Boleh Saja Bepergian, Asalkan...
Sejak pandemi Covid-19, kebiasaan sebelum dan saat bepergian banyak yang berubah. Tak hanya harus memakai masker, tetapi juga bukti vaksin harus selalu dibawa ke mana-mana.
Banyak kebiasaan yang berubah dan kebiasaan baru setiap kali hendak ke luar rumah, apalagi jika hendak bepergian ke luar kota. Terlebih lagi kalau kita hendak ke luar negeri.
Sejak pandemi Covid-19, banyak tambahan barang yang harus selalu dibawa. Ada masker wajah, cairan pembersih tangan, tisu basah, sarung tangan, dan lain-lain sesuai kebutuhan masing-masing. Bukan hanya itu. Yang lebih penting lagi untuk dibawa ke mana-mana adalah sertifikat bukti vaksin Covid-19, bukti tes negatif Covid-19, atau bukti sudah sembuh dari Covid-19. Zaman sekarang, sudah tidak cukup hanya berbekal kartu tanda penduduk.
Baca Juga: Menerbitkan Paspor Vaksin Covid-19
Segala macam bukti itu kini wajib dibawa karena menjadi akses masuk ke tempat-tempat umum, seperti mal, kafe, restoran, perkantoran, tempat pertunjukan, dan taman. Bagi yang tidak memiliki bukti itu, mohon maaf, dilarang protes dan marah jika ditolak masuk. Penggunaan bukti sebagai akses masuk dan mendapatkan layanan inilah yang diprotes oleh sebagian warga Eropa, seperti di Perancis yang sampai memicu gelombang protes hingga sebulan. Pasalnya, aturan baru itu dianggap diskriminatif dan melanggar hak individu.
Bukti-bukti itu juga harus ditunjukkan ketika hendak bepergian dengan mengendarai angkutan umum. Sebelum bepergian, terutama jika ke luar negeri, ada baiknya menyiapkan sertifikat bukti vaksin dalam bentuk fisik. Ini untuk mengantisipasi jika baterai telepon genggam habis dan tak bisa mengakses aplikasi atau foto bukti vaksin di gawai. Bukti vaksin itu kini menjadi syarat utama untuk masuk ke semua negara dan syarat agar tidak perlu menjalani kewajiban untuk karantina.
Khusus untuk bepergian ke luar negeri, tak cukup bukti vaksin saja. Orang juga wajib memiliki asuransi perjalanan untuk mengantisipasi andaikata sakit di tempat tujuan atau saat dalam perjalanan, penerbangan ditunda atau dibatalkan, dan insiden-insiden force majeure lain yang terkait dengan cuaca, misalnya. Asuransi perjalanan ini berguna ketika, misalnya, hasil tes Covid-19 ternyata positif dan tidak bisa melanjutkan perjalanan lagi karena harus dikarantina.
Baca Juga: Dua Sisi Koin Paspor Vaksinasi
Jika insiden force majeure terjadi dan sudah memiliki asuransi perjalanan, uang yang sudah dikeluarkan untuk pembelian tiket pesawat dan hotel bisa dikembalikan 50-75 persen. Setidaknya uang kita tidak semuanya hilang. Asuransi ini menjadi semakin penting karena kita tidak bisa memastikan 100 persen akan terbebas dari ancaman Covid-19.
Setelah asuransi perjalanan aman, barang bawaan lain yang juga harus diperhatikan adalah paspor yang masih berlaku setidaknya enam bulan sebelum tanggal keberangkatan. Akibat pandemi Covid-19, hampir semua warga dunia harus mendekam di rumah saja dan tidak bisa bepergian ke mana-mana selama dua tahun, apalagi ke luar negeri, karena semua negara menutup pintunya. Akibatnya, banyak paspor yang habis masa berlakunya karena orang disibukkan dengan urusan Covid-19.
Sertifikat vaksin sudah. Asuransi perjalanan dan paspor aman. Kini, masalah di hari keberangkatan. Setelah pandemi Covid-19, proses pemeriksaan keamanan di bandara, stasiun, atau terminal menjadi lebih lama karena ada pemeriksaan tambahan untuk kondisi tubuh. Jika dulu barangkali bisa tiba di bandara satu jam sebelum keberangkatan, kini setidaknya dibutuhkan waktu 2-3 jam sebelumnya.
Urgensi
Terbelenggu di dalam rumah saja dan tak bisa bepergian ke mana-mana menjadi persoalan bagi banyak warga dunia. Guru Besar Epidemiologi di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg, Amber D’Souza, menilai, sebenarnya bepergian ke mana pun boleh-boleh saja, terutama bagi mereka yang sudah divaksinasi. Namun, protokol kesehatan, seperti mengenakan masker di dalam ruangan dan menjaga jarak fisik dengan orang lain, tetap harus dilakukan. Jika memang sudah tak tahan untuk bepergian, ia merekomendasikan untuk bepergian sendiri atau dalam kelompok kecil dan lebih banyak berkegiatan di luar ruang.
”Namun, tetap harus divaksinasi dulu. Orang yang belum divaksinasi, tetapi bepergian, berisiko tertular dan menyebarkan virus,” kata D’Souza kepada harian The Washington Post, 11 Agustus 2021.
