Setelah 1,5 bulan sejak para pemimpinnya bertemu di Jakarta, ASEAN belum kunjung mewujudkan satu pun dari lima konsensus soal Myanmar. Kekerasan terus berlanjut, warga sipil terus diburu aparat pendukung junta.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — ASEAN tengah menghadapi ujian serius dalam isu Myanmar dan Laut China Selatan. ASEAN harus sigap bertindak untuk mencari solusi dua masalah penting kawasan tersebut.
Setelah 1,5 bulan sejak para pemimpinnya bertemu di Jakarta, ASEAN belum kunjung mewujudkan satu pun dari lima konsensus. ASEAN malah mengejutkan sejumlah pihak lewat pernyataan resmi selepas Sekretaris Jenderal ASEAN Lim Jock Hoi ke Myanmar pekan lalu. Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada 5 Juni 2021 itu, ASEAN menggunakan istilah Kepala Dewan Pemerintahan Sementara Myanmar untuk Jenderal Senior Min Aung Hlaing dan Menteri Luar Negeri untuk Wunna Maung Lwin.
Dihubungi secara terpisah pada Senin (7/6/2021), sejumlah diplomat Asia Tenggara terkejut dengan penggunaan istilah itu. Sampai sekarang, sejumlah anggota ASEAN menolak mengakui pemerintahan hasil kudeta Myanmar.
Indonesia dan Malaysia menggunakan istilah panglima militer untuk Min Aung Hlaing.
Dalam lawatan pekan lalu, Lim Jock Hoi memang menemui Min Aung Hlaing dan sejumlah pejabat pemerintah hasil kudeta. Dalam pertemuan itu, Lim yang datang bersama Wakil Menteri Luar Negeri Brunei Darussalam Erywan Yusof membahas cara ASEAN membantu Myanmar mencari solusi damai demi kepentingan warga. Mereka juga membahas soal penunjukan utusan khusus ASEAN untuk Myanmar.
Penunjukan utusan khusus dan bantuan kemanusiaan menjadi bagian dari lima konsensus ASEAN dalam pertemuan di Jakarta pada 24 April 2021. ASEAN sepakat, segala bentuk kekerasan di Myanmar segera dihentikan dan seluruh tahanan politik dibebaskan. Faksi bertikai juga harus berdialog dengan difasilitasi utusan khusus ASEAN.
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi menekankan, ASEAN perlu segera menjalankan lima konsensus yang dicapai dalam pertemuan di Jakarta pada 24 April 2021. ”Mandat dari pemimpin ASEAN mengenai five points of consensus sudah sangat jelas. Saya ulangi, sudah sangat jelas. Dan tugas bagi para menteri luar negeri ASEAN adalah memastikan tindak lanjut dapat dilakukan segera,” ujarnya dari Chongqing, China.
Retno di sana untuk menghadiri pertemuan menlu ASEAN-China. Mereka membahas sejumlah isu, termasuk soal Myanmar.
Hingga 1,5 bulan sejak pertemuan di Jakarta, belum satu pun konsensus yang diwujudkan. Junta dan oposisi sama-sama terus meningkatkan kekerasan. Oposisi dan kelompok pemberontak malah menggencarkan pembentukan milisi. ”Penunjukan utusan khusus harus segera dilakukan,” kata Retno.
Ia meminta utusan khusus dibekali panduan sesuai mandat konsensus ASEAN. Utusan khusus harus mendapat akses berbicara dengan semua pihak di Myanmar. Hal itu membutuhkan komitmen junta untuk memastikan utusan khusus tidak terhambat menemui atau berkomunikasi dengan semua pihak di Myanmar.
Komitmen junta penting karena kini banyak tokoh oposisi bersembunyi. Mereka menghindari kejaran junta. Kondisi itu bisa menghambat pertemuan utusan khusus ASEAN dengan semua pihak di Myanmar.
Di antara yang sudah ditangkap adalah Aung San Suu Kyi. Mantan Penasihat Negara Myanmar itu dijadwalkan mulai disidang pekan depan. Ia didakwa melanggar aturan pembatasan gerak selama pandemi Covid-19, kepemilikan alat telekomunikasi ilegal, hingga menerima suap.
Laut China Selatan
Isu lain yang dibahas Retno di Chongqing adalah soal Laut China Selatan (LCS). Retno menekankan, kemampuan mengelola interaksi di Laut China Selatan menjadi hubungan ASEAN-China. ”Kemampuan kita mengelola Laut China Selatan akan dapat memperkuat kemitraan setara, saling menguntungkan, dan sangat diperlukan perdamaian dan stabilitas global,” ujarnya.
Penekanan soal isu Laut China Selatan disampaikan Retno kepada Menlu China Wang Yi di sela-sela pertemuan ASEAN-China di Chongqing. Ia menyebut, perundingan tentang pedoman perilaku di LCS amat lambat. ”Kami berharap perundingan cepat selesai dengan hasil efektif dan substantif. Dalam kaitan ini, Indonesia siap menjadi tuan rumah pertemuan negosiasi Code of Conduct di Jakarta dalam waktu dekat,” ujarnya.
Perundingan putaran kedua seharusnya berlangsung pada 2020. Pandemi Covid-19 memaksa perundingan ditunda sampai sekarang. Perundingan harus dilakukan lewat tatap muka, sulit dilakukan secara virtual.
Pernyataan Retno soal LCS disampaikan setelah Malaysia memprotes China. Beberapa pesawat tempur China masuk wilayah kendali udara Malaysia tanpa izin pekan lalu. Sebelumnya, Filipina mendesak China menarik kapal-kapal ikannya dari perairan sengketa.
Pernyataan Retno juga diungkap selepas muhibah Wakil Menlu AS Wendy Sherman ke Asia Tenggara. Salah satu misi Sherman adalah kembali menggalang dukungan untuk visi Indo-Pasifik versi AS. Dalam versi Washington, visi Indo-Pasifik diarahkan untuk menghadang China.
Selain Myanmar dan Laut China Selatan, ASEAN-China juga membahas soal penanggulangan Covid-19. China berperan penting dalam penanggulangan dampak pandemi. Selain karena memasok vaksin, China diharapkan dapat bekerja sama dengan ASEAN untuk pemulihan ekonomi yang terdampak Covid-19. (AFP/REUTERS)