Badai Ida Terjang AS, Tak Lepas dari Perubahan Iklim
Badai Ida menerjang Negara Bagian New Orleans dengan kecepatan angin 240 kilometer per jam, badai terkuat yang melanda wilayah AS saat ini. Studi tahun 2020 lalu memperlihatkan badai berhubungan dengan perubaha iklim.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
LOUISIANA, SENIN — Badai Ida, badai kategori 4, menghantam negara bagian Louisiana di wilayah selatan Amerika Serikat sejak Minggu (29/8/2021), menyapu pantai di Teluk Meksiko, membuat banjir di sejumlah wilayah dan hujan lebat yang menumbangkan pepohonan dan kabel listrik. Diperkirakan 1 juta warga Negara Bagian Louisiana, termasuk New Orleans, harus hidup tanpa listrik di tengah kondisi cuaca yang buruk.
Kondisi tanpa listrik di wilayah itu memperburuk situasi penanganan Covid-19. Louisiana sudah terhuyung-huyung akibat melonjaknya kasus baru Covid-19 dan sudah membebani sistem perawatan kesehatan di negara bagian tersebut. Diperkirakan 2.450 pasien Covid-19 tengah menjalani perawatan di rumah sakit di seluruh negara bagian, sebagian besar berada di unit perawatan intensif.
Hilangnya daya generator di rumah sakit Sistem Kesehatan Regional Thibodaux di Lafourche Parish, barat daya New Orleans, memaksa pekerja medis untuk secara manual membantu pasien yang tengah menjalani perawatan menggunakan alat bantu pernapasan. Hal ini dikonfirmasi departemen kesehatan negara bagian tersebut.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden menggambarkan badai Ida sebagai badai yang mengancam jiwa. Dia memerintahkan pemerintah federal untuk membantu pemulihan di wilayah yang terdampak bencana.
Badai Ida adalah badai besar pertama yang menyapu wilayah AS tahun ini, mendarat di Port Fourchon, pusat industri minyak lepas pantai Teluk Meksiko dengan kecepatan hingga 150 mil atau 240 kilometer per jam. Sepanjang hari Minggu, hujan dan angin kencang menyapu jalan-jalan di kota New Orleans, menghantam jendela rumah yang tertutup rapat. Warga telah melindungi toko-toko serta rumah mereka dengan membuat tanggul dari karung-karung pasir untuk melindungi properti mereka dimasuki air.
Satu orang tewas tertimpa pohon tumbang di Prairieville, 60 mil barat laut New Orleans, kata Kantor Sheriff Ascension.
Gubernur Louisiana John Bel Edwards mengatakan, Ida bisa menjadi badai paling kuat yang melanda negara bagian itu sejak 1850. ”Tidak ada keraguan bahwa hari-hari dan minggu-minggu mendatang akan menjadi sangat sulit,” katanya pada briefing hari Minggu.
Sebagian besar penduduk telah mengindahkan peringatan kerusakan bencana dan instruksi pihak berwenang untuk melarikan diri. Di satu lingkungan di timur New Orleans, beberapa penduduk menyelesaikan persiapan hanya beberapa jam sebelum Ida tiba.
”Saya tidak yakin apakah saya siap. Tapi, kami harus bersiap menghadapinya,” kata Charles Fields, yang membawa furnitur tamannya ke dalam ruangan. Pria berusia 60 tahun itu sempat mengingat bagaimana badai Katrina yang terjadi tahun 2005, yang membuat rumahnya tergenang air hingga setinggi 11 kaki atau 3,3 meter.
Korps Zeni Angkatan Darat AS mengatakan, tanggul New Orleans yang baru diperkuat diperkirakan bertahan meskipun mereka mengatakan bahwa tembok penahan banjir bisa jebol di beberapa titik. Tanggul itu dibangun di sekitar New Orleans setelah banjir akibat Katrina menggenangi sebagian besar kawasan, yang mayoritas dihuni oleh warga berkulit hitam.
”Saya hampir mengalami serangan panik ketika berita mengumumkan bahwa ini adalah hari jadi Katrina,” kata Janet Rucker, seorang warga New Orleans. Masih segar dalam ingatan warga New Orleans dan AS pada umumnya, badai Katrina, yang terjadi pada 29 Agustus 2005, menyebabkan sekitar 1.800 kematian dan kerugian miliaran dolar.
Dalam waktu 12 jam setelah tiba di Louisiana, badai Ida sendiri telah melemah kekuatannya menjadi badai kategori 1. Kecepatan anginnya mencapai 85 mil per jam atau sekitar 135 kilometer per jam. Meski begitu, curah hujan akan cukup tinggi selama beberapa hari ke depan.
Kekuatan badai dan perubahan iklim
Para ilmuwan sepakat, badai yang melanda sejumlah wilayah di AS dan banyak wilayah di dunia semakin menguat karena perubahan iklim.
Dikutip dari laman The New York Times, para ilmuwan sepakat mengenai kompleksitas penyebab badai. Namun, mereka sepakat, salah satu faktor kunci yang menentukan seberapa kuat badai pada akhirnya adalah suhu permukaan laut karena air yang lebih hangat menyediakan lebih banyak energi yang memicu badai.
”Intensitas potensial meningkat. Kami memperkirakan itu akan naik 30 tahun yang lalu, dan pengamatan menunjukkan itu akan naik,” kata Kerry Emanuel, seorang profesor ilmu atmosfer di Massachusetts Institute of Technology.
Berdasarkan hasil penelitian yang diterbitkan pada Mei 2020, sejumlah ilmuwan yang meneliti badai berdasarkan analisis citra satelit sejak 1979 menyimpulkan, pemanasan global telah meningkatkan kemungkinan badai berkembang menjadi sebuah hal yang membahayakan dengan kenaikan kategori dari level 3 menjadi level 4 atau 5. Angin yang menyertainya pun memiliki kecepatan yang terus meningkat, menjadi setidaknya 110 mil per jam atau mengalami kenaikan hingga 8 persen per dekade.
James P Kossin, peneliti pada lembaga National Oceanic and Atmospheric Administration serta penulis utama studi tersebut, dikutip dari The New York Times, mengatakan, tren itu nyata adanya. ”Ada bangunan luar biasa dari kumpulan bukti ini bahwa kita membuat badai ini lebih merusak,” katanya.
Para ahli yang mengikuti studi tersebut menyebutkan, saat dunia menghangat, badai dan siklon tropis lainnya akan semakin kuat karena air yang lebih hangat menyediakan lebih banyak energi yang memicu badai ini. Simulasi iklim telah lama menunjukkan peningkatan badai yang lebih kuat saat pemanasan berlanjut. (AFP/Reuters)