Angin Segar dari Washington, Lima Negara Pemilik Senjata Nuklir Sepakat Hindari Perang Nuklir
Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris, dan Perancis sepakat menghindari perang nuklir dan penyebarannya. Mereka sepakat mengubah persaingan yang menimbulkan gesekan menjadi kerja sama dan dialog konstruktif.
Oleh
Mahdi Muhammad
·6 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Lima negara kekuatan nuklir dunia sepakat menghindari perang nuklir dan penyebaran lebih lanjut persenjataan tersebut. Mereka menyebut adalah tanggung jawab utama bersama para pemegang persenjataan nuklir dunia untuk mengurangi risiko terjadinya perang dan menggeser paradigma persaingan menjadi kerja sama dengan semua negara untuk menciptakan rasa aman.
Kesepakatan itu ditandatangani Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris, dan Perancis, yang selama ini dikenal sebagai lima kekuatan nuklir dunia seperti diakui dalam Perjanjian Non-proliferasi Nuklir (NPT) tahun 1968, Senin (3/1/2022) atau Selasa waktu Jakarta. Para penandatangan juga merupakan anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dikenal sebagai P5 atau N5.
”Kami menegaskan bahwa perang nuklir tidak dapat dimenangi dan tidak boleh diperjuangkan. Karena penggunaan nuklir akan memiliki konsekuensi yang sangat luas, kami juga menegaskan bahwa senjata nuklir—selama masih ada— harus digunakan untuk tujuan defensif, mencegah agresi dan mencegah perang,” kata kelima negara dalam kesepakatan itu. Mereka juga menyatakan bahwa penyebaran lebih luas persenjataan nuklir semacam itu harus dicegah.
Kesepakatan pada awal tahun itu keluar setelah kelima negara kekuatan nuklir dunia meninjau kembali NPT yang mulai berlaku tahun 1970. Kesepakatan itu mengejutkan karena lahir di tengah persaingan dan gesekan antara Rusia, China, dan AS serta sekutu baratnya. Perjanjian NPT adalah kesepakatan antara negara-negara yang bukan merupakan pemilik persenjataan nuklir yang berjanji tidak akan memilikinya dan lima negara pemillik persenjataan nuklir yang berjanji melucuti senjata yang disimpannya.
Sebagaimana diberitakan, hubungan AS-Rusia dan AS-China yang berada di titik terendah selama dua tahun terakhir. Situasi itu kian memanas ketika Moskwa diduga akan menginvasi Ukraina, serta China yang akan ”merangkul” kembali Taiwan. Tak heran apabila lahirnya kesepakatan di Washington itu membawa angin segar. Setidaknya, pencapaian itu dapat menjadi acuan untuk mencegah konfrontasi yang bisa berujung pada bencana nuklir yang mahadahsyat.
Lima negara pemilik lebih dari 13.000 hulu ledak nuklir ini, dalam kesepakatan itu, juga menyatakan keinginan mereka mengatasi ancaman nuklir dan menekankan pentingnya pelestarian serta kepatuhan perjanjian atau komitmen non-proliferasi, perlucutan senjata, dan kontrol persenjataan secara bilateral hingga multilateral. ”Kami tetap berkomitmen pada kewajiban NPT kami, termasuk kewajiban Pasal VI, yaitu mengejar negosiasi dengan itikad baik tentang langkah efektif yang berkaitan dengan penghentian perlombaan senjata nuklir,” kata mereka.
Selain itu, setiap berniat memperkuat langkah di dalam negeri untuk mencegah penggunaan senjata nuklir yang tidak sah atau tidak disengaja. Mereka juga menggarisbawahi niat untuk bekerja sama dalam penciptaan lingkungan keamanan yang kondusif dengan perlucutan senjata sebagai tujuan akhir.
”Kami bermaksud terus mencari pendekatan diplomatik bilateral dan multilateral untuk menghindari konfrontasi militer, memperkuat stabilitas dan prediktabilitas, meningkatkan saling pengertian dan kepercayaan, serta mencegah perlombaan senjata yang tidak akan menguntungkan siapa pun dan membahayakan semua orang. Kami memutuskan melakukan dialog konstruktif dengan saling menghormati dan mengakui kepentingan dan masalah keamanan satu sama lain,” kata kelima negara dalam kesepakatan itu.
Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengatakan, pernyataan itu telah disepakati pada pertemuan lima negara yang telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir meski hubungan di antara mereka tengah tegang. ”Pada tingkat dasar, ini adalah cara kami memikirkan soal risiko-risiko yang ada dan kesepakatan ini adalah pengakuan terhadap sebuah hal yang ingin kami hindari, terutama ketika berada di situasi yang sulit. Saya pikir hal ini sangat berharga dan patut menjadi perhatian sesama,” katanya.
