Kesehatan Mental Lansia Jadi Perhatian Khusus Selama Imlek
Imlek tahun 2022 masih relatif sederhana. Meskipun demikian, masyarakat diharapkan tetap saling memerhatikan dan membantu, terutama terhadap kaum lansia sebatang kara.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
TAIPEI, SELASA — Tahun Baru Imlek 2022 dirayakan dengan kesederhanaan mengingat dunia masih mengalami pandemi Covid-19. Di Taiwan, pemerintah pusat mengingatkan jajarannya di daerah agar tidak lupa memperhatikan kaum yang membutuhkan, terutama warga lansia sebatang kara. Imlek di tengah berbagai keterbatasan berisiko mengakibatkan mereka depresi yang bisa berujung sakit.
Arahan itu dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat Taiwan, Jumat (28/1/2022), dan diminta agar dilaksanakan secara rutin selama pekan libur Imlek yang dimulai pada Selasa (1/2/2022). Hendaknya pekerja sosial dan sukarelawan dijadwalkan rutin setiap hari memeriksa keadaan warga lansia yang sebatang kara. Apalagi, layanan perawatan warga lansia jangka panjang ditiadakan selama pandemi Covid-19.
Data kementerian menyebutkan, ada 42.603 warga lansia sebatang kara di Taiwan. Jumlah ini naik 1,48 persen dari periode yang sama pada tahun 2021. Sebagian berasal dari kalangan sosial ekonomi menengah ke bawah. Para warga lansia ini tidak memiliki kerabat ataupun akses terhadap layanan perawatan profesional.
Oleh sebab itu, petugas yang melakukan pengecekan harus selalu memastikan pendataan kebutuhan warga lansia atas pakaian, makanan, obat-obatan, dan hal lainnya. Otoritas setingkat kelurahan dan rukun warga diminta melakukan kegiatan bersosialisasi guna mengurangi kesepian, walaupun masih mengikuti protokol kesehatan.
”Imlek ini masa rentan karena bisa memicu kesepian dan depresi. Meskipun tren bunuh diri menurun secara umum, jumlah bunuh diri di kalangan penduduk berusia 65 tahun ke atas masih tergolong tinggi,” kata Direktur Pusat Pencegahan Bunuh Diri Taiwan Lee Ming-been seperti dikutip surat kabar Taipei Times.
Data dari lembaga itu menunjukkan, angka bunuh diri penduduk berusia 65 tahun ke atas mencapai 26,2 per 100.000 penduduk. Penyebabnya ialah kesepian, baik sosial maupun emosional. Lee menjelaskan, kesepian sosial lebih mudah ditangani karena pokok permasalahannya ialah perasaan terisolasi akibat jauh dari masyarakat atau kekurangan kemampuan bersosialisasi. Ini bisa diintervensi dengan memperbanyak kegiatan bersosialisasi.
”Kesepian emosional jauh lebih rumit karena ini masuk ke dalam ranah kesehatan mental. Petugas di lapangan harus cukup peka untuk mendeteksi jenis kesepian yang dirasakan oleh (warga) lansia yang mereka tangani sebelum bisa dilakukan intervensi lanjutan,” tutur Lee.
Pihak berwenang meminta agar antisipasi depresi semasa Imlek disebarluaskan kepada orang-orang yang tengah menjalani karantina maupun isolasi mandiri. Dokter kesehatan jiwa di Rumah Sakit Adventist Taiwan, Hsu Cheng-dien, merekomendasikan agar mereka yang tengah menjalani karantina dua pekan tetap mempertahankan rutinitas harian, yaitu makan dan berolah raga pada jam yang sama dengan ketika mereka tidak dikarantina.
Ini membangun rasa kedisiplinan sehingga bisa mengurangi keterasingan selama tidak diperbolehkan bepergian keluar kamar. ”Melakukan senam ataupun olahraga di dalam ruangan selama karantina sangat penting untuk menjaga metabolisme tubuh. Ini juga membantu mental menghadapi kejenuhan, selain dengan tetap menjaga komunikasi dengan keluarga serta teman,” ujar Hsu.
Sementara itu, di China, perayaan Imlek masih tergolong lesu walaupun ada 260 juta orang yang tetap melakukan perjalanan. China sudah memvaksinasi lengkap 85 persen penduduknya. Akan tetapi, pemerintah tetap memberlakukan pembatasan yang ketat di tengah merebaknya galur Omicron.
Di Beijing, Huang Ping (63), seorang warga, mengeluhkan sepinya suasana Imlek. Ia merindukan kemeriahan beribadah di kuil dan berbagai kegiatan di tempat-tempat umum. Sekarang, pasar tradisional yang menjual kebutuhan Imlek pun sepi pengunjung.
Di sisi lain, staycation atau berlibur di dalam kota justru meningkat. Setidaknya demikian yang tercatat di 48 kota. Kamar-kamar hotel dan restoran penuh dipesan warga yang merayakan Imlek di kota masing-masing. Bahkan, kamar-kamar yang dibanderol dengan harga 5.000 yuan (sekitar Rp 11,3 juta) per malam ludes dipesan. Warga tetap menginginkan pengalaman Imlek yang istimewa meskipun tidak bisa mudik.
Ekonom untuk lembaga keuangan internasional ING, Iris Pang, memperkirakan bahwa selama pekan Imlek ini akan terjadi kenaikan pengeluaran oleh masyarakat China hingga 10 persen dari hari-hari biasa. ”Justru dengan tidak perlu mengeluarkan biaya mudik, masyarakat memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan. Sektor jasa seperti hotel dan kuliner akan sangat diminati,” katanya. (AP)