Namun, menurut pakar patologi dan Direktur Medis Solusi Uji Genetik di Thermo Fisher Scientific, Manoj Gandhi, sebelum memutuskan bepergian, apalagi untuk wisata, sebaiknya dipertimbangkan baik-baik terlebih dahulu, penting atau tidak. Apalagi dengan adanya Covid-19 varian Delta yang lebih berbahaya. Ia mengakui, penting atau tidak itu memang subyektif masing-masing orang. ”Tetap lebih baik bepergian dengan kendaraan sendiri karena risikonya lebih kecil ketimbang pakai angkutan umum,” ujarnya.
Baca Juga: Meski Sudah Divaksin, Jangan Pelesir ke Luar Negeri Dulu
Bagi yang hendak bepergian ke luar negeri, Guru Besar Penyakit Menular di University of Alabama di Birmingham, David Freedman, menyarankan agar melihat dulu situasi Covid-19 dan layanan kesehatan serta vaksinasi di negara tujuan. Ia tidak merekomendasikan orang-orang yang menderita kanker, penerima transplantasi organ, pasien dengan ketahanan tubuh yang rentan untuk bepergian ke luar negeri meskipun sudah divaksinasi. ”Kita tidak tahu kualitas sistem layanan kesehatan di negara tujuan,” ujarnya.
Guru Besar di Sekolah Kesehatan Harvard University, Lin Chen, juga mengingatkan ketentuan terkait Covid-19 yang sering berubah sesuai dengan situasi Covid-19 terkini dan perubahan itu bisa terjadi setiap saat. Ia menyarankan agar orang berusia lanjut dan anak-anak untuk tidak bepergian sementara waktu. Ia mengaku lebih mengkhawatirkan penggunaan angkutan umum, seperti pesawat. Bisa jadi sistem ventilasi pesawatnya bagus, tetapi masih ada risiko penularan saat sedang proses antre check-in, antre masuk pesawat, turun pesawat, antre imigrasi, dan saat menunggu bagasi. ”Saya lebih khawatir di bandaranya,” ujarnya.
Bosan
Dengan begitu banyaknya hal yang harus dibawa, dilakukan, dan dipastikan sebelum bepergian, banyak orang tetap masih mau saja bepergian. Alasannya sama, sudah bosan di rumah saja dan sudah lelah dengan segala urusan terkait Covid-19. Harian The Washington Post, 12 Agustus 2021, menyebutkan, banyak warga AS yang sudah divaksinasi yang hendak bepergian ke Eropa dan Afrika dan sudah tidak ambil pusing dengan Covid-19.
Florencia Ramirez, warga California, tetap berencana berlibur ke Disneyland bersama suami dan ketiga anaknya. Ia tak merasa khawatir karena sudah divaksinasi. Pengelola Disneyland juga mensyaratkan orang untuk mengenakan masker, menjaga jarak fisik, dan membatasi penjualan tiket. ”Semua sudah kami pertimbangkan dan aturan itu membuat kami merasa lebih aman dan nyaman,” ujarnya.
Baca Juga: Mencegah Gelombang Pandemi Kesehatan Mental
Sally Greenberg, warga Washington, DC, juga hendak bepergian ke Spanyol. Sebelumnya, ia merasa aman saat bepergian ke berbagai daerah di AS melalui jalur darat dan udara. Covid-19 tidak membuatnya lantas tidak bepergian. ”Selama ini, saya sudah berusaha menjaga diri dengan memakai masker dan menjaga jarak. Sampai sekarang aman,” ujarnya.
Meskipun kasus Covid-19 varian Delta masih tinggi di berbagai negara, tren bepergian diperkirakan akan tetap tinggi. Bahkan, menurut Jack Ezon dari agen perjalanan Embark Beyond di AS, tingkat hunian di daerah tujuan wisata, seperti Karibia, Meksiko, Florida, dan daerah-daerah tujuan wisata ski di AS, masih tetap tinggi. Peminatnya pun antre. ”Orang sudah sangat ingin berlibur, bepergian. Ditambah lagi mereka masih punya banyak simpanan uang karena praktis tidak ke mana-mana selama dua tahun,” ujarnya.
Lee Cohen, akuntan dari Brooklyn yang baru pulang dari berlibur di Italia, mengaku sangat butuh jalan-jalan ke mana saja untuk sekadar melepaskan stres setelah selama 18 bulan didera urusan Covid-19 saja. Cohen dan istrinya pernah tertular Covid-19 dan kini keduanya sudah divaksinasi penuh. Ia merasa yakin aman karena sudah banyak orang yang divaksinasi juga. ”Sudah saatnya memulai hidup lagi. Kita tidak bisa terus-terusan hidup dalam kekhawatiran dan ketakutan gara-gara pandemi Covid-19,” ujarnya.
Baca Juga: Memahami Sulitnya Berlibur Tanpa Bepergian
Meski demikian, Cohen mengatakan, bisa jadi dirinya tidak bepergian atau merencanakan bepergian jika ada salah satu dari anggota keluarganya yang tertular Covid-19. Ia juga tidak mau orang lain tertular Covid-19. ”Hanya itu alasan yang bisa membuat saya tidak bepergian. Kami sudah capai dengan pembatasan wilayah dan karantina. Sudah saatnya bebas keluar lagi,” ujarnya.
Susie Perloff juga berencana berlibur ke Eropa pada awal September. Ia sudah lama memendam keinginan untuk menghabiskan waktu setidaknya selama tiga minggu di Paris, Perancis, saja sambil melancarkan bahasa Perancis. ”Saya sudah divaksinasi dan siap keluar lagi. Kalau saya tinggal di rumah saja, saya bisa mengerut dan mati,” ujarnya.