Anggota RCEP ada yang keberatan dengan keberadaan Myanmar di dalam kemitraan tersebut. Jika ingin mendepak Myanmar, ganti dulu landasan peraturan RCEP.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dua anggota Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau RCEP meminta agar Myanmar dikeluarkan dari jaringan ini dengan alasan tidak mau memberi panggung kepada junta militer yang dianggap bukan pemerintahan yang sah pascakudeta Februari 2021. Hal ini sejatinya tidak sesuai dengan definisi dan tujuan pembentukan RCEP, kecuali apabila RCEP meninjau kembali marwah serta tujuan kerja mereka.
Isu ini pertama kali diungkit oleh kantor berita Associated Press yang mengabarkan ada dua diplomat dari Asia –yang tidak mereka ungkap namanya- mengemukakan bahwa Selandia Baru keberatan dengan keberadaan Myanmar di RCEP.
Seorang juru bicara dari Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Selandia Baru mengatakan, negara tersebut teguh dengan pendirian berpihak kepada rakyat Myanmar. Kekerasan yang telah menelan 1.500 korban jiwa di negara tersebut harus segera dihentikan. “Ini berdampak kepada penolakan Selandia Baru untuk memiliki hubungan ekonomi dengan Myanmar,” ujarnya.
RCEP adalah kerja sama ekonomi yang terbesar di dunia. Secara total, ada 2,3 miliar penduduk Bumi yang tercakup di dalamnya. Ini setara dengan sepertiga penduduk dunia. Jaringan kerja sama yang aktif sejak Januari 2022 ini beranggotakan sepuluh negara Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Selandia Baru, Australia, Korea Selatan, China, dan Jepang.
Mengikuti pernyataan tersebut, Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr mengemukakan bahwa Filipina mengambil langkah yang serupa. “Filipina tidak mengakui junta sebagai pemerintahan yang sah di Myanmar karena tidak dipilih oleh rakyat,” tuturnya seperti dikutip oleh CNN Filipina edisi Jumat (18/2/2022).
Locsin menjabarkan bahwa Filipina mendorong agar junta yang dipimpin oleh Jenderal Senior Ming Aung Hlaing segera menerapkan lima poin dari Konsensus ASEAN. Di antaranya ialah mengehentikan segala jenis kekerasan terhadap warga, memberi akses kepada utusan khusus ASEAN untuk menemui semua pemangku kepentingan di Myanmar, dan menyegerakan pemilihan umum.
“Walaupun demikian, Filipina menegaskan tetap berada di sisi saudara kami, Indonesia. Begitu pula dengan para anggota ASEAN. Terlepas dari pandangan pribadi Filipina, kami tetap akan menghormati dan mengikuti keputusan yang dimusyawarahkan oleh ASEAN,” kata Locsin.
Visi dan misi
Peneliti Pusat Riset Ekonomi Badan Rien dan Invovasi Nasional, Zamroni Salim, menjelaskan bahwa sikap Filipina dan Selandia Baru itu tidak sesuai dengan visi dan misi pembentukan RCEP. Tujuan dari kemitraan ini ialah murni untuk sektor ekonomi dan perdagangan. Artinya, terlepas dari ideologi dan sistem politik negara anggotanya, RCEP tetap melakukan kerja sama.
“Melarang sebuah negara masuk sebagai anggota, mendepak anggota dari kemitraan, ataupun memberi sanksi sudah tentu menyalahi marwah RCEP,” tutur Zamorni.
Oleh sebab itu, para anggota RCEP harus melihat kembali landasan terbentuknya kemitraan ini. Cikal-bakal dari kerja sama ini adalah penandatanganan kesepakatan perdagangan bebas ASEAN (ASEAN FTA). Di dalamnya disebutkan bahwa ASEAN mengikuti RCEP sebagai satu entitas. Artinya, keanggotaannya dihitung sebagai satu kawasan, bukan sepuluh negara.
Salah satu penerapannya ialah kesepakatan perdagangan dengan China yang akan mengimpor produk-produk pertanian dari ASEAN. Nilai perjanjian ini 150 juta dollar Amerika Serikat dan skema perdagangannya diatur untuk lima tahun ke depan. Demikian pula dengan komitmen China memberi bantuan 1,5 miliar dollar AS untuk pemulihan ekonomi ASEAN pascapandemi Covid-19 untuk tiga tahun mendatang.
Apabila ada anggota RCEP yang tidak menyukai Myanmar, Zamroni berpendapat bisa dengan cara mengubah aturan keanggotaan. Salah satunya ialah menghapus klausul penghitungan ASEAN sebagai satu entitas. Setelah itu, dapat diganti menjadi setiap negara anggota ASEAN harus mendaftar ke RCEP secara sendiri-sendiri.
Jika klausul ini sudah diubah, RCEP bisa membuat peraturan lanjutan bahwa kemitraan ini bisa menghukum anggotanya apabila berlaku tidak sesuai aturan main atau bertentangan secara nilai dengan anggota-anggota lain. Dalam konteks ini, RCEP harus secara transparan mengakui mereka bukan lagi murni kerja sama ekonomi, melainkan telah memasukkan unsur politik ke dalam agendanya.
“Konsekuensinya ialah kepentingan ASEAN di RCEP hilang dan diganti dengan kepentingan tiap-tiap negara. Ini bisa kontraproduktif untuk para anggota yang mungkin lebih terbelakang pembangunannya dibandingkan yang lain,” kata Zamroni.
Pada saat yang sama, juga harus ada pembahasan di ASEAN mengenai prinsip kebersamaan (ASEAN Community) dan Visi ASEAN 2025. Artinya, membahas sikap ASEAN ke depannya terhadap Myanmar. Benar-benar hendak dikucilkan atau tetap dirangkul dengan sejumlah catatan. (AP)