Harapan Baru dari Kesepakatan Lima Kekuatan Nuklir Global
Kesepakatan lima negara pemilik senjata nuklir terbesar global memang baik, tetapi harus diiringi tindakan nyata untuk pelucutan. Harus ada tindakan lebih lanjut yang menegaskan komitmen penghindaran pemakaian nuklir.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Lima negara pemilik kekuatan nuklir terbesar di dunia menyepakati bahwa perang nuklir harus dihindari. Persenjataan nuklir yang ada saat ini dan yang akan dikembangankan hanya dipakai sebatas untuk pertahanan, bukan untuk menyerang negara lain. Kesepakatan ini memberi harapan di tengah situasi global yang panas, terutama dengan ancaman meletusnya konflik Rusia-Ukraina dan China-Taiwan.
Kesepakatan ditandatangani di Washington, Amerika Serikat, Senin (3/1/2022) atau Selasa (4/1/2022) dini hari WIB. Negara-negara yang terlibat ialah AS, China, Rusia, Inggris, dan Perancis. Mereka merupakan negara-negara pemilik persenjataan nuklir terbesar di dunia sekaligus anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau disebut juga sebagai P5. Total, kelima negara ini memiliki 13.000 hulu ledak nuklir.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova kepada kantor berita TASS mengungkapkan, pertemuan itu merupakan inisiatif Moskwa sebagai tindak lanjut pembicaraan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Joe Biden. Mereka bertemu pada Juni 2021 di Geneva, Swiss.
Dalam diskusi itu, Putin dan Biden membahas Perjanjian Non-proliferasi Nuklir (NPT) 1968 yang menyebutkan bahwa lima negara pemilik nuklir terbesar harus secara bertahap melucuti senjatanya. Negara-negara lain diminta agar tidak ikut mengembangkan persenjataan nuklir.
”Perang nuklir tidak dapat dimenangi ataupun diperjuangkan. Penggunaan nuklir memiliki konsekuensi sangat luas sehingga kami menegaskan bahwa selama senjata nuklir masih ada, hanya boleh dipakai untuk tujuan defensif demi mencegah agresi dan peperangan,” demikian kutipan kesepakatan di Washington itu.
Namun, NPT maupun kesepakatan Washington tidak melibatkan lima negara lain yang sudah mengembangkan persenjataan nuklir, yaitu India, Pakistan, Korea Utara, Iran, dan Israel. Meskipun demikian, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyambut baik inisiatif tersebut. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres melalui juru bicaranya, Stephane Dujarric, mengatakan, satu-satunya cara menghilangkan risiko nuklir ialah dengan pelucutan total. Ini memberi harapan akan ada tindakan yang lebih komprehensif mengenai pengendalian dan pengurangan nuklir secara drastis.
Penulis buku Winning and Losing Nuclear Peace (2021), Michael Krepon, kepada Forbes pada Oktober 2021 mengatakan, kunci mencegah terjadinya perang nuklir ialah setiap negara menghindari kemungkinan menjadi pihak pertama yang menembakkan senjata nuklir. Ini adalah kewajiban moral dan keamanan global.
”Satu kali saja pemakaian senjata nuklir akan memicu penggunaan berikutnya dan akan sulit mengendalikan eskalasinya. Ini yang berakibat kepada kejahatan terhadap kemanusiaan dan alam,” kata pendiri lembaga riset Stimson Center yang berbasis di AS ini.
Direktur Eksekutif Kampanye Internasional untuk Pelucutan Senjata Nuklir (ICAN) Beatrice Fihn dalam akun media sosial miliknya memandang kesepakatan ini secara skeptis. Ia berpendapat, kesepakatan ini sekadar formalitas kelima negara itu menenangkan dunia. Padahal kenyataannya mereka masih melakukan perlombaan senjata.
Bantahan China
Perkataan Fihn ini tecermin dari tindakan AS satu hari setelah menandatangani kesepakatan. Mereka menuduh China masih terus mengembangkan persenjataan nuklir. Saat ini, China memiliki 350 hulu ledak. Berdasarkan penghitungan intelijen AS, China akan memiliki 700 hulu ledak pada tahun 2023 dan 1.000 hulu ledak pada tahun 2030. Kekhawatiran terbesar AS ialah China memiliki peluru kendali hipersonik yang lima kali lebih cepat daripada suara.
Tuduhan itu dibantah oleh Direktur Jenderal Pengendalian Persenjataan Kementerian Luar Negeri China Fu Cong. ”Sama sekali tidak benar. China justru memodernisasi persenjataan nuklir agar sesuai dengan standar bela diri internasional, bukan untuk penyerangan,” tuturnya.
Fu mengatakan, hendaknya Rusia sebagai pemilik hulu ledak terbanyak dan AS sebagai pemilik kedua terbanyak juga mengikuti langkah China, yaitu mengurangi persenjataan agar hanya cukup untuk pertahanan. Ia juga mengajak para anggota P5 mendekati India, Pakistan, Iran, Israel, dan Korea Utara agar mau berkomitmen mengurangi persenjataan nuklir. Selain itu, fokus pengembangan teknologi China direncanakan dialihkan ke kecerdasan buatan dan penjelajahan antariksa.
Walaupun demikian, harus ada tindakan lebih lanjut yang menegaskan komitmen penghindaran pemakaian nuklir. Rusia akan berbicara dengan Uni Eropa mengenai situasi di Ukraina pada 10 Januari. Adapun China belum mengubah pernyataan tentang keinginan mengembalikan Taiwan ke dalam otoritas China. AS juga belum menarik ancaman mereka memberlakukan embargo terhadap Rusia maupun China. (AP/AFP)