AS dan NATO Mundur dari Afghanistan, Warga Khawatir
Amerika Serikat dan NATO mulai menarik semua pasukan mereka dari Afghanistan. Penarikan itu menyulut kekhawatiran sebagian warga Afghanistan yang cemas pada kehadiran Taliban.
Oleh
B Josie Susilo, Mahdi Muhammad
·4 menit baca
KABUL, SABTU — Setelah bertahan selama 20 tahun di Afghanistan, tentara Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Sabtu (1/5/2021), secara resmi mulai ditarik mundur. Penarikan itu bagian dari isi Nota Kesepahaman Damai antara AS dan Taliban yang ditandatangani di Doha, Qatar, akhir Februari 2020. Selain soal pasukan, isu yang diharapkan banyak pihak untuk diperhatikan ialah perdamaian yang berkelanjutan di negara itu.
Saat ini setidaknya tersisa 2.500-3.500 tentara Amerika Serikat (AS) dan 7.000 tentara NATO di Afghanistan. Sebelum hari pertama penarikan, sejak beberapa waktu lalu, militer AS telah menginventarisasi dan memilah beragam peralatan untuk dikirim kembali ke AS dan sebagian lain diserahkan kepada pasukan keamanan Afghanistan. Kesibukan luar biasa tampak di pangkalan udara Baghram, markas pasukan AS dan NATO.
AS memulai operasi militer di Afghanistan pada 7 Oktober 2001, pascaserangan teroris pada 11 September 2001 atas menara kembar WTC di New York. Operasi itu untuk memburu Osama bin Laden, tokoh Al Qaeda yang dituduh menjadi dalang serangan tersebut. Dia dilindungi pasukan Taliban di Afghanistan.
Bulan lalu, Presiden AS Joe Biden mengatakan, misi perburuan itu telah tercapai satu dekade lalu. Capaian itu ditandai dari keberhasilan pasukan khusus AS, Navy SEALS, menembak mati Bin Laden di tempat persembunyiannya di Pakistan. Sepeninggal Bin Laden, pamor Al Qaeda menurun, sedangkan ancaman terorisme justru meluas menjadi fenomena global.
Biden menilai, situasi itu tak bisa dihadapi dengan ”menimbun” ribuan pasukan di satu negara. Di sisi lain, menurut dia, tak ada lagi alasan dan relevansi pasukan AS tetap bercokol di Afghanistan. Biden menargetkan 11 September 2021 akan menjadi hari terakhir keberadaan pasukan AS dan koalisi di Afghanistan.
Kerugian
Dalam dua dekade terakhir perang Afghanistan telah menyedot setidaknya dana 2 triliun dollar AS dari pundi-pundi Washington. Selain dana, Departemen Pertahanan mengatakan, sebanyak 2.442 tentara AS tewas dan 20.666 lainnya luka-luka selama perang di Afghanistan. Tak hanya itu, diperkirakan lebih dari 3.800 kontraktor keamanan swasta AS dan 1.144 personel NATO tewas dalam konflik di Afghanistan.
Tak hanya AS dan NATO, warga Afghanistan juga membayar dengan harga lebih tinggi. Sejak pecah perang tahun 2001, sebanyak 47.245 warga sipil tewas dan jutaan lainnya telantar dan mengungsi. Setidaknya 66.000 atau 69.000 tentara Afghanistan tewas.
Data Misi Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Afghanistan (UNAMA), yang diluncurkan dalam laporan kuartal pertama Perlindungan Warga Sipil Afghanistan dalam Konflik Bersenjata 2021, memperlihatkan jumlah korban warga sipil pada kuartal pertama tahun 2021 sebanyak 1.783 jiwa, terdiri dari 573 orang tewas dan 1.210 orang terluka. Angka ini naik 29 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Kekhawatiran
Di sisi lain penarikan mundur pasukan AS memicu kekhawatiran warga Afghanistan. Masa depan Afghanistan diyakini banyak pihak akan suram. Faktanya, kekerasan memang terus terjadi sejak tercapai kesepakatan AS-Taliban pada Februari 2020.
Jumat malam, saat pasukan AS mempersiapkan diri mundur, terjadi serangan bom mobil di Logar timur. Sedikitnya 21 orang tewas, di antara mereka terdapat pelajar dan polisi.
Pasukan keamanan Afghanistan diperkirakan akan mendapat tekanan dari Taliban jika tidak ada kesepakatan damai antara Kabul dan Taliban. Kekuatan militer Taliban disebut meningkat dibandingkan dengan tahun 2001. ”Semua orang takut, kita akan kembali ke hari-hari kelam era Taliban,” kata Mena Nowrozi, yang bekerja di sebuah stasiun radio swasta di Kabul. ”Taliban masih sama; mereka tidak berubah. AS seharusnya memperpanjang kehadiran mereka setidaknya satu atau dua tahun,” katanya.
Meski demikian, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menegaskan bahwa pasukan pemerintah mampu mengatasi Taliban. Menurut Ghani, Taliban tidak lagi memiliki alasan berperang. ”Siapa yang kamu bunuh? Apa yang kamu hancurkan? Dalih kamu memerangi orang asing sekarang sudah berakhir,” kata Ghani dalam pidatonya, pekan ini.
Seorang perwira polisi Afghanistan, Abdul Malik, juga optimistis. ”Kami harus menjaga tanah air kami. Kami akan melakukan yang terbaik untuk mempertahankan tanah kami,” katanya kepada AFP.
Akan tetapi, Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS Jenderal Mark Milley tidak bisa mengesampingkan potensi ancaman selepas AS menarik pasukan. Dalam analisis terburuk, menurut Milley, pemerintah dan militer Afghanistan bisa jatuh. ”Anda (Afghanistan) akan mengalami perang saudara dan semua bencana kemanusiaan yang menyertainya,” katanya.
Senada dengan Milley, peneliti dari International Crisis Group, Andrew Watkins, mengatakan, dalam beberapa bulan mendatang, konflik di Afghanistan murni menjadi konflik lokal.
Terkait dengan penarikan mundur pasukan AS dan NATO, Taliban menilai AS melanggar kesepakatan. Menurut kesepakatan di Doha, AS harus menarik semua pasukan pada 1 Mei. Dalam sebuah pernyataan, Sabtu, juru bicara militer Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan, apabila pada tenggat itu pasukan AS belum sepenuhnya ditarik, hal itu membuka jalan bagi Taliban untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu atas pasukan pendudukan. (AP/AFP/Reuters)