Indonesia perlu berhati-hati mengimplementasikan RCEP. Selain dapat menyebabkan impor melonjak, ekspor juga bisa tergerus lantaran imbas pengalihan dan penciptaan perdagangan antarnegara anggota maupun non-anggota.
Oleh
hendriyo widi
·5 menit baca
ANTARA/AKBAR NUGROHO GUMAY
Presiden Joko Widodo (ketiga dari kanan) bersama para kepala negara dan kepala pemerintahan negara-negara peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-3 Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) di Bangkok, Thailand, 4 November 2019.
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia baru akan mengimplementasikan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) pada pertengahan 2022. Dalam penerapan perjanjian itu, Indonesia perlu berhati-hati. Daya tarik perjanjian ini bagi perdagangan cukup besar, tetapi bisa menjadi bumerang jika sejumlah tantangan yang muncul tidak diantisipasi.
Dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang Koichi Hagiuda, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, Indonesia berkomitmen mempercepat proses ratifikasi perjanjian RCEP di tingkat nasional. Ratifikasi ini ditargetkan rampung pada triwulan I-2022 dan akan diimplementasikan pada pertengahan 2022.
”Implementasi RCEP itu diharapkan dapat mendorong upaya pemulihan ekonomi kawasan dan global akibat imbas pandemi Covid-19,” kata Lutfi melalui siaran pers di Jakarta, Senin (10/1/2022) malam.
Indonesia berkomitmen mempercepat proses ratifikasi perjanjian RCEP di tingkat nasional. Ratifikasi ini ditargetkan rampung pada triwulan I-2022 dan akan diimplementasikan pada pertengahan 2022.
Lima belas negara yang menandatangani RCEP pada 15 November 2020 sedianya akan mengimplementasikan perjanjian itu pada 1 Januari 2022. Negara-negara tersebut adalah 10 negara anggota ASEAN (Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam), serta China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Lantaran proses ratifikasi di setiap negara berbeda-beda, per 1 Januari 2022, baru 11 negara yang mengimplementasikan. Pada 1 Februari 2022, Korea Selatan akan menyusul seusai merampungkan ratifikasi. Kini tinggal Indonesia, Malaysia, dan Filipina yang belum kelar meratifikasi perjanjian itu. Indonesia belum merampungkan ratifikasi karena pembahasannya di parlemen masih belum tuntas.
Kementerian Perdagangan memprediksi, dalam lima tahun sejak RCEP diberlakukan, ekspor Indonesia akan naik 8-11 persen dan investasi luar negeri bakal meningkat 22 persen. Selain penurunan tarif, kemudahan investasi, RCEP juga membuka peluang peningkatan keterlibatan Indonesia dalam rantai nilai global.
Sementara itu, Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) menilai, implementasi RCEP akan menjadi pusat gravitasi baru perdagangan global di kawasan Asia Pasifik. Implementasi itu akan menguntungkan sekaligus membawa sejumlah tantangan.
Dalam laporan bertajuk ”Pusat Gravitasi Baru: RCEP dan Dampak Perdagangannya” yang dirilis 15 Desember 2021, UNCTAD menyebutkan, konsesi liberalisasi sekitar 90 persen tarif perdagangan RCEP akan menguntungkan negara-negara anggotanya. Hal ini mencakup hampir semua sektor perdagangan, terutama pertanian, manufaktur, dan komoditas mentah.
Konsesi tarif itu diperkirakan akan meningkatkan perdagangan di dalam RCEP hampir senilai 42 miliar dollar AS. Sebagian besar akan didorong oleh pengalihan perdagangan dengan nilai sekitar 25 miliar dollar AS dari negara dan kawasan non-anggota ke kawasan RCEP. Melalui konsensi tarif itu pula, penciptaan perdagangan baru antarnegara akan berkontribusi sekitar 17 miliar dollar AS.
Kerugian ekspor terbesar negara dan kawasan non-anggota akibat pengalihan perdagangan itu akan dialami antara lain oleh Uni Eropa, Amerika Serikat, Taiwan, Hong Kong, Bangladesh, Inggris, dan India. Uni Eropa, Amerika Serikat, dan India, misalnya, berpotensi kehilangan ekspor masing-masing senilai 8,3 miliar dollar AS, 5,1 miliar dollar AS, dan 900 juta dollar AS.
Penghitungan UNCTAD atas nilai ekspor negara-negara anggota RCEP berdasarkan konsesi tarif.
