Manuver Barat untuk Menghasut Putin
NATO pernah berjanji tidak akan memperluas keanggotaan. Kini, persenjataan NATO hanya berjarak 700 kilometer dari Moskwa dan 200 Kilometer dari kampung halaman Putin.
Beberapa bulan terakhir, para pejabat Amerika Serikat dan Inggris berulang kali menyatakan ada informasi intelijen bahwa serangan Rusia ke Ukraina hanya dalam hitungan hari. Hingga Senin (14/2/2022), informasi intelijen itu tidak kunjung terbukti. Persis seperti tidak ada bukti keberadaan senjata pemusnah massal yang dijadikan alasan menyerbu Irak.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy tidak kalah gerah dengan lontaran dugaan serbuan itu. Ia menyebut semua pernyataan soal serbuan hanya memicu kepanikan. Ukraina sama sekali tidak terbantu dengan itu.
”Kalau ada informasi tambahan tentang serbuan Rusia ke Ukraina, tolong berbagi dengan kami. Saya tidak bisa menyetujui atau menyangkal hal yang belum terjadi. Sekarang, tidak ada serbuan besar ke Ukraina,” ujarnya seusai meninjau latihan perang di sekitar Kiev, Sabtu (12/2).
Baca Juga: NATO-Rusia Sama-sama Tambah Pasukan di Sekitar Ukraina
Ia mengatakan itu setelah media Jerman, Der Spiegel, melaporkan rencana serbuan Rusia ke Ukraina secara terperinci. Der Spiegel mengklaim dokumen rencana itu telah ditelaah para pejabat intelijen sipil dan militer AS sebelum diserahkan ke Presiden AS Joe Biden.
Zelenskyy juga mengundang Biden ke Ukraina untuk melihat langsung situasi di Kiev dan sekitarnya. Dengan demikian, Biden bisa memahami apa yang terjadi akibat semburan pemicu kepanikan yang dilontarkan berbulan-bulan dari London dan Washington.
AS dan Inggris sepakat memerintahkan warga dan pegawainya keluar dari Ukraina. Sejumlah negara lain mengeluarkan perintah serupa. Perintah diikuti peringatan potensi serbuan Rusia yang akan terjadi dalam hitungan hari.
Sebelum laporan Der Spiegel, sejumlah pejabat Gedung Putih dan Departemen Pertahanan AS kompak menyebut ada video yang akan disebar Rusia untuk membenarkan serbuan ke Ukraina. Saat ditanya apakah AS memiliki salinan video atau setidaknya menonton video itu, Gedung Putih dan Dephan AS menolak menjawabnya.
Peneliti senior Cato Institute AS dan mantan Staf Khusus Presiden AS Ronald Reagan, Doug Bandouw, mengatakan, Rusia dan negara-negara besar Eropa selain Inggris tidak mau perang. Salah satu alasan Jerman dan sejumlah negara Eropa menolak perang adalah fakta hampir 40 persen energi mereka dipasok Rusia. Perang bisa mengganggu pasokan itu.
Washington juga punya sejumlah alasan untuk tidak berperang dengan Moskwa gara-gara Kiev. Paling pokok, Rusia pemilik bom nuklir dan aneka persenjataan hipersonik. Dalam hitungan detik, rudal hipersonik Rusia bisa mencapai AS. Ukraina juga bukan anggota NATO sehingga tidak ada kewajiban AS membelanya.
Alasan membela demokrasi dan keutuhan wilayah Ukraina juga sulit dipakai. Freedom House dengan jelas menyebut demokrasi Ukraina terancam oleh kondisi internal negara itu. Adapun AS bersama NATO menyerbu banyak negara sejak Perang Dingin berakhir.
Narasi perang
Sayangnya, menurut Ted Carpenter yang juga peneliti senior di Cato Institute, ada sejumlah pihak terus berusaha mendorong perang. Ia dan Bandouw menyoroti sejumlah politisi Republikan, seperti Michael McCaul, Mike Rogers, dan Mike Turner, yang mendesak Biden mengerahkan tentara ke Ukraina dan sekitarnya.