Wakil Menteri Luar Negeri China Ma Zhaoxu, sebagaimana dikutip kantor berita Xinhua, mengatakan, pernyataan bersama itu bisa membantu peningkatan rasa saling percaya di antara ke lima negara dan menggantikan persaingan serta gesekan yang terjadi dengan kerja sama. Dia juga menambahkan, China memiliki kebijakan untuk tidak menjadi yang pertama menggunakan senjata nuklir.
Rusia menyambut baik deklarasi itu dan berharap kesepakatan itu akan mengurangi ketegangan global.
”Kami berharap, dalam kondisi keamanan internasional yang sulit saat ini, persetujuan pernyataan politik semacam itu akan membantu mengurangi tingkat ketegangan internasional,” kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan.
NPT mengakui China, Perancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat sebagai kekuatan senjata nuklir. India dan Pakistan, bagaimanapun juga telah mengembangkan senjata nuklir. Sementara Israel secara luas diyakini memiliki senjata nuklir walau tidak pernah secara resmi mengakui hal ini.
Gaung Gagasan Gorbachev-Reagan
Gagasan bahwa perang nuklir tidak dapat dimenangkan pertama kali dicetuskan mantan pemimpin Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, dan kemudian disambut baik mantan Presiden AS, Ronald Reagan, pada 1985. Namun, menurut Kepala Proliferasi Senjata pada Pusat Kebijakan Keamanan Geneva Marc Finaud, kesepakatan ini adalah untuk pertama kali dimunculkan lima kekuatan nuklir global.
”Mereka telah memimpin dan kembali ke doktrin ini setelah tuntutan dari negara-negara non-nuklir dan aktivis antinuklir,” katanya.
Dalam sebuah opini di media internasional yang diterbitkan akhir tahun lalu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menggambarkan keberadaan 13.000 senjata nuklir di seluruh dunia sebagai ancaman yang terus berkembang dengan risiko penggunaan yang lebih tinggi dibandingkan masa Perang Dingin.
”Pemusnahan nuklir hanyalah salah satu kesalahpahaman atau salah perhitungan,” katanya. Dia menggambarkan nuklir sebagai ”pedang Damocles” di atas planet ini.
Juru bicara Guterres Stephane Dujarric mengatakan, Guterres menyambut baik pernyataan bersama yang baru.
”Sekjen PBB mengulangi hal yang telah dia katakan berulang kali: satu-satunya cara menghilangkan semua risiko nuklir adalah dengan menghilangkan semua senjata nuklir,” kata Dujarric dalam sebuah pernyataan.
Jean-Marie Collin dari International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN) Cabang Perancis juga menyambut baik deklarasi sebagai sebuah hal yang positif. ”Tapi, fakta bahwa setiap orang memodernisasi dan memperbarui persenjataan mereka pada saat yang sama benar-benar merusaknya,” katanya.
Perundingan untuk membahas rancangan negosiasi membutuhkan waktu beberapa bulan. Perancis khususnya memiliki kekhawatiran bahwa pernyataan seperti itu akan merusak efek jera dari persenjataannya.
”Perancis memiliki doktrin nuklir yang memberikan hak untuk menggunakan senjata nuklir sebagai ”peringatan terakhir” untuk memperingatkan agresor atau bahkan sponsor terorisme negara,” kata Oliver Meier, peneliti senior di Institute for Peace Research and Security Policy.
Alotnya negosiasi dan substansi yang dihasilkan dalam kesepakatan memberikan kejutan tersendiri bagi banyak pihak.
”Mengingat (situasi) lingkungan keamanan (global), saya cukup terkejut bahwa P5 dapat (mencapai) kesepakatan seperti itu,” kata Heather Williams, dosen senior Studi Pertahanan di King’s College London.
Williams dan pakar nuklir lainnya telah mendesak kekuatan senjata nuklir meningkatkan komunikasi satu sama lain selama krisis yang terus berkembang. Komunikasi yang terbuka adalah satu cara untuk mengurangi risiko bentrokan yang tidak direncanakan yang meningkat menjadi konflik nuklir. Pendukung pengendalian senjata secara luas menyambut baik deklarasi tersebut tetapi menyerukan agar hal itu didukung oleh kembalinya perlucutan senjata.
”Dengan sembilan persenjataan nuklir yang saat ini ditingkatkan, dan masalah Covid serta masalah kapal selam melingkupi pernyataan dari lima pemimpin bersenjata nuklir ini disambut baik. Tetapi, hal itu tetap tidak cukup jauh,” kata Rebecca Johnson, Wakil Presiden Kampanye Perlucutan Senjata Nuklir, dan presiden pertama Kampanye Internasional untuk Menghapuskan Senjata Nuklir. Dia mengingatkan, selama senjata nuklir terus digadang-gadang untuk digunakan oleh beberapa orang, warga dunia selalu berada dalam risiko perang nuklir. (AFP/Reuters)