Kala Pakistan-Iran Mesti Bekerja Sama ”Mengelola” Taliban
Situasi yang berkembang di Afghanistan telah memaksa Pakistan dan Iran bekerja sama dengan cara yang tidak pernah mereka lakukan di masa lalu.
Mari kita perhatikan sejenak peta Afghanistan. Negara itu berbatasan langsung dengan enam negara, yakni Pakistan, Iran, China, Tajikistan, Uzbekistan, dan Turkmenistan. Pakistan tampak memiliki perbatasan paling panjang (2.640 kilometer), diikuti Iran. Dipadukan dengan ikatan sejarah etnis, bahasa, dan budaya, hal itu memungkinkan Pakistan dan Iran berperan penting dalam urusan domestik Afghanistan.
China dan tiga negara lain di Asia Tengah, yakni Tajikistan, Uzbekistan, dan Turkmenistan, tidak memiliki tingkat pengaruh yang sama di negara tersebut. China mengandalkan Pakistan dan Iran dalam mengelola Afghanistan yang dikuasai Taliban. Tiga negara Asia Tengah bekerja sama dengan Rusia untuk membentengi diri dari kemungkinan menyeberangnya kelompok teroris di Afghanistan.
Di sisi lain, negara-negara Teluk Arab mengandalkan Pakistan untuk memastikan bahwa kepentingan mereka di Afghanistan terjamin. Utusan dari 57 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan delegasi pengamat juga menaruh harapan pada peran Pakistan saat membahas krisis kemanusiaan di Afghanistan dalam pertemuan di Islamabad, Minggu (19/12/2021).
Baca juga : Kabinet Baru Afghanistan Diisi Tokoh-tokoh dalam Daftar Hitam AS dan PBB
Setelah keluarnya Amerika Serikat (AS) dan sekutunya dari Afghanistan akhir Agustus 2021, beberapa negara, termasuk Turki dan Rusia, berusaha mengisi kekosongan kekuatan pengaruh. Namun, hingga kini hanya Pakistan dan Iran yang menjadi pesaing utama, yang boleh dikatakan lebih diterima Taliban untuk bersama-sama membentuk masa depan Afghanistan.
Baik Pakistan maupun Iran menyadari bahwa mereka harus bekerja sama dalam mengelola situasi keamanan di Afghanistan karena adanya kepentingan bersama. Pemerintah sementara atau kabinet interim Taliban, yang diumumkan pada 7 September 2021, dalam beberapa hari kemudian memperlihatkan tingkat koordinasi atau kerja sama dengan Pakistan dan Iran.
Kabinet awal Taliban didominasi oleh para pemimpin yang dekat dengan Pakistan. Namun, setelah komunikasi antara pejabat Iran dan Pakistan di sela-sela pertemuan Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Dushanbe, Tajikistan, 17 September 2021, tokoh-tokoh komunitas minoritas yang memiliki hubungan dekat dengan Iran dimasukkan dalam portofolio utama.
Tokoh-tokoh Taliban, seperti mantan komandan militer Mullah Abdul Qayyum Zakir dan Mullah Ibrahim Sadr, yang memiliki hubungan baik dengan Teheran sejak masa lalu masing-masing ditunjuk menjadi wakil menteri pertahanan dan wakil menteri dalam negeri. Nooruddin Azizi dari suku Tajik yang berbahasa Persia-Iran dari Panjshir, Afghanistan, menjadi menteri perdagangan.
Mengingat hubungan perdagangan Afghanistan-Iran lebih besar ketimbang Afghanistan-Pakistan, kementerian perdagangan pun diberi dua wakil menteri, yang sepenuhnya dari orang-orang yang dekat dengan Iran. Mohammad Hassan Ghiasi, seorang dokter Syiah Hazara, komunitas yang sejak lama selalu menjadi sasaran serangan Taliban, menjadi wakil menteri kesehatan.
