Adu Propaganda Semakin Membara, Rusia-Jerman Saling Cekal Media
Tak hanya mengirimkan ribuan tentara ke sekitar Rusia, AS juga menuding Rusia menyebarkan propaganda sebagai alasan untuk menyerang Ukraina. Sementara Rusia dan Jerman saling cekal media pihak lain.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Amerika Serikat dan sekutunya terus baku tuding dengan Rusia soal propaganda di tengah meningkatnya ketegangan di perbatasan Ukraina. Bahkan, mereka sampai saling melarang media massa pihak lain beroperasi dengan beragam alasan.
Media Jerman, Deutsche Welle (DW), mengumumkan bahwa kantor mereka di Moskwa harus ditutup pada Jumat (4/2/2022) pagi. Penutupan itu atas perintah otoritas Rusia. Direktur Jenderal DW Peter Limbourg mengatakan, perusahaan akan segera menggugat perintah penutupan tersebut ke pengadilan setempat. Perintah itu dinyatakan tidak bisa diterima dan ditoleransi.
Ada dua kanal DW di Rusia, yakni dalam bahasa Inggris dan Jerman. Kedua kanal itu beroperasi sejak 2005 dengan izin yang berlaku sampai 2025 untuk DW siaran bahasa Inggris dan 2027 untuk DW siaran bahasa Jerman.
Dalam pengumuman pada Kamis (3/2/2022), Kementerian Luar Negeri Rusia mengungkap bahwa penutupan DW adalah balasan atas pelarangan operasi media Rusia, Russia Today (RT), di Jerman. Media Rusia itu dituding tidak punya izin operasi di Jerman.
Kemenlu Rusia juga mengungkap, izin kerja bagi seluruh awak DW di Rusia akan segera dicabut. Moskwa sedang mengidentifikasi seluruh pihak yang terlibat dari pelarangan operasi RT di Jerman.
Berlin memang lebih dulu melarang RT beroperasi di Jerman. Meski diprotes beberapa kali oleh Moskwa dan manajemen RT, Berlin tetap melarang media yang dekat dengan Pemerintah Rusia itu untuk beroperasi di Jerman. Larangan berlaku untuk televisi maupun siaran melalui internet.
Video propaganda
Sementara di Washington, juru bicara Departemen Pertahanan AS John Kirby mengatakan bahwa Washington punya informasi soal upaya propaganda Rusia. Bentuknya adalah videografis yang dirancang untuk membenarkan penyerbuan Rusia ke Ukraina.
Video itu disebut menggambarkan serangan oleh sejumlah orang ke wilayah Rusia yang berbatasan dengan Ukraina atau penutur bahasa Rusia di Ukraina. ”Kami meyakini ada video yang menunjukkan mayat dan aktor yang berpura-pura menangisi korban serangan serta tempat-tempat yang rusak karena serangan. Akan ada pula gambar seolah-olah senjata buatan barat dipegang orang-orang Ukraina,” tutur Kirby.
Namun, dalam jumpa pers, Kirby tidak menanggapi pertanyaan wartawan soal bukti video itu. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price juga menolak menanggapi pertanyaan serupa. Menurut Price, informasi itu berdasarkan data intelijen yang dapat diungkap secara terbatas ke umum. “Kami akan mengungkap informasi setelah yakin pada informasi itu,” katanya.
Price menolak menjawab, apakah AS punya salinan video atau melihat langsung video itu. Ia berkilah, pengetahuan terperinci atas isi video menunjukkan bahwa Washington tahu soal video tersebut.
Sejumlah sumber di Washington menyebut, intelijen AS memang tidak punya bukti keberadaan video itu. Tidak ada pula bukti bahwa intelijen AS pernah melihat atau memiliki salinan video tersebut.Meski demikian, AS meyakini video itu akan segera disiarkan dalam waktu dekat. Penyiaran ini dinyatakan sebagai upaya Moskwa mencari alasan menyerbu Ukraina.
Adapun Wakil Penasihat Keamanan Nasional AS Jon Finer mengatakan, Washington sengaja menuduh Rusia secara terbuka. Dengan demikian, Rusia akan semakin kesulitan memutuskan langkah selanjutnya.
Wakil Tetap AS pada Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Julie Smith menyebutkan, Rusia pernah menggunakan pola itu sebelum serbuan pada tahun 2014. Informasi soal video sejenis dinyatakan sebagai indikasi Rusia sedang berusaha mencari alasan menyerbu Ukraina.
Tudingan soal video diungkap setelah Presiden AS Joe Biden mengesahkan pengiriman 1.700 tentara ke Polandia dan 300 tentara ke Jerman. Biden juga memerintahkan 1.000 tentara AS di Jerman dipindahkan ke Romania.
”Pengerahan ini bukti nyata kami, Rusia, patut khawatir. AS yang sebenarnya terus meningkatkan ketegangan di Eropa,” kata juru bicara Kepresidenan Rusia Dmitry Peskov, menanggapi pengerahan 3.000 tentara itu.
Kini, secara resmi, 8.100 tentara AS berada di dua negara yang berbatasan langsung dengan Ukraina. AS juga punya hampir 34.000 tentara di Jerman. Di Estonia dan Latvia yang berbatasan dengan Rusia juga ada tentara AS.
Sejak 2014, Washington telah mengucurkan bantuan keamanan senilai 2,5 miliar dollar AS untuk Kiev. Selain pengiriman senjata senjata, dana itu dipakai untuk membiayai pelatihan. Pada akhir Desember 2021, AS juga mempertahankan salah satu gugus tempur lautnya di Laut Tengah. Padahal, gugus tempur USS Harry Truman itu dijadwalkan bergerak di Timur Tengah.
AS juga menjalankan mesin diplomasi untuk mengurus Ukraina. Direktur CIA William Burn bertandang ke Rusia dan Ukraina. Sementara Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan bolak-balik ke Eropa. Di luar itu, Biden dan bawahannya menelepon ke sana sini gara-gara Ukraina. (AFP/REUTERS)