AS Tetap Utamakan Dialog untuk Isu Ukraina dan Asia Pasifik
Menlu AS Antony Blinken mengakhiri tur di kawasan Pasifik dengan misi mengurangi ketegangan yang berhubungan dengan China, Rusia, Ukraina, dan Korea Utara.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
HONOLULU, MINGGU – Tur Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken ke sejumlah negara di kawasan Pasifik tetap mengusung pesan yang sama, yaitu AS mengedepankan dialog untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang menjadi momok di wilayah tersebut. Isu yang dibahas dalam tur itu ialah risiko invasi Rusia ke Ukraina, perkembangan kekuatan China di kawasan, dan uji coba rudal serta pengayaan nuklir oleh Korea Utara.
Blinken mengakhiri turnya dengan menggelar pertemuan di Honolulu, Negara Bagian Hawaii pada hari Sabtu (12/2/2022) waktu setempat atau Minggu (13/2/2022) waktu Indonesia. Ia bertemu dengan rekannya, Menteri Luar Negeri Korea Selatan Chung Eui-yong dan Menteri Luar Negeri Jepang Hayashi Yoshimasa.
Kedua menlu dari negara Asia Timur itu meminta agar AS lebih tegas menegur Korea Utara. Pada Januari 2022 saja, negara tersebut sudah tujuh kali melakukan uji tembak rudal jarak menengah. Menurut Blinken, Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, sedang berusaha memprovokasi negara-negara lain dengan aksi tersebut.
“Namun, harus saya tekankan bahwa AS tidak memiliki niat yang buruk terhadap Republik Demokratik Korea. Kami tetap mengusulkan adanya dialog tanpa prasyarat apapun,” tutur Blinken.
Ucapan serupa juga ia katakan ketika melakukan sambungan telepon dengan Menlu Rusia Sergei Lavrov. Blinken tetap meminta agar Rusia mau bertemu untuk melakukan pembahasan mengenai situasi di perbatasan Ukraina. Sebanyak 100.000 pasukan Rusia sudah siaga di wilayah itu dan diduga akan segera melakukan invasi.
Pekan lalu, Presiden Perancis Emmanuel Macron bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin yang mengatakan bahwa wajar apabila Rusia menggerakkan militer di dalam wilayah negara mereka. Ia juga mengutarakan tidak ada niat untuk menginvasi Ukraina selama Barat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mau menarik pasukan mereka dari Ukraina. Pertemuan ini tidak menghasilkan kesepakatan apapun.
Telepon Blinken kepada Lavrov ini tidak ditanggapi dengan hangat. Meskipun Blinken mengatakan bahwa pihaknya mengedepankan dialog, Lavrov melalui pernyataan resmi Kemenlu Rusia justru mengungkapkan sebaliknya. “AS berusaha memancing agar Rusia panas dan memicu terjadinya konflik,” ujarnya.
Rusia sudah terlanjur antipati mengingat Presiden AS Joe Biden bulan lalu langsung mengutarakan hendak memperberat sanksi atas Rusia apabila mereka melangkah memasuki Ukraina. Pada saat yang sama, AS beserta sejumlah negara seperti Australia dan Israel sibuk mengevakuasi staf mereka dari kedutaan-kedutaan besar di Kiev, Ukraina.
Berusaha memantapkan posisi
Tur Pasifik ini dilakukan Blinken setelah berbagai pihak mengkritisi, AS tidak memedulikan kawasan Asia Pasifik. Sebelumnya, Blinken telah berkunjung ke beberapa negara di Asia Tenggara. Kali ini, ia melakukan pertemuan dengan 17 kepala negara di Kepulauan Pasifik. Bahkan, AS juga berniat membuka kembali kedutaan besar di Kepulauan Solomon yang telah ditutup sejak tahun 1994.
Alasannya adalah karena pengaruh China semakin menguat, misalnya di Kepulauan Solomon dan Kiribati. Mereka memilih memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan demi menjalin hubungan dengan China. Berkat tindakan tersebut, China menjanjikan investasi sebesar ratusan dollar AS kepada kedua negara itu.
Pembahasan mengenai China juga dilakukan dalam pertemuan Pakta Pertahanan Quadrilateral di Melbourne, Australia. Tiga anggota Quad, Australia, India, dan Jepang juga mengeluhkan soal pertambahan kekuatan politik luar negeri China. Australia mengutarakan bahwa China melakukan perang dagang serta aksi koersif terhadap perekonomian mereka.
Sementara itu, tajuk rencana surat kabar Jepang, Nikkei, mengimbau agar Pemerintah Jepang lebih tegas dalam sikapnya terkait Rusia. Situasi di kawasan tidak bisa murni bergantung kepada keputusan AS. Selama ini, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida tampak tenang-tenang saja menghadapi Rusia, termasuk untuk isu risiko invasi di Ukraina.
Sebagai gambaran, pada tanggal 17 Januari Kishida berpidato di hadapan parlemen dan tidak menyinggung soal Ukraina. Pada tanggal 29 Januari, Jepang membuka acara kerjasama pemerintahan daerah dan antarkota Jepang-Rusia yang berlangsung sepanjang tahun 2022.
“Jepang di mata Rusia tampak sebagai anggota G-7 terlemah. Ini yang membuat Rusia semakin dekat bekerja sama di bidang ekonomi dan keamanan dengan China. Jepang tidak dipandang sebagai pilihan yang berbobot oleh Rusia,” kata pakar ilmu politik Universitas Temple, Jepang, James DJ Brown di rubrik opini Nikkei.
Menurut dia, adanya persepsi demikian dengan Rusia semestinya mengingatkan kembali Kishida dengan komitmen Jepang pada tahun 2013, yaitu berpartisipasi aktif dalam isu politik serta kestabilan internasional. Apabila Jepang tidak mau langsung berhadapan dengan Rusia dengan memberi sanksi, bisa dilakukan dengan cara mendukung Ukraina melalui bantuan keuangan untuk rakyatnya. (AFP/Reuters)