Ketegangan Meningkat, Jepang Perpanjang Kehadiran 50.000 Tentara AS
Jepang memperpanjang kehadiran 50.000 tentara Amerika Serikat di Negeri Matahari Terbit itu selama lima tahun ke depan. Situasi kawasan yang makin menghangat, menjadi dasar perpanjangan kerja sama itu.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
TOKYO, JUMAT — Jepang memperpanjang kerja sama pertahanannya dengan Amerika Serikat dengan memperpanjang kehadiran 50.000 tentara ”Negeri Paman Sam” itu selama lima tahun ke depan. Dalam kerja sama itu, tidak hanya sebatas memberi ”perlindungan” pada Jepang, kedua negara juga sepakat untuk mengembangkan sistem persenjataan bersama.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengumumkan perpanjangan kerja sama pertahanan kedua negara, Jumat (7/1/2021), dalam pertemuan virtual dengan koleganya dari Jepang, Menlu Yoshimasa Hayashi, dan Menteri Pertahanan Jepang Nobuo Kishi. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, yang tengah menjalani masa karantina karena terpapar Covid-19 juga tampak hadir dalam pertemuan yang berlangsung secara daring tersebut.
Kerja sama senilai 1,8 miliar dollar AS per tahun fiskal, meningkat sekitar 5 persen dibandingkan kerja sama sebelummya, disepakati setelah meningkatnya ketegangan di kawasan Asia Timur, terutama setelah China berulang kali mengirimkan sinyal kesiapannya untuk ”merangkul” kembali Taiwan. Blinken menyatakan, sinyalemen itu semakin kuat dan menilai bahwa hal tersebut merupakan tindakan provokatif yang berujung pada ketegangan di Selat Taiwan serta Laut China Timur dan Selatan.
Tidak hanya itu, kerja sama itu juga dipastikan setelah dua hari lalu Korea Utara kembali melakukan uji coba rudal hipersonik mereka. Blinken menggambarkannya sebagai ancaman berkelanjutan.
Pernyataan bersama yang dikeluarkan AS dan Jepan, mereka menyatakan keprihatinan atas upaya China untuk merusak tatanan global yang berbasis aturan. Hal ini dikhususkan pada aktivitas China di Laut China Selatan.
Selain itu, kedua negara juga menyatakan keprihatinan serius soal pelanggaran hak di Provinsi Xinjiang, China, serta Hong Kong. AS dan Jepang menyerukan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menyatakan ketidaksepakatan dan penentangan yang tegas China atas sikap AS, Jepang, dan bahkan Australia, yang dinilainya telah mencampuri urusan dalam negeri China.
”AS, Jepang, dan Australia berbicara tentang kebebasan, keterbukaan, dan toleransi. Tetapi sebenarnya mereka berkomplot untuk membentuk kelompok-kelompok kecil yang menargetkan negara lain, memamerkan kekuatan militer mereka dan melakukan intimidasi militer,” katanya dalam briefing mingguan.
Daniel Russel, mantan diplomat AS di Asia pada masa pemerintahan Barack Obama mengatakan, perpanjangan kerja sama antara AS dan Jepang merupakan sebuah pesan bersama yang mencerminkan kekhawatiran kolektif. ”Secara khusus, kerja sama ini adalah ekspresi tekad bersama untuk merespons, jika diperlukan, sebagai ekspresi kuat solidaritas sebagai sebuah aliansi dan determinasi,” kata Russel, yang sekarang menjadi analis di Asia Society Policy Institute.
Peningkatan kemampuan pertahanan
Kerja sama ini tidak sebatas pada perlindungan semata, tapi juga membantu Jepang untuk meningkatkan postur pertahanan mereka di bawah pemerintahan yang baru. Pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida secara tegas menyatakan akan memperbaiki postur pertahanannya dengan meningkatkan anggaran belanja pertahanan.
Blinken mengatakan, perjanjian yang baru menjadi landasan kerja sama kedua negara untuk memperkuat kemampuan pertahanan Jepang, terutama melalui pengembangan persenjataan yang baru. Sebelum pertemuan berlangsung, Blinken menyatakan, selain untuk mengantisipasi ancaman yang baru muncul, kesepakatan baru itu juga mencakup pengembangan persenjataan hipersonik dan pengembangan kapasitas luar angkasa Jepang.
”Sekutu kami tidak hanya harus memperkuat alat yang kita miliki tetapi juga mengembangkan yang baru,” kata Blinken.
Rusia, China, AS, dan bahkan Korea Utara berlomba untuk mengembangkan kemampuan persenjataan hipersonik mereka. Jepang sendiri tengah mengembangkan teknologi Railgun untuk mengatasi ketertinggalannya.
”Kita perlu mengejar semua cara yang tersedia, termasuk kerja sama dengan Amerika Serikat untuk memperkuat kemampuan pertahanan rudal yang komprehensif,” kata Menteri Pertahanan Jepang Nobuo Kishi kepada wartawan.
Jeffrey Hornung, ahli kebijakan keamanan Jepang pada lembaga Rand Corporation yang disokong Pemerintah AS, mengatakan, situasi yang tengah dialami Taiwan dianggap Jepang sebagai ancaman terhadap kelangsungan hidupnya sebagai sebuah negara.
”Tidak ada kode tersirat di sini. China adalah tantangan dan aliansi ini sepakat untuk menghadapi tindakan destabilisasi yang terjadi,” kata Hornung. (AFP/REUTERS)