Bagi AS, Keluar dari Afghanistan adalah Pilihan Terbaik
Pemerintah Amerika Serikat berkeras keputusannya untuk keluar dari Afghanistan sudah tepat. Ancaman teror sudah berpindah ke tempat lain dan banyak agenda lain yang penting harus dihadapi oleh Pemerintah AS.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Keputusan Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk menarik keluar seluruh anggota militernya dari Afghanistan adalah pilihan terbaik walau sejumlah pihak meyakini kondisi negara itu akan memburuk sepeninggal AS dan pasukan koalisi. Wilayah dan bidang lain dinilai membutuhkan kehadiran AS saat ini dan masa yang akan datang.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Minggu (18/4/2021), mengatakan, dalam pandangan Gedung Putih, ancaman teror telah berpindah ke tempat lain. ”Kami memiliki item lain yang sangat penting dalam agenda kami, termasuk hubungan dengan China serta segala hal, mulai dari perubahan iklim hingga Covid-19. Di sanalah kami harus memfokuskan energi dan sumber daya kami,” kata Blinken saat tampil pada acara This Week di stasiun televisi ABC.
Blinken, dalam acara itu, mengatakan, AS telah ”mencapai tujuan yang ingin kami capai”. ”Al Qaeda telah terdegradasi secara signifikan. Kapasitasnya untuk melakukan serangan terhadap Amerika Serikat sekarang dari Afghanistan tidak ada,” katanya.
Pro-kontra penarikan pasukan AS dari Afghanistan tanpa syarat meski empat bulan lebih lambat dari waktu yang disepakati dengan kelompok Taliban tahun lalu terus terjadi. Sejumlah pihak, terutama dari militer dan lembaga intelijen menilai keputusan Biden tidak tepat. Pasukan koalisi NATO yang juga berada di Afghanistan akan keluar di waktu yang sama dengan pasukan AS.
Kepala CIA William Burns dan sejumlah mantan petingi militer AS, termasuk mantan Komandan Pasukan Multinasional di Irak (NMF-I) David Petraeus, menilai langkah yang diambil Biden menjerumuskan Afghanistan lebih dalam ke dalam kekerasan. Ujungnya, kondisi itu membuat Amerika lebih rentan terhadap ancaman teror.
Penundaan penarikan, meski hanya dalam empat bulan, telah membuat marah Taliban, yang mengancam akan melanjutkan permusuhan terhadap pasukan AS.
Blinken mengatakan, masa empat bulan penarikan akan dimanfaatkan oleh Washington untuk melihat setiap langkah oleh Taliban ”secara real time” dan mengambil tindakan.
”Jadi, jika mereka memulai sesuatu lagi, mereka akan berada dalam perang panjang yang juga bukan kepentingan mereka,” kata Blinken.
Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan mengatakan, Amerika Serikat akan berusaha untuk mempertahankan kehadiran diplomatik dengan ”komponen keamanan” setelah penarikan itu. Bahkan, Sullivan mencoba meyakinkan bahwa pemerintah tetap akan memiliki kemampuan intelijen, membaca setiap indikator yang mengarah pada kemungkinan upaya teror, yang lebih baik.
”Komunitas intelijen kami menjelaskan minggu ini dalam kesaksian publik bahwa kami akan mendapat peringatan berbulan-bulan sebelum Al Qaeda atau kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah dapat memiliki kemampuan merencanakan eksternal dari Afghanistan. Kami tidak akan mengalihkan pandangan,” kata Sullivan kepada Fox News Sunday.
Mantan Presiden AS Donald Trump memuji keputusan untuk mundur dan menyebutnya sebagai hal yang indah dan positif, tetapi mengaku kecewa terhadap pilihan tanggal.
”Pertama, kita bisa dan harus keluar lebih awal. Kedua, 11 September merupakan peristiwa dan periode yang sangat menyedihkan bagi negara kita dan harus tetap menjadi hari refleksi dan peringatan para korban,” kata Trump.
Masa depan Afghanistan
Ketidakhadiran pasukan AS dan koalisi di Afghanistan membuat negara itu rentan kembali dalam konflik. Warga dunia pernah melihat kondisi ini terjadi ketika pasukan AS meninggalkan Irak tahun 2011 dan negara itu kemudian dijadikan basis Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Hal tersebut membuat Presiden Barack Obama saat itu mengirim pasukan kembali ke Irak.
Sullivan mengatakan, Biden sama sekali tidak berniat mengirimkan kembali pasukan ke Afghanistan. Namun, dia juga tidak menjamin apa yang akan terjadi di negara itu setelah hengkangnya pasukan AS dan koalisi.
”Saya tidak dapat menjamin tentang apa yang akan terjadi di dalam negeri. Tidak ada yang bisa,” kata Sullivan.
Dia mengatakan, hal yang bisa dilakukan Pemerintah AS di Afghanistan adalah menyediakan bantuan pelatihan dan perlengkapan bagi pasukan keamanan negara itu. Hal itu sebenarnya telah dilakukan.
”Sekarang saatnya bagi pasukan Amerika untuk pulang. Biarkan rakyat Afghanistan muncul ke depan untuk membela negara mereka sendiri,” kata Sullivan.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menolak apa yang dia katakan sebagai analogi yang salah soal kemungkinan negara itu menjadi Vietnam kedua, serta saran bahwa pemerintahnya berisiko menyerah di bawah tekanan Taliban setelah pasukan AS pergi. Pasukan keamanan Afghanistan mampu mempertahankan negara itu.
”Pasukan pertahanan dan keamanan Afghanistan telah melakukan lebih dari 90 persen operasi dalam dua tahun terakhir,” kata Ghani dalam wawancara dengan CNN.
Sebuah laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan Januari menyebutkan, sekitar 500 anggota Al Qaeda ada di Afghanistan dan Taliban mempertahankan hubungan dekat dengan kelompok ekstremis Islam itu. Taliban menyangkal keberadaan Al Qaeda di Afghanistan. (AFP/REUTERS)