Penutupan Kedutaan Australia di Kabul Dapat Picu Eksodus Korps Diplomatik
Kedutaan Besar Australia menjadi perwakilan asing pertama yang menutup kantor penghubung diplomatiknya di Kabul sejak Amerika Serikat mulai menarik pasukannya dari Afghanistan, Mei ini.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·5 menit baca
KABUL, SABTU — Pemerintah Australia menutup secara resmi kedutaan besarnya di Kabul, ibu kota Afghanistan, Jumat (28/5/2021). Canberra sangat khawatir akan keamanan dan keselamatan diplomat, staf, dan pekerja lokalnya. Penutupan kantor perwakilan asing pertama ini dapat memicu eksodus besar-besaran korps diplomatik di negara itu.
Australia menutup kantor perwakilannya di Kabul setelah pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat (AS) mulai menarik personelnya dari Afghanistan sejak awal Mei ini. Washington memiliki waktu lebih dari tiga bulan ke depan untuk menarik semua anggota pasukannya.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, Kamis (27/5/2021), di hadapan Kongres AS, mengatakan bahwa penarikan pasukan AS dari Afghanistan ”sedikit” lebih cepat dari jadwal tanpa memberikan perincian. Presiden AS Joe Biden telah memerintahkan penarikan penuh pasukan AS dengan batas akhir 11 September 2021.
Langkah Australia itu membuat negara-negara lain yang memiliki kantor perwakilan di Kabul juga mulai membuat kajian atau pertimbangan. Mereka menghitung ancaman keamanan yang mungkin terjadi, terutama setelah pasukan keamanan internasional dari AS dan NATO ditarik dari Afghanistan, sementara pasukan pemerintah setempat tidak mampu membendung kekuatan kelompok Taliban.
Australia dan AS serta sekutu NATO mereka juga sedang mempertimbangkan nasib ribuan staf lokal mereka, yang selama ini disebut sebagai kolaborator kepentingan asing oleh Taliban. Sebutan ”kolaborator” itu jelas bisa berdampak buruk bagi mereka, termasuk pembunuhan jika Taliban kembali berkuasa.
Penarikan pasukan internasional, termasuk pasukan Australia, dari Afghanistan dinilai akan membawa perubahan signifikan pada situasi keamanan di negara itu. Dalam pandangan Australia, saat ini lingkungan keamanan di Afghanistan semakin tidak pasti.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pada awal Mei secara bertahap pasukan internasional ditarik dari Afghanistan. Di antara pasukan asing yang saat ini masih bertugas di Afghanistan, sekitar 80 orang adalah tentara Australia.
Analis politik yang menetap di Kabul, Sayed Nasir Musawi, mengatakan bahwa dirinya memperkirakan lebih banyak perwakilan asing akan menutup kantor perwakilannya dalam beberapa bulan ke depan. ”Negara-negara Barat tidak sepenuhnya yakin tentang kelanjutan dan kelangsungan pemerintahan petahana,” kata Musawi.
Kabul bersikeras dapat meredam Taliban. Namun, kelompok pemberontak ini telah meraih kemenangan besar di banyak wilayah perdesaan dalam beberapa bulan terakhir. Mereka unggul dalam kontak senjata setiap hari di desa-desa dengan pasukan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani.
Taliban sekarang eksis di hampir setiap provinsi di Afghanistan. Mereka menguasai penuh atau sebagian atas ribuan distrik dan mengepung beberapa kota. Menurut kantor berita AFP, situasi itu mirip dengan kejadian tahun 1996 ketika mereka menduduki sebagian besar wilayah Afghanistan.
Taktik Taliban dalam meraih kemenangan di sebagian wilayah Afghanistan itu telah memicu spekulasi yang menakutkan di negara itu dan bagi pihak asing. Kelompok tersebut kemungkinan sedang menunggu pasukan AS pergi semuanya, barulah melancarkan serangan habis-habisan merebut kembali kekuasaan secara paksa.
Keamanan makin tak pasti
Perdana Menteri Australia Scott Morrison sudah mengumumkan rencana penutupan kedutaan besar negaranya, Selasa (25/5/2021). Kala itu Morrison mengatakan, ”situasi keamanan yang semakin tidak pasti” di Afghanistan mendorong pemerintahannya menutup kantor perwakilan untuk Afghanistan.
