Kabinet Baru Taliban Diisi Tokoh-tokoh ”Daftar Hitam” AS dan PBB
Kabinet baru pemerintahan Afghanistan di bawah Taliban telah diumumkan. Kabinet itu dipimpin dan diisi antara lain oleh tokoh-tokoh yang termasuk dalam daftar hitam oleh Amerika Serikat dan PBB.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·5 menit baca
KABUL, RABU — Kelompok Taliban secara resmi mengumumkan pemerintah mereka di Kabul, Selasa (8/9/2021) waktu setempat. Orang dekat pendiri sekaligus kepala negara Afghanistan di bawah Taliban (1996-2001) menjadi perdana menteri interim. Selain itu, seorang tokoh garis keras terdaftar sebagai teroris oleh Amerika Serikat dan masuk daftar hitam Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi menteri dalam negeri.
Dalam jumpa pers di Kabul, juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan, Mullah Hasan Akhund, orang dekat dan ajudan pendiri Taliban, Mullah Omar, menjadi perdana menteri interim. Sebagaimana dikutip kantor berita Reuters, Rabu (8/9/2021), Mullah Abdul Ghani Baradar, kepala kantor politik Taliban di Doha, Qatar, yang menjadi representasi Taliban di dunia internasional, ditunjuk sebagai wakil Akhund.
Akhund, seperti banyak orang dalam kepemimpinan Taliban, mendapatkan banyak prestise karena hubungan dekatnya dengan Mullah Omar, almarhum pendiri Taliban. Mullah Omar juga adalah kepala pemerintahan Afghanistan di bawah Taliban pada 1996-2001.
Jajaran elite
Akhund selama ini menjabat Ketua Dewan Syura, Rehbari Shura, yakni sebuah badan pembuat keputusan akhir Taliban. Pada pemerintahan pertama Taliban (1996-2001), Akhund duduk di pos menteri dalam negeri dan terakhir sebagai wakil perdana menteri. Seperti banyak anggota kabinet baru Taliban saat ini, Akhun masuk daftar hitam sanksi PBB.
Akhund memiliki seorang wakil. Kepala kantor politik gerakan Taliban di Doha, Qatar, yakni Mullah Abdul Ghani Baradar, ditunjuk sebagai wakil perdana menteri. Baradar biasa disapa dengan nama pena ”saudara” oleh Mullah Omar. Penunjukan Baradar mengejutkan beberapa pihak karena dia bertanggung jawab penuh untuk negosiasi dengan pihak asing dan sebagai wajah Taliban ke dunia luar.
Baradar, sebelum menjabat kepala kantor politik Taliban di Doha, adalah komandan senior Taliban dalam pemberontakan melawan pasukan AS. Dia ditangkap dan dipenjarakan di Pakistan pada 2010. Setelah dibebaskan pada 2018, dia menjadi kepala kantor politik Taliban di Doha dan terlibat dalam negosiasi alot dengan Washington yang berujung penarikan penuh pasukan AS dari Afghanistan.
Tokoh yang paling dicari dan dicap teroris oleh AS, yakni Sirajuddin Haqqani, diangkat menjadi menteri dalam negeri. Dia adalah putra pendiri jaringan Haqqani, yang diklasifikasikan sebagai kelompok teroris oleh Washington. Dia adalah salah satu orang yang paling dicari Biro Investigasi Federal (FBI) karena keterlibatannya dalam serangan bunuh diri dan hubungannya dengan Al Qaeda.
Mullah Mohammad Yaqoob, putra mendiang pendiri Taliban, Mullah Omar, ditunjuk sebagai menteri pertahanan. Menurut Reuters, kabinet Akhund berisi 25 menteri serta 12 anggota dewan penasihat atau syura yang terdiri dari 12 cendekiawan Muslim. Mujahid mengatakan, semua tokoh yang ditunjuk memiliki kapasitas tinggi untuk bekerja.
Tak lama setelah pengumuman kabinet baru itu, pemimpin tertinggi Taliban Haibatullah Akhundzada, yang tidak pernah terlibat di depan publik, membuat pernyataan publik pertamanya sejak Taliban menggulingkan pemerintahan Afganistan, 15 Agustus lalu. Dia mengatakan, Taliban berkomitmen pada semua hukum internasional, perjanjian, dan komitmen yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
”Di masa depan, semua urusan pemerintahan dan kehidupan di Afghanistan akan diatur oleh hukum suci Syariah,” katanya dalam sebuah pernyataan. Pemerintah baru Taliban akan ”bekerja keras untuk menegakkan aturan Islam dan hukum syariah”. Dia juga mengucapkan selamat kepada warga Afghanistan atas apa yang disebutnya pembebasan negara itu dari kekuasaan asing.
