Serangan ke Ukraina Masih Intensif, Rusia Ancam Swedia dan Finlandia
Serbuan Rusia ke Ukraina membuat Finlandia mempertimbangkan bergabung dengan NATO. Swedia belum mau membahas itu. Meski demikian, seperti terhadap Ukraina, Rusia telah mengancam kedua negara itu.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
MOSKWA, SABTU — Di tengah menyerbu Ukraina, Rusia masih melontarkan ancaman ke negara tetangga lainnya. Finlandia dan Swedia, dua negara Skandinavia yang bukan anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO, diancam akan menerima konsekuensi militer jika dianggap membahayakan keamanan Rusia.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan, komitmen Finlandia untuk tidak bergabung dengan aliansi militer telah memastikan keamanan dan kestabilan Eropa Utara. Karena itu, Rusia tidak bisa menerima wacana Finlandia dan Swedia menjajaki peluang keanggotaan NATO.
”Swedia dan Finlandia jangan hanya memedulikan keamanan sendiri dengan mengorbankan keamanan negara lain. Sangat jelas, bergabungnya Finlandia dan Swedia ke NATO, suatu aliansi militer, akan menghasilkan dampak politik-militer sangat serius sehingga terpaksa kami tanggapi,” tutur Zarakhova, Jumat (25/2/2022) sore waktu Moskwa atau Sabtu dini hari WIB.
Ia melontarkan pernyataan itu setelah Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin mengindikasikan bahwa negaranya mempertimbangkan membahas peluang bergabung dengan NATO. ”Jika dibutuhkan untuk keamanan Finlandia, Finlandia berpeluang melamar,” ujarnya.
Di sisi lain, Marin juga mengatakan bahwa saat ini Helsinki tidak merasakan ada ancaman militer secara langsung. ”Walakin, sangat jelas pembahasan keanggotaan NATO akan berubah,” katanya.
Sebaliknya, PM Swedia Eva Andersson menegaskan bahwa negaranya tidak membahas keanggotaan ke NATO. ”Dalam situasi seperti sekarang, penting bagi Swedia mempertahankan sikap yang sejak dulu. Swedia tidak bergabung dengan aliansi mana pun sejak lama. Hal ini sesuai dengan kepentingan Swedia,” katanya.
Sejak Presiden Rusia Vlamidir Putin memerintahkan serbuan ke Ukraina, perdebatan soal keanggotaan Finlandia dan Swedia di NATO kembali menghangat. ”Saya pikir kondisi ini akan memicu debat baru. Dengan melihat perang di Ukraina dan melihat Putin mungkin menjadikan mereka (Finlandia dan Swedia) sebagai sasaran selanjutnya, mungkin ada perasaan ancaman keamanan di Finlandia dan Swedia sehingga merasa perlu lebih dekat ke aliansi (NATO),” kata peneliti Center for European Policy Analysis, Lauren Speranza.
Dalam jajak pendapat pada 2021, hanya 26 persen penduduk Finlandia dan 42 persen penduduk Swedia mendukung negaranya menjadi anggota NATO. Kondisi itu membuat para politisi Finlandia dan Swedia tidak yakin membawa isu itu ke parlemen.
Bantuan
Di tengah serbuan Rusia ke Ukraina, Finlandia dan Swedia dilaporkan memberikan total 100 juta dollar AS untuk Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengumumkan bantuan masing-masing 50 juta dollar AS dari kedua negara Skandinavia itu.
Adapun Amerika Serikat dilaporkan sedang mencari cara memberikan tambahan bantuan persenjataan ke Ukraina. Paling tidak, ada dua masalah harus dipecahkan AS. Pertama, cara pengiriman persenjataan ke Ukraina yang wilayah udaranya praktis sudah dikendalikan Rusia. AS tidak bisa mengambil risiko menerbangkan pesawat pengangkut persenjataan seperti dilakukan terakhir kali pada 11 Februari 2022.
Mantan Panglima Komando Operasi AS di Eropa Letnan Jenderal (Purn) Benjamin Hodges mengatakan bahwa rute paling mungkin adalah persenjataan dikirimkan dengan pesawat ke Polandia. Dari Polandia, persenjataan dikirim dengan truk ke Ukraina. Opsi itu membuat pesawat AS sama sekali tidak perlu melewati wilayah udara Rusia-Ukraina. Pesawat AS dapat melewati wilayah udara Kanada dan Denmark di kutub utara sebelum ke Polandia.
Masalah kedua yang harus dipecahkan adalah kriteria keterlibatan dalam perang. Sejumlah staf bagian hukum di Dewan Keamanan Nasional AS sedang memeriksa, apakah pengiriman bantuan saat ini bisa membuat AS dianggap terlibat perang Rusia-Ukraina. Padahal, Presiden AS Joe Biden sudah berkali-kali menegaskan Washington tidak akan berhadapan dengan Moskwa gara-gara Kiev.
Persepsi keterlibatan AS di perang itu bisa memicu konflik lebih serius. AS-Rusia punya lebih dari 11.000 hulu ledak nuklir dan hampir 5.000 di antaranya terpasang di berbagai rudal yang siap diluncurkan kapan pun.
Menteri Pertahanan Perancis Florence Parly juga sudah menegaskan, Perancis tidak akan mengirim tentara ke Ukraina demi menghindari perang dengan Rusia. Pilihan itu didasari fakta bahwa Rusia mempunyai nuklir. ”Kami tidak menyatakan perang pada Rusia. Tidak ada negara Eropa atau bahkan AS mau berperang dengan Rusia. Tujuan kami mencapai gencatan senjata,” katanya.
AS, Perancis, dan banyak negara lain sebenarnya telah mengirimkan banyak persenjataan ke Ukraina. Meski demikian, Ukraina meminta lebih banyak senjata. Menhan Ukraina Aleksiy Reznikov secara spesifik meminta kiriman rudal stinger dan Javelin.
Stinger merupakan rudal panggul untuk menyasar pesawat. Adapun Javelin rudal panggul untuk menyasar tank. Ukraina sudah mendapat keduanya, juga rudal panggul NLAW yang berfungsi sama dengan Javelin.
Javelin dan Stinger sama-sama buatan AS. Bedanya, AS mengirimkan langsung Javelin ke Ukraina sejak 2019. Sementara Stinger dikirimkan oleh anggota NATO di sekitar Laut Baltik ke Ukraina. AS belum mengirimkan Stinger ke Ukraina. Adapun Inggris telah mengirimkan 2.000 NLAW sebelum perang meletus.
Dalam laporan pada Jumat (25/2/2022), tentara Ukraina dilaporkan mulai menerima NLAW di lokasi-lokasi yang tidak disebutkan. Kementerian Pertahanan Ukraina meminta jangan ada warga yang merekam lokasi dan titik distribusi pertahanan. Hal itu mencegah lokasi distribusi diserang Rusia.
Sejak menyerbu pada Kamis dini hari, Rusia menghancurkan banyak fasilitas militer Ukraina. Kini, Ukraina nyaris tidak memiliki pertahanan dan kekuatan udara.
Meski telah membeli 20 pesawat nirawak Bayraktar TB2 dari Turki, belum diketahui apakah Ukraina sudah memakainya. Pesawat sejenis dipakai, antara lain, dalam perang Armenia-Azerbaijan. Dalam perang itu, sejumlah sistem pertahanan udara buatan Uni Soviet dan Rusia gagal menangkal Bayraktar TB2. (AFP/REUTERS)