Pertempuran di Ukraina Makin Sengit, KBRI Kiev Evakuasi 153 WNI via Jalan Darat
Mencermati eskalasi pertempuran di Ukraina yang meningkat dan makin sengit menyusul serangan Rusia ke negara itu, Kedutaan Besar RI (KBRI) Kiev menyiapkan evakuasi 153 WNI melalui jalan darat via Polandia dan Romania.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Republik Indonesia tengah mengupayakan evakuasi 153 warga negara Indonesia atau WNI yang berada di Ukraina. Para WNI itu tersebar di lima kota di Ukraina, yakni Kiev, Odessa, Chernihiv, Kharkiv, dan Lviv. Mereka akan dievakuasi keluar negara Ukraina secepatnya di tengah situasi yang tidak menentu dalam serangan militer Rusia ke Ukraina.
Hal itu disampaikan Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia pada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Judha Nugraha, dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, Sabtu (26/2/2022) malam. Ia didampingi Juru Bicara Kemenlu RI Teuku Faizasyah. ”Saat ini kita sedang siapkan langkah untuk membawa keluar para WNI dari Ukraina. Evakuasi akan dilakukan secepatnya ketika kondisi memungkinkan,” kata Judha.
Serbuan Rusia ke Ukraina semakin meningkat sejak dilancarkan pada Kamis (24/2/2022) dini hari. Pada Sabtu dini hari, baku tembak dan ledakan dilaporkan sudah mencapai pusat kota Kiev. Di sejumlah kota Ukraina, baku tembak dan ledakan juga dilaporkan terus terjadi. Perang jalanan pun dilaporkan mulai melanda Kiev. Saksi mata mengatakan, baku tembak terdengar di dekat kantor pusat pemerintahan di ibu kota.
Judha menyatakan, seluruh WNI itu dipastikan berada dalam kondisi aman dan selamat. Diungkapkannya bahwa suara ledakan yang diduga bom atau senjata dilaporkan terdengar beberapa kali dari kompleks KBRI Kiev. Para WNI itu berdiam diri di bungker, rumah aman, dan dipastikan dilengkapi dengan kebutuhan terkait makanan dan minuman dalam jumlah yang cukup selama menunggu proses evakuasi.
Sebanyak 82 WNI berada di kompleks Kedutaan Besar RI (KBRI) di Kiev. Adapun WNI lainnya tersebar di empat kota lain dan berada di rumah-rumah aman yang telah disiapkan oleh KBRI Kiev. Tercatat ada 25 WNI di kota Odessa yang terletak di selatan Ukraina, 9 WNI di Chernihiv di utara Ukraina, 4 WNI di Kharkiv yang berada di timur Ukraina, dan 3 WNI di Lviv di barat Ukraina. Mayoritas dari WNI di Ukraina adalah pekerja migran yang bekerja di sektor manufaktur dan jasa.
Menurut Judha, seluruh WNI akan dievakuasi menuju titik paling dekat di luar Ukraina. Dua negara yang dituju untuk mengevakuasi itu, antara lain, Polandia dan Romania. Meski ada beberapa negara yang disebut-sebut telah menutup perbatasannya dari arus warga yang keluar dari Ukraina, pintu perbatasan Ukraina-Polandia masih dibuka. Pemerintah Polandia memberikan kesempatan kepada pengungsi dari Ukraina untuk berada di Polandia maksimal selama 15 hari. Tanpa menyebutkan lokasi dengan alasan keamanan, Judha menyebutkan Pemerintah RI telah menyiapkan satu pesawat berbadan lebar untuk membawa WNI itu ke Tanah Air.
Faizasyah mengungkapkan, pada Sabtu siang, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menggelar rapat dengan sejumlah kantor perwakilan di Ukraina, Rusia, dan sejumlah negara lain di sekitarnya. Retno memerintahkan pengecekan kembali jumlah dan keberadaan para WNI di tengah dinamika serangan Rusia ke Ukraina. Mengutip Retno, Faizasyah mengatakan bahwa data yang akurat sangat penting dalam kondisi genting saat ini sekaligus untuk memastikan kehadiran negara atas warganya di luar negeri.
Seperti diwartakan, penerbangan sipil telah dilarang melintas di wilayah udara Ukraina sejak Rusia menyerang Ukraina. Karena kondisi itu, Judha menegaskan, proses evakuasi seluruh WNI akan dilakukan melalui jalur darat untuk keluar dari Ukraina. Mengingat situasi di lapangan yang sangat dinamis, maka aparat perwakilan RI di Ukraina dan sekitarnya—antara lain terdiri dari para pegawai Kemenlu, aparat TNI dan para staf lokal KBRI—terus menjalin komunikasi secara intensif untuk dapat mengevakuasi para WNI. Ketika kondisi memungkinkan, secepatnya proses evakuasi itu dilakukan.
Kantor berita Associated Press melaporkan, hampir 120.000 orang sejauh ini telah melarikan diri dari Ukraina ke Polandia dan negara-negara tetangga Ukraina. Mengutip salah satu badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa, para pengungsi yang terdata itu adalah jumlah warga yang keluar dari Ukraina dalam kurun waktu 48 jam terakhir hingga Sabtu siang. Jumlah pengungsi itu diperkirakan terus bertambah di tengah masih berkecamuknya serangan militer Rusia ke Ukraina.
