Krisis Ukraina-Rusia Lambungkan Harga Minyak dan Emas
Krisis Ukraina-Rusia dapat memiliki "implikasi substansial" pada harga minyak. Kemungkinan penerapan sanksi yang memaksa Rusia untuk memasok lebih sedikit minyak mentah atau gas alam juga berdampak secara global.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
HONG KONG, SELASA – Di saat mayoritas indeks-indeks saham berjatuhan pada Selasa (22/2/2022), harga minyak naik mendekati level 100 dollar AS perbarel dan emas mendekati level tertingginya sejak 2014. Krisis geopolitik dan keamanan di Ukraina secara substansial memengaruhi harga minyak, berkelindan dengan faktor musim dingin di negara-negara Barat dan kurangnya investasi dalam pasokan minyak dan gas di seluruh dunia.
Data Bloomberg pada Selasa petang WIB menunjukkan harga minyak Brent untuk kontrak April 2022 naik 3,60 dollar AS atau sekitar 3,77 persen ke level 98,99 dollar AS perbarel. Level harga itu adalah yang tertinggi bagi minyak Brent dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir. Sedangkan minyak WTI untuk kontrak Maret 2022 berada di level harga 95,50 dollar AS perbarel, naik 4,43 dollar AS atau sekitar 4,86 persen. Adapun harga emas di pasar spot naik 0,1 persen menjadi 1.908,10 pertroions, setelah sebelumnya mencapai puncak di harga 1.913,89 dollar AS pertroions.
Kenaikan harga minyak dan emas sebagai aset lindung nilai itu terjadi setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan tentara Rusia menuju Donetsk dan Lugansk. Putin dalam dekrit yang ditandatanganinya pada Senin (21/2/2022) atau Selasa (22/2/2022) dini hari waktu Jakarta mengakui kemerdekaan dua wilayah tersebut.
Selama ini, Donetsk dan Lugansk - dua wilayah di Ukraina Timur itu - berada di bawah kontrol separatis dukungan Rusia. Dalam dekrit itu Putin menginstruksikan kepada Kementerian Pertahanan untuk "menjalankan fungsi penjaga perdamaian" di Donetsk dan Lugansk. Perserikatan Bangsa-bangsa dan Uni Eropa menyebut tindakan itu melanggar hukum internasional.
Instruksi itu muncul sebagai bagian integral dari pengakuan Rusia pada kemerdekaan Donetsk dan Lugansk. Dalam dekritnya, Putin mengeluarkan dua perintah, pertama, mengakui kedaulatan Republik Rakyat Lugansk (RRL) dan Republik Rakyat Donetsk (RRD). Kedua, memerintahkan tentara Rusia masuk ke RRD dan RRL sebagai penjaga perdamaian.
Di tengah situasi yang dibayangi ketidakpastian, para investor di pasar saham memilih melepas saham-saham mereka. Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang mengalami hari terburuk untuk bulan ini dengan turun 1,66 persen, terbebani oleh turunnya indeks saham utama di Hong Kong dan China daratan. Indeks Nikkei Jepang ditutup turun 1,7 persen. Pasar saham Eropa juga dibuka turun dan tampaknya siap-siap diikuti bursa saham AS. Pada sesi pagi Indeks S&P 500 berjangka turun 1,4 persen dan Indeks Nasdaq berjangka turun 1,9 persen.
Kepala Strategi Makro Manulife Investment Management, Sue Trinh mengatakan, krisis Ukraina-Rusia dapat memiliki "implikasi substansial" pada harga minyak. Kemungkinan penerapan sanksi yang memaksa Rusia untuk memasok lebih sedikit minyak mentah atau gas alam pun dinilainya akan memiliki dampak penting pada ekonomi global. Dalam pandangannya, krisis Ukraina-Rusia juga bisa memiliki dampak makroekonomi yang lebih luas dan pengaruhnya terhadap ekonomi Asia-Pasifik.
Maike Currie, Direktur Investasi pada lembaga Fidelity International, mengatakan harga minyak bisa menembus level 100 dollar AS perbarel karena kombinasi dari krisis Ukraina, musim dingin di AS, dan kurangnya investasi dalam pasokan minyak dan gas di seluruh dunia. "Rusia menyumbang satu dari setiap 10 barel minyak yang dikonsumsi secara global, jadi Rusia adalah pemain utama dalam hal harga minyak, dan tentu saja, itu benar-benar akan merugikan konsumen pengguna minyak," kata Currie sebagaimana dikutip BBC.
Dalam analisa tertulisnya, Trinth menjabarkan data bahwa Rusia adalah pengekspor gas alam terbesar di dunia (yakni mencapai 17,1 persen dari produksi global) dan pengekspor minyak mentah terbesar kedua di dunia (dengan cakupan 12,1 persen). Posisi Rusia di bawah Arab Saudi yang sumbangannya bagi pasar minyak mentah secara global mencapai 12,5 persen.
Rusia dan Ukraina juga merupakan produsen pertanian yang signifikan: gabungan ekspor gandum, bijih-bijihan barli, dan jagung mencakup 21 persen dari pasokan global. Dua negara itu juga memasok hingga 60 persen minyak bunga matahari secara global. Rusia dan Belarus juga disebut menyumbang sekitar 20 persen dari total ekspor pupuk, produk pertanian yang sangat penting untuk produksi pangan global.
Pada saat yang sama Rusia adalah salah satu produsen logam penting terbesar di dunia. Negara itu adalah pengekspor paladium terbesar (20,7 persen dari total volume global) dan menempati urutan kedua setelah Chili sebagai negara penghasil tembaga olahan (dengan pasokan mencapai 7,1 persen). Negara ini juga menempati posisi ketiga sebagai penghasil nikel (11,2 persen) dan aluminium (9,0 persen).
Senada dengan Trinth, Currie menyebutkan sanksi AS dan Uni Eropa terhadap Rusia selama beberapa tahun memang telah memiliki "dampak besar" pada ekonomi Rusia. Ia memroyeksikan sanksi-sanksi itu akan ditambah atau diperdalam ukurannya. Kemungkinan besar sanksi itu akan diberlakukan pada lembaga keuangan, teknologi seperti cip, dan juga diterapkan pada individu-individu tertentu. (AFP/REUTERS)