Junta Militer Myanmar Bersikeras, Kepercayaan Oposisi pada ASEAN Luntur
Pemimpin junta hanya memberikan pernyataan singkat tentang pertemuan dengan utusan ASEAN. Junta menyatakan bahwa pemilu Myanmar tidak akan digelar sampai kondisi negara itu di mata militer sudah relatif kondusif.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
YANGON, JUMAT — Pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, bersikeras tidak akan menggelar pemilihan umum di Myanmar sampai kondisi negara dinilainya aman dan normal. Pernyataan itu disampaikan Hlaing dalam pertemuannya dengan utusan Perhimpunan Negara-Negara di Asia Tenggara atau ASEAN pada Jumat (4/6/2021) malam waktu setempat.
Stasiun televisi Pemerintah Myanmar, MRTV, menyiarkan penggalan pertemuan Jenderal Hlaing dengan Menteri Luar Negeri Kedua Brunei Darussalam Erywan Yusof dan Sekretaris Jenderal ASEAN Lim Jock Hoi. Brunei merupakan negara yang mengetuai ASEAN tahun ini. Pertemuan para pihak itu digelar enam pekan setelah ASEAN menggelar pertemuan puncak regional darurat tentang kudeta militer Myanmar dan menjanjikan kemajuan menuju solusi atas Myanmar pascakudeta awal Februari 2021.
Hlaing hanya memberikan pernyataan singkat tentang pertemuan itu. Dikatakan bahwa pemilu Myanmar tidak akan digelar sampai kondisi negara itu di mata militer sudah relatif kondusif. Namun, tidak ada penjelasan lebih lanjut dari Hlaing soal hal tersebut.
Salah satu alasan junta militer Myanmar mengambil langkah kudeta pada 1 Februari adalah militer menilai hasil pemilu pada November tahun lalu diwarnai kecurangan sehingga hasilnya dianggap tidak sah. Pemerintahan sipil yang memenangi pemilu pun disingkirkan. Junta lalu berjanji menggelar pemilu kembali paling lama dua tahun setelah kudeta.
Hingga Sabtu (5/6/2021) pagi tidak ada pernyataan dari ASEAN maupun dua utusannya terkait pertemuan dengan pemimpin junta Myanmar itu.
Hingga Sabtu (5/6/2021) pagi tidak ada pernyataan dari ASEAN maupun dua utusannya terkait pertemuan dengan pemimpin junta Myanmar itu. Mengutip Associated Press, pada awal pekan ini, seorang diplomat Indonesia mengatakan kunjungan delegasi ASEAN bertujuan untuk meminta persetujuan Myanmar atas pengiriman utusan khusus ASEAN terkait krisis keamanan di Myanmar pascakudeta. Utusan khusus itu belum disebutkan namanya. Dia mengatakan pemilihan utusan khusus melibatkan kedua belah pihak sehingga membuat kemajuannya terasa lambat.
Penunjukan utusan khusus ASEAN adalah salah satu dari lima poin yang disepakati pada KTT ASEAN di Jakarta pada April lalu. Konferensi yang turut dihadiri Min Aung Hlaing itu memunculkan keberatan kubu oposisi yang mengatakan undangan itu melegitimasi perebutan kekuasaan militer atas sipil di Myanmar. Tak lama kemudian, juru bicara pemerintah militer mengatakan hanya akan mengizinkan utusan ASEAN berkunjung ke Myanmar setelah keamanan dan stabilitas di negara itu tercapai.
KTT Jakarta juga mencapai kesepakatan untuk segera mengakhiri kekerasan dan memulai dialog antara pihak-pihak yang bertikai dengan bantuan utusan khusus. Sebab, pasukan keamanan secara brutal menekan protes warga sipil Myanmar yang meluas terhadap pengambilalihan kekuasaan oleh militer. Data yang dihimpun Asosiasi Bantuan Tahanan Politik yang berbasis di Bangkok menunjukkan, hingga Jumat, sedikitnya 845 orang telah tewas akibat tindakan keras militer itu.
Di New York, juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Stephane Dujarric, menyoroti dampak kekerasan terhadap petugas kesehatan masyarakat di Myanmar. Dia mengatakan setidaknya ada 212 serangan yang dilaporkan terhadap pasien, petugas kesehatan, ambulans, dan fasilitas perawatan kesehatan yang mengakibatkan setidaknya 14 kematian dan 51 korban luka-luka sejak kudeta. ”Rekan-rekan kami di lapangan menekankan bahwa rumah sakit harus tetap menjadi tempat perlindungan dan tempat yang netral secara tegas sehingga pasien dapat mencari perawatan dan tenaga profesional kesehatan dapat memberikan perawatan dengan aman tanpa rasa takut,” katanya.
Kehilangan kepercayaan
Secara terpisah di Yangon, para pihak penentang junta militer Myanmar mengatakan, mereka telah kehilangan kepercayaan pada upaya ASEAN. ASEAN dinilai tidak memiliki rencana yang jelas dan tegas dalam langkah-langkah untuk mengakhiri krisis di negara itu.
”Kami memiliki sedikit kepercayaan pada upaya ASEAN. Semua harapan kami hilang,” kata Moe Zaw Oo, wakil menteri luar negeri dalam pemerintahan paralel yang telah dinyatakan junta sebagai upaya makar. ”Saya tidak berpikir mereka memiliki rencana yang solid demi kredibilitas mereka.”
Moe Zaw Oo berbicara dalam konferensi pers secara daring. Kegiatan itu dilaporkan terganggu karena pemadaman internet di seluruh Myanmar. Dua sumber yang diberi pengarahan tentang pemadaman mengatakan bahwa pihak berwenang telah memerintahkan penutupan saluran internet di negara itu.
Dalam catatan Kompas, tidak ada informasi yang pasti apakah dua utusan ASEAN itu juga bertemu dengan anggota Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang dibentuk para politisi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). NUG merupakan pemerintahan bayangan Myanmar bentukan anggota parlemen dari NLD pimpinan Aung San Suu Kyi yang digulingkan junta melalui kudeta pada Februari 2021.
Junta telah membuat klarifikasi sebelumnya yang menegaskan bahwa anggota pemerintah bayangan NUG adalah ”teroris”. Hal itu menjadi sinyal bahwa organisasi atau individu mana pun yang berbicara kepada mereka, termasuk wartawan, dapat dikenai tuduhan di bawah undang-undang kontraterorisme. (AP/AFP/REUTERS)