Lumpuh akibat Banjir di China Tengah, Gejolak Massa akibat Kemarau di Iran
Jumlah korban, selain 25 korban tewas yang telah dilansir Pemerintah China, adalah 7 orang hilang, sebanyak 167.710 orang diungsikan, dan rumah dari 1,24 juta orang terdampak banjir di Provinsi Henan, China tengah.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
ZHENGZHAO, KAMIS — Bencana akibat air menimpa China dan Iran dalam wujud yang berbeda-beda. Di Provinsi Henan, China bagian tengah, cuaca ekstrem hujan deras selama enam hari berturut-turut mengakibatkan banjir yang telah memakan korban jiwa 25 orang. Sebaliknya, di Iran kemarau yang parah mengakibatkan warga berunjuk rasa menyerukan bubarnya pemerintah republik hasil revolusi 1979. Demonstrasi ini menewaskan sedikitnya tiga orang.
Di kota Zhengzhou, Provinsi Henan, sekitar 650 kilometer barat daya Beijing, proses evakuasi terhadap 500 penumpang kereta bawah tanah yang terjebak banjir masih terus dilakukan pada hari Kamis (22/7/2021). Sebanyak 12 penumpang kereta tersebut meninggal sehingga menambah korban jiwa di kota tersebut menjadi 25 orang.
”Mengerikan sekali. Kami terendam sampai ke pinggang. Udara juga semakin menipis sehingga kami susah bernapas,” kata Li, seorang perempuan yang berhasil diselamatkan dari dalam kereta bawah tanah kepada kantor berita Xinhua.
Hujan deras melanda Henan sejak hari Sabtu pekan lalu. Badan meteorologi setempat kemudian mengirimkan 120 juta pesan singkat kepada warga agar mewaspadai terjadinya badai. Selain merendam perkotaan, perdesaan, dan lahan pertanian, para ahli lingkungan juga mengkhawatirkan hujan badai ini dapat mengakibatkan longsor di Gunung Funiu dan Gunung Taihang.
Data yang dikeluarkan Badan Meteorologi Provinsi Henan menyebutkan, curah hujan rata-rata tahunan adalah 640,8 milimeter. Curah hujan selama sepekan terakhir adalah 617,1 milimeter. Bahkan, pada hari Selasa sore lalu, curah hujannya 201,9 milimeter.
Akibatnya, air di Sungai Kuning dan Sungai Hai meluap. Bendungan-bendungan retak sehingga menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut. Transportasi juga terhambat karena banyak jalanan yang ambles. Layanan kereta api dan penerbangan dihentikan sementara.
Jumlah korban, selain korban tewas yang telah dilansir Pemerintah China, adalah tujuh orang masih hilang, sebanyak 167.710 orang diungsikan, dan rumah dari 1,24 juta orang terdampak banjir. Jumlah seluruh penduduk kota Zhengzhou adalah 12 juta jiwa. Di provinsi tetangga, Hebei, hujan badai dan angin puting beliung juga melanda, menewaskan dua orang.
”Kita harus mengkaji ulang sistem peringatan dini dan mitigasi bencana secara nasional, sampai ke wilayah terkecil. Jangan sampai kejadian di jalur kereta bawah tanah ini terulang, baik di wilayah lain,” kata Presiden China Xi Jinping.
Unjuk rasa di Iran
Sementara itu, di Iran terjadi kemarau paling panas dalam 50 tahun terakhir. Ketiadaan air mengakibatkan listrik mati karena pembangkit listrik tidak berfungsi. Sudah enam hari ini masyarakat berunjuk rasa di 31 kota, terutama di wilayah barat daya negara tersebut, termasuk di ibu kota Teheran.
Dalam unjuk rasa di kota Mahshahr, Provinsi Khuzestan, tiga orang tewas. Satu orang polisi tewas ditembak oleh salah seorang pendemo yang diduga merupakan perusuh dan menyusup ke kumpulan para pengunjuk rasa. Adapun dua orang pengunjuk rasa lain kehilangan nyawa di tangan aparat. Polisi melempar gas air mata untuk membubarkan pendemo dalam unjuk rasa itu.
Gubernur Khuzestan Qasem Soleimani-Dashtaki kepada kantor berita ISNA mengimbau agar polisi jangan menembakkan peluru keras kepada pengunjuk rasa. ”Utamakan pendekatan persuasif,” ujarnya.
Sejumlah media arus utama lokal mengungkapkan, pengunjuk rasa sudah muak dengan pemerintah yang dinilai korup. Di sejumlah kota, massa bahkan menyerukan agar Pemerintah Republik Islam Iran dibubarkan. Di kota Izneh, massa mengumandangkan nama Reza Shah Pahlavi. Ia adalah Raja Iran periode 1925-1944 dan merupakan pendiri Wangsa Pahlavi. Trah ini yang dijatuhkan dalam Revolusi Islam pada tahun 1979. (AFP/REUTERS)