Sejauh ini, Polandia sudah bersiap dengan lonjakan pengungsi akibat perang Rusia-Ukraina. Sejumlah pejabat Uni Eropa khawatir gelombang pengungsi akan terus ke barat. Warga Ukraina tidak perlu visa atau izin khusus untuk melawat ke Uni Eropa.
Zelenskyy bertahan di Kiev
Hingga Sabtu petang, roket dan rudal Rusia dilaporkan menyasar berbagai lokasi di berbagai penjuru Ukraina. Tank dan aneka kendaraan tempur Rusia juga terlihat di berbagai kota Ukraina. Hari ketiga serangan Rusia ke Ukraina, pasukan Moskwa menyerbu ibu kota Kiev sejak Sabtu (26/2/2022) dini hari.
Dalam posisi ibu kota terkepung oleh pasukan Rusia, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menolak imbauan Amerika Serikat untuk meninggalkan negerinya. Ia menegaskan akan tetap bertahan di Kiev. ”Pertempuran ada di sini,” tegas presiden berusia 44 tahun itu.
Dalam video yang disiarkan pada Jumat siang, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memperingatkan peningkatan pertempuran di Kiev pada Jumat malam. Ia meminta seluruh warga Ukraina tetap tabah dan berjuang menghadapi agresi Rusia. Dalam pidatonya, Sabtu, ia menegaskan bahwa militer negaranya akan terus melawan invasi Rusia.
Melalui video yang direkam di jalan di tengah kota Kiev, Zelenskyy menyatakan bahwa dirinya tetap berada di ibu kota. ”Kami tidak akan meletakkan senjata. Kami akan mempertahankan negeri ini,” tegas Zelenskyy. ”Senjata kami adalah kebenaran dan kebenaran itu adalah bahwa inilah tanah kami, negeri kami, anak-anak kami. Dan, kami akan mempertahankan semua itu.”
Pada hari pertama serangan Rusia, Kamis lalu, banyak senjata Ukraina hancur. Rudal dan roket Rusia menghancurkan puluhan gudang senjata, stasiun radar dan telekomunikasi, pangkalan kendaraan tempur, hangar pesawat, hingga barak dan kantor militer serta intelijen.
Pada Jumat sore, sebagian persenjataan dan kendaraan tempur yang selamat dilaporkan mulai memasuki Kiev. Tentara Ukraina menyebarkan pengumuman kepada seluruh warga untuk tidak merekam kendaraan pengangkut senjata itu.
Kiev mengklaim setidaknya 2.800 tentara Rusia tewas dan puluhan tank hingga pesawat Rusia dihancurkan sejak hari pertama serangan. Sebagian tentara tewas karena pesawat yang mereka tumpangi dijatuhkan tentara Ukraina. Rusia tidak merilis data korban.
Hingga kini, belum dimungkinkan verifikasi terhadap data korban. Pejabat PBB, seperti dilansir kantor berita Associated Press (AP), melaporkan 25 warga sipil tewas. Mereka kebanyakan tewas akibat tembakan artileri dan serangan udara. Pejabat PBB juga menambahkan, 100.000 orang diyakini telah meninggalkan rumah masing-masing. Angka itu bisa bertambah hingga 4 juta jika eskalasi pertempuran berlanjut.
Ajakan perundingan
Di sisi lain, Zelenskyy juga kembali menyatakan Ukraina siap berunding dengan Rusia untuk menyelesaikan atau setidaknya mengelola masalah di antara dua bangsa masih serumpun Slav itu. ”Sekali lagi, saya mengajak Presiden Rusia. Ada perang di seluruh Ukraina, mari duduk di meja perundingan untuk menghentikan kematian,” katanya.
Presiden Rusia Vladimir Putin juga sudah mengisyaratkan siap berunding dengan Rusia. Ia mengemukakan itu kepada Presiden China Xi Jinping dan Presiden Belarus Alexander Lukhashenko. Bahkan, Lukashenko sudah menyatakan siap kembali menjadi tuan rumah perundingan Rusia-Ukraina.
Putin dilaporkan siap mengirimkan Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov dan Menteri Pertahanan Sergey Shoigu ke Minks, Belarus. Di negara yang penduduknya juga dari rumpun bangsa Slavia itu, Lavrov dan Shoigu ditugasi merundingkan gencatan senjata dengan Ukraina.
Sejak 2014, Minks sudah berkali-kali menjadi lokasi perundingan Kiev-Moskwa. Sayangnya, seluruh kesepakatan itu gagal mencegah perang kembali meletus.
Juru Bicara Presiden Rusia Dmytri Peskov menuding Kiev menolak berunding di Minks. Kiev memilih Warsawa, Polandia, sebagai lokasi perundingan. Seperti Belarus, Rusia, dan Ukraina, Polandia juga masih termasuk rumpun bangsa Slav. (AP/AFP/REUTERS/KRIS MADA)