Untuk negara anggota RCEP, Jepang akan mendapat manfaat paling besar dari konsesi tarif dan pengalihan perdagangan tersebut. Ekspor Jepang diperkirakan akan meningkat sekitar 20 miliar dollar AS atau sekitar 5,5 persen dari nilai ekspornya ke sejumlah negara anggota RCEP pada 2019.
Australia, China, Korea Selatan, dan Selandia Baru juga akan mengalami hal serupa. Namun, bagi Indonesia, Kamboja, Filipina, dan Vietnam, ekspornya justru bisa turun. Hal ini terjadi akibat efek pengalihan dan penciptaan perdagangan yang dilakukan negara-negara anggota lain maupun negara-negara non-anggota.
Waspadai pengalihan dagang
UNCTAD menyebutkan, pengalihan perdagangan bisa mengurangi sekitar 800 juta dollar AS dari total nilai ekspor Indonesia. Adapun penciptaan perdagangan baru (yang tidak melibatkan Indonesia) akan mengurangi sekitar 400 juta dollar AS dari total nilai ekspor Indonesia.
Kendati begitu, UNCTAD menekankan, lebih baik negara-negara yang sudah terlibat dan terkena imbas negatifnya tetap bergabung ketimbang keluar dari RCEP. Mereka bisa memperkuat negosiasi perdagangan, menciptakan peluang dagang baru, serta mendapatkan manfaat dari sektor lainnya, terutama investasi, rantai pasok nilai regional, dan transfer teknologi.
Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif Indonesia Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti, Selasa (11/1/2022), berpendapat, pengalihan dan penciptaan perdagangan bisa saja terjadi lewat RCEP. Hal ini mengingat mayoritas komoditas unggulan negara-negara anggota RCEP, terutama negara-negara ASEAN, relatif sama.
”Jika tarifnya sama dan harganya relatif bersaing, negara-negara tersebut tentu akan mencari dan lebih memilih produk-produk yang lebih berkualitas,” ujarnya.
Di sisi lain, lanjut Rachmi, negara lain non-anggota RCEP bisa jadi tidak kehilangan potensi ekspor. Mereka justru dapat bekerja sama dengan negara yang terikat RCEP.
Jika kedua negara tersebut sudah memiliki perjanjian perdagangan bebas (FTA) atau tarif preferensial (PTA), mereka bisa memetik keuntungan dari RCEP. Untuk mengantisipasi persoalan ini, penegakan konsesi atau ketentuan asal barang (rules of origin) RCEP harus kuat.
”Produk yang diperdagangkan di kawasan RCEP itu harus benar-benar memenuhi persyaratan nilai tambah atau muatan regional (regional value content) minimal sebesar 40 persen,” ujarnya.
Penegakan konsesi atau ketentuan asal barang (rules of origin) RCEP harus kuat. Produk yang diperdagangkan di kawasan RCEP itu harus benar-benar memenuhi persyaratan nilai tambah atau muatan regional (regional value content) minimal sebesar 40 persen.
KOMPAS/Lasti Kurnia
Aktivitas perniagaan di pusat garmen dan pakaian jadi Pasar Tanah Abang yang tak hanya melayani pasar lokal, namun juga mancanegara, Jakarta, Jumat (7/2/2020).
Rachmi juga meminta agar pemerintah memiliki konsep kebijakan yang jelas untuk mengantisipasi lonjakan produk impor yang dapat menggerus industri domestik. Salah satunya adalah dengan menerapkan kebijakan nontarif.
Mengutip data Rashmi Banga et al, Global Development Policy Centre, Boston University, Rachmi menyatakan, produk-produk impor yang akan meningkat adalah tekstil dan pakaian jadi (22 persen), besi dan baja (19 persen), daging dan potongan daging lain (8 persen), serta tembaga dan barang turunan lain (7 persen).
Penelitian itu juga menghitung, RCEP akan menyebabkan negara-negara di ASEAN kehilangan 8,5 miliar dollar AS per tahun dalam neraca perdagangan barang mereka. ”Filipina dan Indonesia masing-masing akan rugi sekitar 260 juta dollar AS dan 150 juta dollar AS per tahun,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, RCEP akan meningkatkan produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,07 persen pada 2040. Namun, jika tidak turut menerapkan RCEP, PDB Indonesia akan terkoreksi 0,08 persen.
Riset yang dilakukan pemerintah menunjukkan, neraca perdagangan Indonesia bakal defisit pada tahun-tahun awal implementasi RCEP. Namun, defisit tersebut akan diimbangi oleh kenaikan surplus sampai 979,03 juta dollar AS pada 2040 atau 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan surplus saat tidak mengikuti RCEP yang hanya 383,06 juta dollar AS (Kompas, 3 Januari 2022).