Baca Juga: Tolak Beri Senjata, Jerman Pilih Dorong Perundingan soal Ukraina
Dorongan keterlibatan militer AS juga disampaikan oleh Direktur Urusan Eropa pada Dewan Keamanan Nasional AS Alexander Vindman yang pensiunan Angkatan Darat AS. Ia lahir dan besar di Kiev sebelum bermigrasi ke AS. Menurut Vindman, akan ada pengerahan kekuatan darat, udara, dan laut terbesar sejak Perang Dunia II berakhir.
Narasi perang juga terus disiarkan media AS dan Inggris, seperti BBC, New York Times, CNN, Associated Press, Washington Post, hingga Bloomberg yang tidak henti mengulang pernyataan serbuan Rusia akan terjadi dalam hitungan hari. Pada awal Desember 2021, Washington Post menjadi yang pertama melaporkan keberadaan 175.000 tentara Rusia di sekitar Ukraina. Media lain mengikuti, tanpa pernah benar-benar menghadirkan buktinya.
Bahkan, pada 4 Februari 2022 pukul 16.00 waktu New York, Bloomberg melaporkan serbuan sudah terjadi. Tidak sampai sejam, media yang dimiliki konglomerat penyokong Partai Demokrat itu meralat dan mengakui salah telah mengunggah laporan itu.
Kondisi seperti itu melelahkan bagi Zelenskyy dan banyak orang Ukraina. Bagi C Hendrickson, Zelenskyy sedang memahami pengalaman mantan Presiden Georgia Mikheil Saakashvili. Pada Agustus 2008, Saakashvili yang meyakini didukung AS dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) memerintahkan serangan untuk merebut Ossetia Selatan dari kelompok separatis.
Serangan itu menewaskan sejumlah tentara Rusia yang bertugas di sana sebagai pasukan penjaga perdamaian. Moskwa membalasnya dengan serbuan besar-besaran ke Ossetia Selatan. Tidak ada bantuan NATO kepada Georgia setelah serbuan itu.
Menurut Hendrickson yang guru besar emiritus hubungan internasional pada Colorado College itu, Kiev nyaris mengikuti jalur yang ditempuh Tbilisi.
Mendapat bantuan pertahanan miliaran dollar AS dari NATO selama bertahun-tahun, Zelenskyy menetapkan salah satu prioritasnya adalah menyelesaikan konflik di Ukraina Timur. Carpenter dari Cato Institute sampai menyebut Kiev diperlakukan seperti anggota NATO karena mendapat pasokan senjata dan pelatihan besar-besaran.
Menanggapi keinginan Zelenksyy, Putin bolak-balik mengingatkan Kiev agar menjalankan Kesepakatan Minks. Dalam kesepakatan itu, Kiev dan milisi di Ukraina Timur harus melakukan gencatan senjata. Kiev juga memberikan otonomi luas ke Donetsk dan Luganks. Sampai sekarang, semua itu tidak terwujud.
Baca Juga: Adu Propaganda Semakin Membara, Rusia-Jerman Saling Cekal Media
Bahkan, pada 3 April 2021, Kiev mengumumkan rencana latihan bersama dengan lima anggota NATO di sekitar Ukraina. Skenario latihan termasuk memulihkan keutuhan wilayah di Ukraina Timur. Pengumuman itu disambut Moskwa dengan mobilisasi besar-besaran di dekat perbatasan Ukraina. Sejak April 2021 sampai sekarang, Rusia terus menggerakkan dan menambah pasukan serta persenjataan di sekitar Ukraina.
Akan tetapi, para pejabat Rusia bolak-balik mengatakan, tidak ada rencana menyerbu Ukraina. Namun, walau tidak pernah menunjukkan bukti atau setidaknya informasi penguat, sebagian anggota NATO berulang kali menyatakan sebaliknya.
Keinginan Barat
Dalam pernyataan selepas bertemu Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban pada 1 Februari 2022 di Moskwa, Presiden Rusia Vladimir Putin akhirnya bersuara soal tudingan Barat. AS dan sekutunya dituding Putin berusaha menyeret Rusia dalam perang. Dengan demikian, ada alasan untuk menambah sanksi kepada Rusia. ”Tujuan utama mereka mencegah kemajuan Rusia. Ukraina hanya alat untuk mencapai tujuan itu,” katanya.
