Perancis dan Indonesia memiliki peran penting dalam proses pemulihan pascapandemi. Kedua negara, dengan posisi memimpin Dewan Eropa dan G20, bisa membantu menurunkan ketegangan yang berdampak pada proses pemulihan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Indonesia dan Perancis memiliki peran penting dan strategis dalam menjaga situasi dunia pascapandemi, terutama untuk mendorong pemulihan ekonomi pascapandemi yang luluh lantak karena Covid-19. Presidensi G20 Indonesia dan Perancis yang akan memegang keketuaan Dewan Eropa di tahun ini diharapkan bisa mendorong kesepahaman para aktor politik global untuk menahan diri memicu konflik yang lebih besar dan akan berdampak pada dunia internasional.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi di hadapan para menteri luar negeri negara-negara kawasan Indo-Pasifik di Paris, Perancis, Selasa (22/2), mengingatkan kembali soal situasi yang tidak menguntungkan proses pemulihan ekonomi pascapandemi yang tengah dilakukan di banyak negara di dunia.
Retno, mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo dalam pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Jakarta beberapa hari sebelumnya, bahwa saat ini bukan saatnya untuk memulai persaingan dan ketegangan baru yang mengganggu pemulihan global. “Sebaliknya, kita semua harus segera fokus untuk menciptakan sinergi dan kolaborasi,” kata Retno.
Retno menyatakan, pada masa Presidensi G20 tahun ini, Indoensia ingin agar kelompok negara-negara ekonomi maju ini menjadi katalis pemulihan global. Langkah-langkah strategis, kolaboratif dan konkret ditunggu oleh masyarakat dunia untuk memberikan dampak nyata bagi semua.
Hal yang sama diharapkan terjadi di kawasan Indo-Pasifik, kawasan yang menjadi rumah bagi lebih dari sepertiga penduduk bumi. Perdamaian, stabilitas dan penghormatan terhadap hukum dan norma internasional harus dilakukan oleh para pihak. “Tanpa hal itu, kita akan kehilangan semua potensinya,” kata Retno.
Untuk mencapai hal tersebut, menurut Retno, ada empat hal yang harus dilakukan oleh para pihak berkepentingan, yaitu mengembangkan paradigma positif dan mendorong sinergi antarinisiatif di Indo-Pasifik.
“Persaingan di Indo-Pasifik tidak dapat dihindari dan bahkan disambut baik. Namun, persaingan seperti itu harus kita hindari agar tidak menjadi konflik terbuka. Kita berusaha untuk mengubah logika interaksi antar negara dari zero-sum game menjadi kerjasama yang saling menguntungkan; persaingan menjadi dialog dan kerja sama; kepercayaan defisit menjadi kepercayaan strategis,” kata Retno. Dia menambahkan, pergeseran paradigma ini dapat berdampak besar bagi masa depan Indo Pasifik dan dunia.
Perancis yang akan memimpin Dewan Eropa juga memiliki kepentingan yang sangat besar untuk menjaga situasi tenang dan damai di kawasan Eropa. Presiden Perancis Emmanuel Macron bersama Kanselir Jerman Olaf Scholz tengah memainkan peran sebagai mediator untuk menurunkan ketegangan situasi di perbatasan Ukraina-Rusia yang saat ini hampir menjurus pada konflik terbuka.
Macron tidak hanya berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, tapi juga berbicara dengan Presiden Amerika Serika Joe Biden, untuk mencegah situasi menjadi lebih buruk di perbatasan Ukraina-Rusia.
Jembatan
Kepala Departemen Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran Arfin Sudirman menilai, Indonesia bisa memainkan peran sentral sebagai penjembatan antara negara-negara berkonflik, dalam hal ini AS dan Rusia. Berkurangnya kepercayaan di antara pemimpin negara-negara super power akibat kecenderungan kebijakan unilateral yang dibuat oleh Donald Trump saat berkuasa, harus dikembalikan lagi pada rel multilateralisme.
“Indonesia, yang memercayai pada manfaat multilateralisme, bisa mengambil peran ini dan membawa para pihak ke meja perundingan. Bersama dengan Perancis dan negara-negara yang sepaham,” kata Arfin.
Dia meyakini, Indonesia yang cenderung memiliki hubungan baik dengan semua negara yang tengah berkonflik di perbatasan Ukraina-Rusia, bisa mencoba meyakinkan mereka bahwa kerusakan akibat perang akan lebih besar cost-nya. Apalagi di saat yang sama, dunia tengah berupaya untuk pulih dari keterpurukan ekonomi terburuk yang pernah terjadi setelah Perang Dunia II.