu bagi masyarakat dan aliansi untuk bersatu membangun masa depan kita di atas kepercayaan, keadilan, dan kebebasan. Inilah saatnya untuk berdiri dan berbicara.”
Baca juga: Serangan ke Ukraina Masih Intensif, Rusia Ancam Swedia dan Finlandia
Sebanyak 27 negara UE pada Minggu memutuskan untuk pertama kalinya dalam sejarah memasok senjata ke sebuah negara yang sedang berperang. Sebuah sumber mengatakan kepada Reuters bahwa UE akan mengirim persenjataan senilai 450 juta euro (507 juta dollar AS) ke Ukraina.
UE kirim jet tempur
Dalam konferensi pers, Borrell mengatakan bahwa dukungan UE itu akan mencakup penyediaan jet tempur ke Ukraina. Akhir pekan lalu, negara-negara Barat meluncurkan sanksi keras di sektor ekonomi, termasuk memblokir beberapa bank dari sistem pembayaran internasional SWIFT dengan Rusia. Nilai tukar mata uang Rusia, rubel, jatuh hampir 20 persen terhadap dollar AS pada awal perdagangan pekan ini di Asia.
Melalui unggahan pesan di Twitter, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengungkapkan, dirinya telah membahas tentang keanggotaan Ukraina di UE dengan Ketua Komisi UE Ursula von der Leyen. Dalam wawancara dengan Euronews, Von der Leyen menyatakan dukungan terhadap keinginan Ukraina menjadi anggota UE. ”Mereka (Ukraina) adalah bagian dari kami,” ujar perempuan mantan Menteri Pertahanan Jerman itu.
Ukraina, negara demokrasi berpenduduk 44 juta jiwa, lepas dari Moskwa tahun 1991 menyusul bubarnya Uni Soviet. Sejak lama Kiev berupaya menjadi anggota UE dan aliansi militer NATO. Rusia menentang keras keinginan Ukraina tersebut.
Dari Kiev dilaporkan, pasukan Ukraina berupaya menahan pasukan Rusia yang merangsek maju ke Kiev. Angkatan Bersenjata Ukraina menggambarkan Minggu sebagai ”waktu yang sulit” bagi militernya. Dikatakan bahwa pasukan Rusia menembak membabi buta ke segala arah.
Baca juga: Perang Jalanan Guncang Kiev, Presiden Zelenskyy Tolak Mengungsi dan Coba Diplomasi
Dalam posisi Kiev terkepung pasukan Rusia, Wali Kota Kiev Vitali Klitschko mengungkapkan bahwa dirinya ragu warga sipil dapat dievakuasi dari kota berpenduduk hampir 3 juta jiwa itu. Otoritas setempat memberikan senjata kepada warga yang mau bertempur mempertahankan ibu kota. Ukraina juga membebaskan para tahanan, yang memiliki pengalaman militer dan ingin berjuang, serta melatih warga membuat bom-bom molotov.
Kantor berita negara Ukraina melaporkan, pasukan Rusia telah meledakkan pipa gas alam di Kharkiv, kota terbesar kedua di Ukraina. Serangan senjata Rusia juga dilaporkan diarahkan ke kota itu. Otoritas Kharkiv menyatakan serangan itu berhasil dihalau.
Pertempuran hebat dilaporkan juga meletus di Kharkiv, kota terbesar kedua di Ukraina. Kota-kota pelabuhan di wilayah selatan Ukraina juga diserang pasukan Rusia. Hingga Minggu malam, menurut Oleksiy Arestovich, penasihat kantor Zelenskyy, pasukan Rusia telah merebut kota Berdyansk, yang berpenduduk 100.000 jiwa di kawasan pantai Laut Azov.
Pasukan Rusia juga terus merangsek menuju Kherson, kota lain di wilayah selatan Ukraina. Adapun Mariupol, kota pelabuhan di Laut Azov yang menjadi incaran utama Rusia, menurut Arestovich, masih ”bertahan”.
Hingga Minggu, menurut Kementerian Kesehatan Ukraina, sedikitnya 352 warga sipil, termasuk tiga anak-anak, tewas dan 1.684 orang luka-luka sejak serangan Rusia dimulai. Adapun PBB mencatat warga sipil yang tewas mencapai sedikitnya 64 orang. UE menambahkan, lebih dari 7 juta jiwa mengungsi dari tempat tinggal mereka. Di Moskwa, Rusia untuk pertama kali mengakui ada korban tewas dan luka-luka di kalangan pasukannya meski tidak disebutkan angkanya.
Baca juga: Pertempuran di Ukraina Makin Sengit, KBRI Kiev Evakuasi 153 WNI Via Jalan Darat
Di New York, DK PBB dijadwalkan mengadakan pertemuan darurat Majelis Umum PBB, yang akan diikuti keseluruhan 193 negara anggota PBB pada Senin ini. ”Ini adalah langkah eskalasi dan tidak perlu yang mengancam kita semua. Kami mendesak Rusia untuk mengurangi retorika berbahaya mengenai senjata nuklir itu,” kata Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Linda Thomas-Greenfield.
Sementara itu, unjuk rasa bergulir di kota-kota besar di dunia, merespons dinamika terbaru di Ukraina. Ratusan ribu warga ikut ambil bagian dalam aksi unjuk rasa menentang perang di Ukraina yang digelar di Berlin dan Praha. Kelompok pemantau aksi protes atas dinamika di Ukraina menyatakan, hampir 6.000 orang telah ditahan dalam aksi-aksi itu.
Perundingan
Sementara eskalasi pertempuran di Ukraina berlanjut, kantor Kepresidenan Ukraina mengumumkan rencana perundingan dengan delegasi Rusia di lokasi yang tidak disebutkan di perbatasan Belarus. Belum jelas, kapan perundingan itu akan digelar dan apa yang diinginkan Kremlin dari perundingan tersebut. Mengutip sumber yang tidak disebutkan identitasnya, kantor berita Rusia, TASS, menyebut bahwa perundingan itu akan digelar pada Senin pagi ini waktu setempat.
”Ini bukan penundaan. Pertemuan akan dimulai (Senin) pagi. Penyebabnya adalah masalah logistik delegasi Ukraina,” ujar sumber yang dikutip TASS.
Penasihat Kepresidenan Rusia, Vladimir Medinsky, pemimpin delegasi Rusia, sebelumnya mengatakan bahwa telah tercapai kesepakatan dengan Ukraina, Minggu, bahwa perundingan akan digelar di wilayah Gomel, Belarus. Delegasi Rusia telah meninggalkan Minsk, ibu kota Belarus, dan menuju lokasi perundingan yang tidak disebutkan tempatnya.
Pada Minggu kemarin, Zelenskyy mengutarakan kesediaannya untuk berdialog dengan pihak Rusia dengan syarat tidak dilakukan di Belarus. Alasannya, negara itu merupakan sahabat Rusia dan menjadi basis militer Rusia untuk menggempur Ukraina. Zelenskyy juga mengaku skeptis dengan hasil perundingan tersebut.
Baca juga: Zelenskyy Mau Berdialog, tetapi Tidak di Belarus
”Seperti yang selalu terjadi, saya benar-benar tidak percaya dengan hasil perundingan, tetapi biarlah mereka (para delegasi) mencoba,” kata presiden berusia 44 tahun itu.
Para pejabat Barat yakin, Putin ingin menggulingkan pemerintahan Ukraina dan mengganti dengan rezim yang bisa dikendalikan dari Moskwa sekaligus memulihkan kembali era pengaruh Moskwa terhadap Kiev pada era Perang Dingin. (AP/AFP/REUTERS)