Tidak berubah
Dari nama-nama yang diumumkan Mujahid itu, tidak ada satu pun tokoh perempuan Afghanistan. Kelompok yang mempromosikan kesetaraan jender global prihatin. Ketidakhadiran perempuan dalam pemerintahan sementara Afghanistan itu memicu pertanyaan tentang komitmen Taliban dalam melindungi dan menghormati perempuan.
Komunitas dunia telah memberi tahu Taliban bahwa kunci perdamaian dan pembangunan adalah pemerintah inklusif yang akan mendukung janji Taliban untuk pendekatan yang lebih damai, menegakkan hak asasi manusia. Sikap internasional itu mengingatkan periode kekuasaan Taliban pada 1996-2001 yang ditandai balas dendam mematikan dan penindasan terhadap perempuan.
”Taliban baru, sama dengan Taliban lama,” cuit Bill Roggio, Redaktur Pelaksana Long War Journal yang berbasis di AS, di akun Twitter-nya.
Taliban menjadi penguasa baru Afghanistan setelah mengambil alih pemerintahan Presiden Ashraf Ghani seiring mundurnya pasukan koalisi pimpinan AS. Taliban menguasai Kabul pada 15 Agustus.
Pemerintahan Jilid 1 Taliban (1996-2001) diduga kuat melindungi kelompok-kelompok militan, termasuk Al Qaeda. Taliban akhinya ditumbangkan oleh serangan militer AS dan sekutu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Oktober-November 2001. Taliban kembali berkuasa setelah pasukan asing ditarik penuh pada 30 Agustus 2021 tengah malam.
Reaksi internasional
Kepala UN Women Pramila Patten mengatakan, ketidakhadiran perempuan dalam pemerintahan sementara Afghanistan menimbulkan pertanyaan atas komitmen (Taliban) untuk melindungi dan menghormati hak-hak perempuan dan anak perempuan Afghanistan.
UN Women adalah sebuah kelompok yang mempromosikan kesetaraan jender. ”Dengan mengecualikan perempuan, kepemimpinan Taliban telah mengirimkan sinyal yang salah tentang tujuan yang mereka nyatakan untuk membangun masyarakat yang inklusif, kuat, dan sejahtera,” kata Patten.
Patten meminta Taliban untuk sepenuhnya mematuhi kewajiban yang mengikat secara hukum di bawah perjanjian internasional dan konstitusi yang menjamin ”partisipasi penuh perempuan dalam proses politik dan pengambilan keputusan”.
Dalam sebuah pernyataan Departemen Luar Negeri AS mengatakan, Washington mencermati nama-nama yang mengisi kabinet pemerintahan Taliban itu. Departemen Luar Negeri AS mencermati bahwa selain anggota Taliban atau rekan dekat mereka, tidak ada perempuan dalam kabinet baru bentukan Taliban tersebut. Washington prihatin dengan pengampu pemerintahan Afghanistan di bawah Taliban.
”Kami juga prihatin dengan afiliasi dan rekam jejak beberapa individu,” kata Departemen Luar Negeri AS. Pernyataan itu muncul ketika Menlu AS Antony Blinken sedang mengadakan pembicaraan tentang Afghanistan di Doha, Qatar.
Dengan tegas AS melalui Departemen Luar Negeri mengharapkan rakyat Afghanistan mendapatkan pemerintahan yang inklusif. ”Kami memahami bahwa Taliban telah mengumumkan kabinet sementara. Namun, kami akan menilai Taliban dengan tindakannya, bukan kata-katanya. Dunia mengawasi dengan cermat,” kata pernyataan itu.
Selain itu, Departemen Luar Negeri AS menyarankan agar Taliban menjamin warga AS serta warga Afghanistan yang ingin keluar dari negara itu dapat meninggalkan negara itu dengan aman.
Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan kepada wartawan di Air Force One, ketika Presiden Joe Biden terbang ke New York, bahwa tidak akan ada pengakuan segera terhadap pemerintah baru Taliban.