Netanyahu Lengser, Kader Partai Sayap Kanan Berkuasa
Kekuasaan Benjamin Netanyahu, sebagai Perdana Menteri Israel selama 12 tahun, berakhir. Naftali Bennett menjanjikan reformasi dengan fokus dalam negeri. Adapun kebijakan luar negeri diperkirakan tak banyak berubah.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
JERUSALEM, MINGGU — Kekuasaan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (71), selama 12 tahun berakhir setelah hasil voting parlemen memenangkan koalisi oposisi dengan angka 60-59. Dengan demikian, Naftali Bennett (49), kader partai sayap kanan dengan hanya enam kursi di parlemen, menjadi Perdana Menteri Israel selama dua tahun ke depan.
Namun, Netanyahu berjanji akan kembali merebut kekuasaan dari koalisi pemerintahan yang dianggap rapuh. Koalisi penentang Netanyahu mencakup partai-partai sayap kiri, tengah, kanan, dan Arab yang dipersatukan oleh keinginan untuk menggulingkan Netanyahu, bukan kesamaan visi.
Menyusul kemenangan tersebut, ribuan warga di ibu kota Tel Aviv, merayakan di jalanan, Minggu (13/6/2021). ”Kami merayakan berakhirnya era Netanyahu. Kami berharap koalisi (baru) bisa menyatukan kita semua lagi,” kata Erez Biezuner, di Lapangan Rabin.
Meski pemerintahan berganti, kebijakan luar negeri Israel diperkirakan sama. Pemerintahan Bennett akan cenderung menghindari membuat kebijakan baru terkait isu internasional nan pelik seperti Palestina. Bennett akan lebih fokus pada reformasi urusan dalam negeri.
Palestina memprediksikan Bennet akan tetap melanjutkan agenda-agenda yang sama dengan kubu sayap kanan, Partai Likud, mengingat Bennet juga orang yang mengadvokasi aneksasi sebagian wilayah di Tepi Barat.
Hamas yang menguasai Gaza menilai perkembangan politik di Israel tidak akan mengubah sikap mereka pada Israel. ”Perubahan pemerintahan di Israel tidak lantas mengubah hubungan kami. Israel masih negara penjajah yang harus kita lawan,” kata juru bicara Hamas, Fawzi Barhoum.
Sesuai dengan kesepakatan koalisi, Bennet akan menjabat perdana menteri (PM) selama dua tahun. Selanjutnya mulai 2023, posisi pengusaha jutawan teknologi canggih dan Yahudi Ortodoks itu akan digantikan oleh Yair Lapid (57), mantan pembawa acara TV. Lapid akan menjabat sebagai menteri luar negeri selama dua tahun pertama sebelum menggantikan Bennett. Pada pemilu, partai Bennet, Yamina, hanya unggul enam kursi dari 120 kursi di parlemen sehingga posisi Bennett tak kuat dan ini mengecewakan koalisi.
Bagi pengikut Netanyahu di parlemen, Bennett dianggap sebagai pembohong dan memalukan. Bennett dulu menjadi kepala staf gabungan Netanyahu tetapi hubungannya kurang harmonis saat menjadi menteri pertahanan. Meski keduanya sama-sama berasal dari kubu sayap kanan, Bennett menolak ajakan Netanyahu untuk bergabung dengannya setelah pemilu 23 Maret lalu.
Jaga komitmen
Presiden Amerika Serikat Joe Biden memberikan selamat pada Bennett dan menjamin AS akan tetap menjaga komitmen hubungan dekat antara kedua negara. ”Pemerintahan saya akan tetap berkomitmen bekerja sama menjaga keamanan, stabilitas, dan perdamaian dengan Pemerintah Israel yang baru dan juga rakyat Palestina serta seluruh rakyat di kawasan itu,” sebut Biden dalam pernyataan tertulisnya.
Kanselir Jerman Angela Merkel juga menyatakan Jerman dan Israel memiliki hubungan pertemanan yang unik dan akan tetap diperkuat. PM Kanada Justin Trudeau juga memberikan ucapan selamat sambil menegaskan Kanada tetap pada pendirian memegang komitmen solusi dua negara agar rakyat Israel dan Palestina hidup aman dan damai. Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab berharap kedua negara tetap bisa melanjutkan kerja sama keamanan, perdagangan, perubahan iklim, dan bekerja sama mewujudkan perdamaian.
Netanyahu yang sering disebut dengan nama ”Bibi”, merupakan PM Israel yang paling lama berkuasa. Ia menjadi perdana menteri sejak 2009 setelah periode pertama pada 1996-1999. Sebagai politisi Israel paling dominan, Netanyahu yang bersuara berat dan berbahasa Inggris sempurna itu menjadi wajah Israel di panggung internasional. Ia memanfaatkan koneksinya dengan komunitas internasional, terutama AS, untuk mengabaikan isu Palestina dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Arab yang sama-sama khawatir dengan kekuatan Iran.
Posisi Netanyahu di dalam negeri tak sekokoh di luar negeri. Di dalam negeri, ia dianggap sebagai sosok yang memecah belah dan lemah karena berulang-ulang gagal menang dalam pemilu yang menentukan. Ia juga tengah terbelit urusan pengadilan untuk kasus dugaan korupsi yang sudah dibantahnya. Bagi lawan-lawan politiknya, Netanyahu, melalui retorikanya, dianggap memecah belah. Ia juga kerap menggunakan taktik politik licik dan mengutamakan kepentingan politiknya sendiri.
Semula, Netanyahu berharap akan tetap bisa berkuasa setelah ia mengklaim keberhasilan vaksinasi Covid-19. Namun, ia dijegal oposisi yang menganggapnya gagal menangani krisis dan perekonomian.
Guna memperbaiki kesalahan Netanyahu, Bennett berjanji akan menjembatani perpecahan politik dan menyatukan seluruh rakyat Israel. Meski akan fokus mengurusi urusan dalam negeri, pemerintahan Bennett tetap menghadapi sejumlah tantangan luar negeri seperti isu Iran, gencatan senjata dengan Hamas, penyelidikan kejahatan perang oleh Pengadilan Kejahatan Internasional, dan pemulihan perekonomian paska pandemi.
Sampai sejauh ini, Bennett memprioritaskan reformasi pendidikan dan kesehatan, pertumbuhan bisnis, dan menurunkan harga rumah. Para pemimpin oposisi akan mengesahkan anggaran selama dua tahun untuk memulihkan stabilitas keuangan Israel.
Presiden lembaga kajian nonpartisan Institut Demokrasi Israel, Yohanan Plesner, menduga pemerintahan baru kemungkinan akan lebih stabil. Setiap partai di dalam koalisi pasti ingin membuktikan bahwa mereka bisa bekerja dengan baik sesuai dengan harapan para pendukungnya dan rakyat Israel. ”Untuk itu mereka butuh waktu dan capaian. Masalahnya, Netanyahu pasti akan terus membayangi,” ujarnya. (REUTERS/AFP/AP/LUK)