Pengerahan pasukan penjaga perdamaian harus atas persetujuan Dewan Keamanan PBB. Sejumlah anggota tetap DK PBB bolak-balik melanggar ketentuan itu.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
MOSKWA, SELASA - Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan tentara Rusia menuju Donetsk dan Lugansk, dua wilayah di Ukraina Timur yang selama ini berada di bawah kontrol separatis dukungan Rusia. Dalam dekrit yang ditandatangani pada Selasa (22/2/2022) dinihari, Putin menginstruksikan kepada Kementerian Pertahanan untuk "menjalankan fungsi penjaga perdamaian" di dua wilayah tersebut. Perserikatan Bangsa-bangsa dan Uni Eropa menyebut tindakan itu melanggar hukum internasional.
Instruksi itu muncul sebagai bagian integral dari pengakuan Rusia pada kemerdekaan Donetsk dan Lugansk. Dalam dekritnya, Putin mengeluarkan dua perintah, pertama, mengakui kedaulatan Republik Rakyat Lugansk (RRL) dan Republik Rakyat Donetsk (RRD). Kedua, memerintahkan tentara Rusia masuk ke RRD dan RRL sebagai penjaga perdamaian. “Saya yakin akan pentingnya membuat keputusan yang sudah lama tertunda ini. Saya segera mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk,” kata Putin.
Perintah dikeluarkan beberapa jam selepas rapat Dewan Keamanan Nasional pada Senin (21/2/2022) sore waktu Moskwa atau Senin malam WIB. Pemimpin RRD Denis Pushilin dan RRL Leonid Pasechnik ikut dalam rapat itu. Mereka meminta Rusia mengakui kedaulatan wilayah yang diakui komunitas internasional sebagai bagian Ukraina itu.
Dalam rapat itu, sejumlah pejabat Rusia menyampaikan pandangan atas perkembangan di RRL dan RRD yang terletak di Ukraina Timur. Mereka juga menyinggung baku tembak yang meningkat sejak Kamis (17/2) antara tentara Ukraina dengan milisi setempat.
Pasechnik dan Pushilin kompak mengajukan fakta ratusan ribu etnis Rusia menjadi penduduk RRD dan RRL. Sebagian dari mereka kini terpaksa mengungsi ke Rusia di tengah peningkatan baku tembak di Ukraina Timur.
Tanggapan dunia
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebut keputusan Putin melanggar kedaulatan dan keutuhan wilayah Ukraina. Keputusan itu tidak sesuai dengan prinsip dalam Piagam PBB.
Dalam Piagam PBB, pengerahan pasukan penjaga perdamaian harus atas persetujuan Dewan Keamanan PBB. Tanpa resolusi DK PBB, secara hukum, pasukan asing tidak boleh masuk ke suatu negara dengan mengatasnamakan sebagai penjaga perdamaian. Resolusi DK PBB juga diperlukan pada setiap pengirim tentara negara lain ke suatu negara untuk operasi militer terkait perang. Resolusi DK PBB tidak diperlukan jika pengerahan dilakukan untuk operasi militer selain perang seperti pengiriman bantuan untuk bencana alam.
Dalam praktiknya, sejumlah anggota tetap DK PBB bolak-balik melanggar ketentuan itu. Pendudukan Amerika Serikat terhadap Irak dan Afghanistan, yang disokong Inggris dan Perancis, salah satu pelanggaran ketentuan itu. Kini, giliran Rusia melanggar ketentuan itu.
Presiden Perancis Emmanuel Macron mengumumkan akan meminta rapat darurat DK PBB untuk menyikapi masalah itu. Ia antara lain meminta DK PBB membahas sanksi terarah untuk menyikapi keputusan Rusia.
Pengumuman Putin berselang tidak sampai 23 jam dari telepon terakhirnya dengan Macron. Pada Senin (22/2) pukul 01.00 waktu Moskwa, Putin kembali menerima telepon Macron. Beberapa jam sebelumnya, Macron juga menelepon Putin untuk membahas masalah Ukraina. Lewat dua telepon itu, Macron mengusulkan pertemuan atau setidaknya pembicaraan lanjutan antara Putin dengan Presiden AS Joe Biden untuk membahas masalah Ukraina.
Macron dan Biden mensyaratkan, pertemuan atau setidaknya pembicaraan hanya bisa dilakukan jika Rusia tidak menyerbu Ukraina. Kini, selepas perintah Putin, tidak diketahui lanjutan upaya diplomasi itu.
Terkait perkembangan terakhir, seorang pejabat senior AS mengatakan, Washington akan mengkaji dengan cermat langkah yang diambil Moskwa. Menurutnya pemindahan pasukan Rusia ke wilayah Donbass bukanlah sesuatu yang baru. Lebih lanjut ia mengatakan, selama delapan tahun terakhir, tentara Rusia secara diam-diam memang sudah berada di wilayah itu. Baginya, upaya diplomasi akan terus dilakukan.
Sanksi
Sementara itu, Gedung Putih mengatakan Presiden Joe Biden akan mengeluarkan perintah eksekutif. Perintah itu berisi larangan investasi, perdagangan, dan pembiayaan baru oleh warga atau perusahaan AS dengan Donetsk dan Luganks. Sementara itu, seorang pejabat di kantor Kepresidenan Perancis mengatakan Uni Eropa sedang mempersiapkan daftar entitas dan individu Rusia yang akan dikenai sanksi sebagai tanggapan "proporsional" atas pengakuan Moskwa pada dua wilayah itu.
Di Kiev, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dikabarkan segera menggelar pertemuan Dewan Keamanan Nasional dan berencana akan menyampaikan tanggapan melalui sebuah pidato resmi.
Selain Macron, usulan sanksi terhadap Rusia juga diungkap Presiden Dewan Eropa Charles Michel dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. Mereka menyebut tindakan Rusia sebagai pelanggaran nyata atas hukum internasional. Mereka memastikan akan ada sanksi dari UE atas keputusan itu. “UE dan mitranya akan bertindak tegas dan teguh bersama dalam solidaritas untuk Ukraina,” kata von der Leyen.
Beberapa jam sebelum menyatakan, ia mengumumkan Rusia akan kehilangan pasar UE dan akses kepada sistem keuangan internasional jika sampai menyerbu Ukraina. Kehilangan itu akan sangat memukul Moskwa dan tidak bisa dicari penggantinya. “Penerapan sanksi amat besar dampaknya. Karena itu, kami selalu memberi kesempatan pada Rusia untuk berunding dan menempuh jalur diplomasi. Masih ada kesempatan,” kata dia.
Sementara Kepala Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan UE Josep Borrell mengatakan, UE sudah menyiapkan serangkaian sanksi jika serbuan dilancarkan. Meski demikian, ia tidak menampik bahwa sanksi itu tidak akan dijatuhkan sampai ada serbuan nyata.
Tudingan pelanggaran hukum internasional dan kedaulatan Ukraina juga disampaikan oleh Perdana Menteri Inggris Boris Johson. Ia menyebut serbuan itu juga melanggar Kesepakatan Minsk yang diteken Rusia-Ukraina dengan fasilitasi Perancis-Jerman. “Ini tanda kegelapan. Inggris mempertimbangkan langkah lanjutan mendukung Ukraina,” kata dia.
Tudingan serupa disampaikan Kanselir Jerman Olaf Scholz. Ia mengecam keputusan Rusia mengakui RRD dan RRL. Pengakuan Rusia pada RRD dan RRL adalah pelanggaran sepihak atas Kesepakatan Minks yang tengah diupayakan Berlin-Paris agar segera dijalankan para pihak. (AFP/AP/REUTERS)