AS dan Sekutunya Terus Gelorakan Ancaman Atas Rusia
Amerika Serikat siap menjatuhkan sanksi terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin jika pasukannya menginjakkan kaki di wilayah Ukraina. Ketegangan di akar rumput kian besar dan membuat warga yakin perang akan terjadi.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
WASHINGTON, RABU – Amerika Serikat dan sekutunya terus menggelorakan ancaman terhadap Rusia yang telah menempatkan pasukan serta artileri tempurnya di perbatasan Rusia-Ukraina. Selain mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin dan Rusia, AS telah mengirimkan sejumlah persenjataan, termasuk rudal anti-tank Javelin, peluncur serta perangkat keras militer lainnya untuk memperkuat sistem pertahanan Ukraina.
Kemungkinan penjatuhan sanksi kepada Putin disampaikan Presiden AS Joe Biden kepada wartawan di Gedung Putih, Selasa (25/1), jika Kremlin benar-benar menggerakkan pasukannya ke dalam wilayah teritorial Ukraina. Saat Biden ditanya soal kemungkinan penjatuhan sanksi pada Putin, presiden berusia 79 tahun itu menjawab,”Ya. Saya melihatnya."
Sanksi langsung AS terhadap para pemimpin negara jarang terjadi. Sebelumnya ada, setidaknya, tiga pemimpin negara yang dinilai memiliki sikap bermusuhan dengan AS pernah menerimanya, yaitu pemimpin Venezuela Nicolas Maduro, Suriah Bashar al-Assad dan mantan pemimpin Libya Muammar Khaddafi.
Tak hanya ancaman sanksi, AS telah menyiagakan pasukannya yang berada di beberapa wilayah di Eropa timur untuk bergeser jika sewaktu-waktu Rusia jadi menginvasi Ukraina. Pentagon telah menyiagakan 8500 tentaranya yang berada di sayap timur Eropa untuk dikirim ke Ukraina meski Biden mencoba mengesampingkan kemungkinan tersebut. Sejauh ini NATO memiliki sekitar 4000 pasukan di Estonia, Lituania, Latvia dan Polandia, yang didukung dengan artileri tempur, seperti tank, sistem pertahanan udara dan unit intelejen.
Seruan agar negara-negara sekutu anggota NATO untuk menyamakan sikap terhadap situasi terkini di perbatasan Rusia-Ukraina juga disampaikan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. PM Johnson, yang posisinya sebagai perdana menteri tengah digoyang, kesamaan sikap di antara negara-negara anggota NAP akan lebih efektif dalam mencegah agresi Rusia.
Dia juga menambahkan, Inggris dan AS tengah berdiskusi soal kemungkinan melarang Rusia dari sistem pembayaran global SWIFT.
Sementara, Presiden Perancis Emmanuel Macron terus mencoba membuka dialog dengan Putin, sesuai permintaan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy agar empat negara, yaitu Perancis, Jerman, Rusia dan Ukraina, melakukan perundingan. Menurut rencana, Macron akan menelepon Putin pada Jumat (28/1). Sementara, penasihat politik empat negara di atas akan bertemu secara langsung di Paris, hari Rabu (26/1).
Sikap Rusia
Rusia, yang dituding telah menyebabkan ketegangan, berulang kali membantah tengah merencanakan serangan terhadap Ukraina. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan situasi kritis di perbatasan Rusia-Ukraina bukan dikarenakan penambahan pasukan mereka, tapi karena tindakan AS dan NATO sendiri.
Di dalam negeri, Kremlin juga mengampanyekan bahwa kebijakan yang diambil oleh Presiden Putin adalah respon atas tindakan AS dan NATO yang mencoba merambah ke Eropa timur. Seorang analis media, yang memilih anonim, mengatakan, saat ini tidak ada perasaan bahwa para pihak akan segera memulai perang. “Hal itu tidak terjadi sama sekali,” katanya.
Dalam sejumlah laporan media Rusia tentang persoalan Ukraina, media yang terafiliasi dengan Kremlin mengatakan, kepanikan yang terasa dalam kebijakan negara-negara barat telah memicu ketegangan. "Mereka telah menciptakan (ancaman Rusia). Amerika telah menakut-nakuti diri mereka sendiri tentang invasi Rusia selama berbulan-bulan," kata seorang reporter untuk stasiun televisi Vesti.
Di Moskwa, beberapa pejalan kaki yang ditemui mengatakan bahwa respon Kremlin terhadap persoalan Ukraina lebih pada sikap defensif.
"Saya tidak berpikir Rusia akan menyerang siapa pun. Tapi saya percaya akan ada provokasi Barat yang besar, yang sudah berlangsung. Rusia akan membela diri, dan itu harus," kata seorang perempuan pejalan kaki yang hanya menyebut namanya sebagai Olga.
Seorang pejalan kaki lainnya, Alexei, menilai bahwa situasi agak kabur saat ini. “Soal pasukan Rusia di perbatasan, saya juga mendengar bahwa AS mengumpulkan pasukan mereka di Eropa. Jadi, situasinya tidak sesederhana itu. Apakah kita ingin mempertahankan diri atau menyerang? Menurut pendapat saya situasi saat ini tidak jelas,” katanya.
Sebuah jajak pendapat yang dilakukan Levada, sebuah lembaga survei opini publik, menyebutkan bahwa sekitar 40 persen warga Rusia percaya perang merupakan keniscayaan.
“dilihat dari opini publik, masyarakat sudah siap menghadapi situasi perang. Saya kira mereka tidak memerlukan persiapan. Mereka tidak mau perang, mereka ingin détente, tapi mereka yakin tidak ada yang bisa dilakukan saat ini,” kata Direktur Eksekutif Levada Denis Volkov.
Di Ukraina, Presiden Zelenskyy meminta warganya untuk tetap tenang menghadapi situasi yang sewaktu-waktu bisa berubah. Meski gembira dengan adanya bantuan sistem persenjataan dari AS dan negara-negara sekutu barat, dia juga mengatakan pintu dialog tetap terbuka dengan bantuan Perancis dan Jerman.
“Semuanya tidak sederhana.Tapi ada harapan. Lindungi tubuh Anda dari virus, otak Anda dari kebohongan, hati Anda dari kepanikan,” kata Zelensky. (AP/AFP/Reuters)