Tekanan Omicron Tak Mempan Cegah Warga China Mudik Imlek
Meski diimbau tak pulang kampung karena varian Omicron merajalela, warga China tetap saja mudik untuk merayakan Imlek di kampung halaman. Pemerintah China menetapkan aturan ketat agar mereka tak mudik, namun sia-sia.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
Chen Hainan (30), guru di Shanghai, China timur, sudah dua tahun ini tak bisa pulang kampung dan berkumpul bersama keluarga saat Imlek gara-gara pandemi Covid-19. Tahun ini, Chen sudah tak tahan lagi. Meski Covid-19 varian Omicron saat ini sedang merajalela di mana-mana, Chen tetap mau pulang kampung. Tes PCR sebanyak lima kali pun rela dijalani demi bisa kembali ke kampung halamannya di Provinsi Zhejiang, sekitar 177 kilometer barat daya Shanghai.
”Setelah saya pikir-pikir bahwa ternyata sudah dua tahun tidak pulang kampung, saya putuskan pulang tahun ini meski harus menjalani berbagai kerumitan,” kata Chen saat hendak naik kereta di stasiun kereta kota Shanghai yang padat.
Tak bisa merayakan Imlek di kampung halaman barangkali dampak yang paling tidak enak saat pandemi bagi warga di banyak negara, termasuk di China. Sama seperti tak bisa mudik saat Lebaran. Sebelum pandemi Covid-19, biasanya ratusan juta warga China di berbagai kota dan negara pulang kampung. Pekerja migran, pelajar, atau siapa saja yang sedang jauh dari kampung halaman akan berduyun-duyun pulang naik bus, kereta, pesawat, atau kendaraan pribadi setiap Imlek atau Tahun Baru China.
Dalam bahasa China, Imlek juga kerap disebut ”pesta musim semi”. Musim liburan Imlek merupakan musim libur yang paling penting di China. Momen itu satu-satunya kesempatan seluruh anggota keluarga bisa berkumpul.
Tradisi kumpul keluarga ini lalu terganggu sejak kasus pertama Covid-19 ditemukan di kota Wuhan, China, akhir 2019. Padahal, pada waktu itu warga China sudah bersiap hendak pulang kampung. Sejak itu, jumlah wisawatan ke China berkurang hingga separuh dari jumlah biasanya.
Seperti tahun-tahun lalu, saat ini Pemerintah China kembali mengimbau masyarakat agar tak pulang kampung karena varian Omicron. Pemerintah juga telah memberlakukan kebijakan pandemi yang ketat bukan hanya untuk Imlek, melainkan juga menjelang Olimpiade Musim Dingin Beijing, 4-20 Februari mendatang.
Pemerintah-pemerintah provinsi dengan tegas meminta warganya tetap tinggal di rumah saja. Para pengusaha dan pemilik pabrik juga menawarkan iming-iming uang kepada para pekerja migrannya hanya agar mereka tidak bepergian. Bahkan, pemerintah juga menetapkan kewajiban untuk melakukan tes Covid-19 dan tes-tes lainnya agar warga mengurungkan niatnya untuk bepergian.
Namun, sepertinya itu semua tidak mempan. Warga tetap bepergian. Stasiun kereta tetap penuh. Dalam satu pekan ini setiap hari ada ribuan orang yang pergi. Begitu pula dengan sarana transportasi lainnya. Hotel-hotel juga penuh.
Situasi ini dilematis bagi pemerintah yang mengkhawatirkan potensi gejolak sosial dan bisa membuat rakyat marah. Karena itu, sedang dicari cara untuk menyeimbangkan antara keamanan dan keselamatan warga serta keinginan untuk pulang kampung.
Komisi Kesehatan Nasional China mengatakan, banyak daerah menerapkan kebijakan pandemi secara ketat. Ada sejumlah daerah yang tidak memperbolehkan warga dari daerah rendah risiko Covid-19 untuk pulang kampung. ”Jika nekat pulang, mereka harus membayar biaya karantina. Ini diprotes publik,” kata juru bicara Komisi Kesehatan Nasional China, Mi Feng.
Larangan di Beijing
Komisi itu kemudian meminta daerah agar tidak melarang warganya yang mau pulang kampung. Hanya saja, masalahnya tidak semudah itu bagi warga ibu kota Beijing yang akan menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin. Akibat Olimpiade itu, warga Beijing sepertinya tak bisa ke mana-mana karena beratnya tekanan agar warga tetap tinggal di rumah. Kalau mereka tetap nekat pergi, jangan-jangan malah tak bisa kembali ke Beijing.
”Kami akan tinggal di Beijing saja selama liburan karena takut malah tak bisa masuk lagi jika kasusnya banyak. Kami akan berlibur nanti saja,” kata Joanna Feng, warga China yang berasal dari Wuhan.
Bagi mereka yang tetap bepergian harus menunjukkan hasil tes Covid-19 yang negatif dalam 48 jam sebelum keberangkatan. Mereka juga kemungkinan harus menjalani karantina jika datang dari daerah yang tinggi kasus Covid-19-nya. Para pelancong akan terus dipantau dengan peranti lunak kode kesehatan di telepon seluler mereka. Aplikasi itu bisa merekam perjalanan ke mana pun dan hasil tes Covid-19.
”Saya sudah menghubungi pemerintah dan saya boleh kembali ke Beijing selama kode kesehatan saya berwarna hijau,” kata Sun Jinle, pegawai bank dari Qinhuangdao, Beijing timur.
Selain alat transportasi yang penuh, tingkat hunian juga meningkat di hotel dan penginapan di berbagai daerah di China. Sekitar 260 juta orang sudah bepergian dalam 10 hari terakhir ini. Pemerintah memperkirakan akan ada 1,2 miliar perjalanan selama musim liburan ini. Jumlah ini naik 36 persen dibandingkan tahun lalu.
Huang Jinnan (18), pekerja pabrik di Shanghai, salah satu warga yang ikut pulang kampung ke Provinsi Henan. Tahun lalu ia tak pulang kampung dan ia menyesalinya. Kali ini ia bertekad bulat mau pulang kampung tahun ini karena kangen neneknya. ”Saya mau pulang kampung tahun ini karena tidak tahu harus ke mana lagi dan mau apa,” ujarnya. (AFP/AP)