”Pemerintah telah mendapat masukan bahwa pengelolaan keamanan tidak memadai untuk mendukung kehadiran misi diplomatik kami,” kata Morrison dalam sebuah pernyataan.
Namun, Taliban mencoba untuk menenangkan misi-misi diplomatik asing di Kabul. Kelompok ini mengatakan pada awal pekan ini bahwa kantor-kantor perwakilan asing dapat ”melanjutkan operasi mereka seperti biasanya”. Namun, rekam jejak kelompok masih segar dalam ingatan publik.
Ketika kelompok militan itu menguasai Kabul tahun 1996, mereka memasuki kompleks Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mereka lalu menculik mantan pemimpin negara itu, Najibullah Ahmadzai, lalu menyiksa dan membunuh secara brutal.
Dua tahun kemudian, Taliban mengawasi pembunuhan 10 diplomat Iran di kantor konsulat jenderal mereka di kota Mazar-i-Sharif, Afghanistan utara. Rakyat Afghanistan lelah dengan kekerasan dan sedih jika lembaga bantuan dan kantor perwakilan diplomatik asing keluar lagi dari negara itu.
”Saya merasa, kami sekali lagi akan ditinggalkan,” kata Ahmad Rashed, seorang pekerja bank berusia 25 tahun.
Meski demikian, analis politik Musawi masih memiliki harapan. ”Saya pikir Australia tidak akan menutup kedutaan mereka selamanya di Afghanistan,” katanya.
”Setelah pembicaraan damai menjadi jelas antara pemerintah dan Taliban, dan jika pemerintah yang berkuasa saat ini mungkin setuju untuk berbagi kekuasaan dengan Taliban, saya yakin Australia akan membuka kembali kedutaan besarnya di sini,” ujar Musawi.
Inggris relokasi pekerja
Sementara itu, surat kabar The Telegraph melaporkan bahwa Inggris sedang bersiap merelokasi ratusan pekerja kedutaan dan keluarga mereka untuk menghindari ”momen Saigon”. Momen ini terjadi tahun 1975 di Kedutaan Besar AS di Saigon (kini Ho Chi Minh City) di Vietnam Selatan.
Pada saat itu, orang-orang yang panik di Kedubes AS di Saigon terpaksa dievakuasi dengan helikopter saat Viet Cong dan pasukan komunis mulai menyerbut kota, merebutnya, dan menguasai Saigon.
Menurut surat kabar Inggris itu, London telah memperluas rencananya untuk memberikan suaka bagi para penerjemah militer. London juga menawarkan tempat tinggal bagi staf kedutaan yang mungkin berisiko.
Washington, Kamis (27/5/2021) malam, mengatakan, pihaknya akan merumuskan ”dengan cepat” rencana untuk mengevakuasi ribuan orang yang bekerja untuk pasukan koalisi di Afghanistan selama dua dekade terakhir. Kajian tentang kemungkinan ancaman keamanan itu sedang dilakukan.
”Kami mengakui bahwa ada sejumlah besar warga Afghanistan yang mendukung AS dan koalisi. Mereka bisa saja menghadapi risiko besar,” kata Kepala Staf Gabungan Militer AS Mark Milley.
Washington menyadari bahwa tugas yang sangat penting adalah memastikan bahwa AS tetap setia kepada para pegawai lokal, termasuk para penerjemah militer. ”Kami melakukan apa yang diperlukan untuk memastikan perlindungan bagi mereka. Jika perlu, kami akan mengeluarkan mereka dari negara jika itu yang mereka ingin lakukan,” demikian pernyataan Gedung Putih.
Ribuan warga Afghanistan berjuang untuk mendapatkan visa atau suaka politik setelah kondisi keamanan di negara itu mulai semakin rawan. Satu kelompok warga lokal yang bekerja untuk kantor diplomatik dan perusahaan asing menggelar demonstrasi di dekat zona hijau di ibu kota, Jumat kemarin. Mereka meminta suaka politik dan jaminan keamanan bagi keluarganya.
”Tidak ada keraguan bahwa semua orang yang bekerja untuk pasukan asing akan dibunuh oleh Taliban,” kata seorang pengunjuk rasa, Ahmad Sear Anwari. Ia bekerja sebagai penerjemah untuk militer Perancis selama lima tahun. Ada ribuan orang seperti ini yang disebut sebagai ”kolaborator asing” oleh Taliban. (AFP/AP)