Khamran Bokhari, spesialis keamanan nasional dan kebijakan luar negeri di Institut Pengembangan Profesional di Universitas Ottawa, Kanada, mengatakan, lewat penunjukan sangat simbolis tersebut, Taliban berharap bisa mencapai dua tujuan.
”Pertama, di front domestik, pemerintah Taliban berusaha meyakinkan komunitas minoritas bahwa mereka terwakili dalam otoritas interim dan di pemerintahan masa depan,” kata Bokhari dalam artikelnya di Foreign Affairs, 11 Januari 2022.
Baca juga : Sembilan Negara Tetangga Afghanistan Waspadai Penyebaran Terorisme
Bokhari juga menjabat sebagai direktur pengembangan analitik di lembaga kajian Newlines Institute for Strategy and Policy, Washington DC. ”Kedua, Taliban memberi sinyal kepada komunitas internasional bahwa mereka responsif terhadap seruan pemerintah yang inklusif,” tulisnya.
Kabinet hasil perundingan itu, betapapun kritisnya, bukan satu-satunya cara Pakistan-Iran bekerja sama mengelola situasi di Afghanistan. Komandan militer paling senior Iran, Mayor Jenderal Mohammad Hossein Bagheri, memimpin delegasi Teheran ke Islamabad, 12 Oktober 2021. Di sana dia membahas bagaimana bekerja dengan Taliban untuk mengelola masalah keamanan bersama Pakistan-Iran.
Bagaimana kedua negara, Pakistan dan Iran, sampai pada tahap itu? Akhir dari periode panjang intervensi langsung AS dan sekutunya, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Afghanistan telah meninggalkan kevakuman kekuatan berpengaruh, dan itu sangat berbahaya. Banyak negara tetangga merasa tidak aman akan kemungkinan berkembangnya jaringan militan.
Tetangga terbesar Afghanistan, Pakistan dan Iran, yang memiliki pengaruh paling besar di negara itu, paling dipertaruhkan karena luasnya wilayah perbatasan berisiko. Menurut The Economist, edisi 9 Oktober 2021, misalnya, kemenangan sekutu-sekutunya di Taliban dapat memperburuk krisis ekonomi dan diplomatik Pakistan.
Situasi yang berkembang telah memaksa Pakistan dan Iran bekerja sama dengan cara yang tidak pernah mereka lakukan di masa lalu. Terlepas dari banyak perbedaan di masa lalu hingga sekarang, keduanya bersama-sama mencari stabilitas dan keamanan di Afghanistan.
Islamabad dan Teheran membutuhkan Taliban untuk kepentingan mereka. Taliban dibutuhkan untuk terciptanya stabilitas di dalam negeri dan untuk mencegah masuknya kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) serta kelompok teror transnasional lainnya.
Baca juga : Taliban Tuntut Kembali Pembebasan Raja Narkoba Penyokong Mereka
Teheran ingin melindungi basis oposisi pro-Iran di kota Mazar-i-Sharif dan kota-kota kecil di Afghanistan utara. Setelah berhasil melumpuhkan ancaman NIIS di sisi barat di Irak baru-baru ini, Iran juga tidak ingin melihat militan garis keras tumbuh di sisi timur. Islamabad khawatir akan kegiatan NIIS di Afghanistan karena dapat menginspirasi militan di dalam perbatasan Pakistan itu sendiri, yang pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas dalam negeri.
Meski Taliban saat ini kuat secara militer di Afghanistan, mereka masih jauh dari upaya membangun pemerintahan yang efektif di seluruh negeri. Apalagi, belum adanya pengakuan dari dunia internasional atas mereka membuat Afghanistan mengalami krisis multidimensional. ”Kondisi ini bisa menjadi lahan subur bagi tumbuhnya pengaruh ideologi NIIS,” kata Bokhari.
Kebangkitan Taliban terjadi pada saat Pakistan dan Iran sedang mengalami gejolak di dalam negeri. Pakistan menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan. Inflasi meningkat secara eksponensial. Islamabad berusaha mencari pinjaman baru dari Dana Moneter Internasional (IMF). Keadaan diperburuk oleh ketegangan yang belum pernah terjadi antara militer dan pemimpin sipil.