Sejak menduduki Semenanjung Krimea pada 2014, Rusia memang dikenai sejumlah sanksi ekonomi. Walakin, sanksi itu gagal mencegah Rusia menumpuk cadangan devisa 640 miliar dollar AS per Januari 2022. Kenaikan harga minyak dan gas, ditambah fakta hingga 40 persen gas dan minyak Eropa Barat dipasok Rusia, membuat Moskwa mendapatkan rata-rata 1 miliar dollar AS per hari dari penjualan minyak dan gas sepanjang semester II-2021.
Di Uni Eropa, mitra dagang terbesar Rusia adalah Jerman. Menteri Luar Negeri Hongaria Péter Szijjártó sampai mencemooh fakta itu. Sebab, kenaikan tetap terjadi sejak NATO dan sejumlah negara menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia selepas pendudukan Krimea. ”Perdagangan Jerman-Rusia malah naik sejak sanksi diberlakukan,” ujarnya.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Chicago John Mearsheimer pernah mengatakan, perkembangan di Ukraina saat ini tidak bisa dilepaskan dari kesalahan Barat. Dari 1.000 kilometer pada 1989, jarak perbatasan NATO dengan Rusia kini menjadi tidak ada. Padahal, Kanselir Jerman Helmut Kohl dan Sekretaris Jenderal NATO Manfred Worner pernah berjanji tidak akan ada perluasan NATO setelah Tembok Berlin runtuh.
Baca Juga: Rusia Operasikan Semua Rudal Hipersonik
Kini, NATO menempatkan tentara dan persenjataan di Estonia dan Latvia yang berbatasan langsung dengan Rusia. Dari perbatasan timur Estonia dan Latvia dengan Rusia, St Petersburg yang merupakan kampung halaman Putin hanya berjarak tidak sampai 200 km. Sementara ke Moskwa tidak sampai 700 km. Hanya dengan rudal jelajah, dua kota terbesar Rusia itu bisa dijangkau NATO.
Mearsheimer mengatakan, kegelisahan Putin dan manuver Barat memperluas NATO bisa dipahami dengan Doktrin Monroe. Dikeluarkan oleh Presiden AS James Monroe pada awal abad ke-19, doktrin itu pada dasarnya menolak ada kekuatan musuh dalam bentuk apa pun di dekat perbatasan AS atau wilayah kepentingan AS.
Sayangnya, menurut Mearsheimer, NATO justru melakukan hal yang bertentangan dengan doktrin itu. Kala Presiden Ukraina Viktor Yanukovych secara terbuka menolak bergabung dengan Uni Eropa dan NATO, berbagai laporan mengungkap negara-negara Barat menyokong demonstasi yang berujung pada penggulingan Yanukovych. Pengganti Yanukovych, termasuk Zelenskyy, lebih ramah ke Barat dan sangat berharap bergabung dengan NATO.
Karena itu, Bandouw dan sejumlah akademisi AS meminta pemerintahan Biden fokus pada masalah dalam negeri. Kini, AS sedang mengalami inflasi tertinggi sepanjang sejarah. Tidak hanya mahal, aneka barang kebutuhan sehari-hari sulit didapat karena ada gangguan rantai pasok sejak pandemi Covid-19.
Kondisi itu membuat kecakapan Biden dipertanyakan. Padahal, selama kampanye 2020, Demokrat selalu menyebut Biden sebagai pemimpin berpengalaman dan cakap menangani krisis. Fakta menunjukkan sebaliknya.
Keadaan itu bisa mengancam peluang Demokrat di pemilu 8 November 2022. Dalam pemilu itu, seluruh 435 kursi DPR, 34 dari 100 kursi Senat, dan 39 dari 50 gubernur akan dipilih. Ada pula pemilihan di tingkat kota hingga negara bagian. Sejarawan Princeton University, Arno Mayer, mengatakan, pemerintah selalu berusaha menghadirkan persepsi ancaman dari luar negeri setiap kali kesulitan mengendalikan kondisi dalam negeri. (AFP/REUTERS)