Di Iran, setelah empat dekade, rezim ulama Teheran berada di tengah-tengah transisi besar dari presiden yang moderat menjadi presiden yang lebih keras. Terjadi pergumulan pula tentang siapa yang akan menggantikan pemimpin tertinggi, Ayatollah Ali Khamenei, yang sedang sakit. Iran juga mengalami banyak kesulitan keuangan karena sanksi-sanksi internasional.
Situasi yang demikian tidak stabil akan menjadi masalah eksplosif di Pakistan dan Iran jika Afghanistan mulai ”mengekspor” kerusuhan, pengungsi, dan militansi. ”Pada titik ini, Islamabad dan Teheran melihat bahaya besar dan tidak ada jalan lain, terpaksa harus membangun kerja sama dengan Taliban,” kata Bokhari.
Afghanistan juga merupakan pintu gerbang utama bagi Iran dan Pakistan ke Asia Tengah, terutama dalam hal energi dan jalur perdagangan. Mereka sangat ingin memanfaatkan upaya konektivitas regional China melalui program infrastruktur besar atau strategi pembangunan global China, yang dikenal sebagai Prakarsa Sabuk dan Jalan atau Belt dan Road Initiative (BRI).
Baca juga : Faktor di Balik Macetnya Proyek Global China di Koridor Pakistan
Proyek BRI terbesar China adalah Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC) yang membentang melalui daerah dekat perbatasan Afghanistan. Proyek CPEC amat rentan terhadap serangan pemberontak Taliban Pakistan dan militan separatis suku Baloch yang berada di Balochistan, Pakistan.
Islamabad mencoba meminta Taliban Afghanistan untuk menindak kelompok pemberontak Baloch yang beroperasi dari Afghanistan. Namun, mustahil bagi Taliban Afghanistan untuk mengendalikan sekutu Taliban Pakistan, yang sedang berlindung di sisi perbatasan Afghanistan. Rasa tidak aman yang memancar dari Afghanistan mengancam proyek BRI di Pakistan.
Teheran juga berharap kesepakatan nuklir baru dengan negara-negara kuat akan memungkinkan China untuk melanjutkan rencana memperluas BRI ke Iran. Di sini, Iran dan Pakistan memiliki kepentingan bersama di Afghanistan yang stabil, yang disadari mustahil muncul dalam waktu dekat. Namun, stabilitas menjadi lebih mungkin jika Iran dan Pakistan berkoordinasi dan bekerja sama.
Bokhari mengatakan, Pakistan dan Iran akan memiliki pengaruh paling besar di Afghanistan di bawah Taliban. Kekuatan besar seperti China dan Rusia akan bergantung pada hubungan bilateral mereka dengan Teheran dan Islamabad untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian di Afghanistan tidak mengganggu rencana strategis mereka di Asia Tengah dan Asia Selatan.
Baca juga : Afghanistan di Antara Perang dan Narkoba
Namun, Iran dan Pakistan pasti akan tetap mewaspadai satu terhadap yang lain. Teheran khawatir akan kedekatan Islamabad dengan Riyadh dan Abu Dhabi. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dikhawatirkan memanfaatkan hubungan itu untuk membawa masalah bagi Iran. Teluk bisa melawan langkah Iran di dunia Arab dengan membuat masalah bagi Iran di Afghanistan dan Pakistan.
Pakistan pasti prihatin tentang musuh bebuyutannya, India, yang bersekutu dengan Iran. Kepentingan Iran dan India di Afghanistan tumpang tindih. Bersama dengan Rusia, Iran dan India bekerja sama pada 1990-an untuk mendukung Aliansi Utara, koalisi anti-Taliban. Dengan keluarnya AS, India kehilangan pengaruh di Afghanistan. Bekerja sama dengan Iran berarti memberi akses alternatif bagi Pakistan.