Bom Mobil Iringi Awal Penarikan Pasukan AS di Afghanistan
Sebuah bom mobil meledak di dekat sebuah wisma dan menewaskan puluhan orang serta melukai ratusan orang. Sebagian besar korban adalah calon mahasiswa baru yang akan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
KABUL, SABTU — Sebuah bom mobil meledak di Kota Pul-e-alam, Ibu Kota Provinsi Logar, Jumat (30/4/2021), menewaskan sedikitnya 27 orang dan hampir 100 lainnya terluka. Bom mobil yang meledak di tengah waktu berbuka puasa Ramadhan terjadi selang beberapa jam sebelum penarikan pasukan Amerika Serikat dan koalisi dimulai, Sabtu (1/5/2021).
Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Afghanistan Tariq Arian menyebut ledakan itu menewaskan sedikitnya 21 orang warga. Namun, seiring waktu, sejumlah kantor berita asing terus memperbarui jumlah korban tewas dan korban luka pada kejadian tersebut.
Kepala Dewan Provinsi Logar Hasibullah Stanikzai menduga, bom mobil tersebut menargetkan sebuah wisma yang ditinggali oleh banyak orang, termasuk mahasiswa.
Akibat ledakan kuat, atap wisma runtuh dan banyak korban masih terjebak di bawah reruntuhan. Regu penyelamat, dibantu petugas keamanan, masih terus mencoba menyelamatkan korban yang berada di bawah reruntuhan. Sejauh ini baru tiga orang yang berhasil diselamatkan.
Arian mengatakan, korban jiwa sebagian besar adalah siswa sekolah menengah yang beberapa hari mendatang akan mengikuti ujian masuk ke universitas. Selain itu, korban juga berasal dari warga umum dan anggota milisi pro-pemerintah yang menunggu waktu direlokasi ke tempat lain untuk penugasan baru.
Para pejabat mengatakan, mereka yang terluka harus dibawa ke Kabul yang berjarak sekitar 70 kilometer di sebelah utara provinsi tersebut untuk perawatan. Kepala Departemen Kesehatan Logar Samat Gul mengatakan, korban luka harus dibawa ke Kabul karena ledakan itu merusak rumah sakit di kota tersebut beserta alat transportasinya. Beberapa dokter juga terluka akibat ledakan.
Belum jelas siapa yang berada di balik ledakan itu. Seorang juru bicara gerilyawan Taliban, menanggapi pertanyaan Reuters, mengatakan bahwa mereka sedang menyelidiki masalah tersebut.
Meski demikian, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menuding Kelompok Taliban berada di belakang ledakan tersebut.
”Taliban sekali lagi menunjukkan bahwa mereka tidak hanya tidak ingin menyelesaikan krisis saat ini secara damai dan fundamental, tetapi memperumit situasi dan menyia-nyiakan kesempatan untuk perdamaian,” kata Ghani dalam sebuah pernyataan.
Kekerasan meningkat
Jelang penarikan mundur pasukan AS dan koalisi dari Afghanistan, kekerasan di negara ini terus meningkat. Pada saat yang sama, perundingan intra-Afghanistan yang diharapkan bisa menjadi solusi damai bagi para pihak berkonflik di negara ini terhenti. Taliban menolak ikut serta dalam kegiatan apa pun selama pasukan AS masih ada di Afghanistan.
Data Misi Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Afghanistan (UNAMA), yang diluncurkan dalam laporan kuartal pertama Perlindungan Warga Sipil Afghanistan Dalam Konflik Bersenjata 2021, memperlihatkan peningkatan jumlah korban warga sipil dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Menurut laporan tersebut, jumlah korban warga sipil pada kuartal I-2021 sebanyak 1783 jiwa, terdiri dari 573 orang tewas dan 1210 terluka.
Jumlah ini mengalami kenaikan 29 persen dibandingkan dengan jumlah korban pada periode yang sama tahun lalu.
Yang mendapat perhatian khusus dari Deboran Lyons, Kepala Misi UNAMA, adalah kenaikan hingga 37 persen jumlah perempuan dan anak-anak yang menjadi korban pada kuartal pertama tahun ini. Menurut laporan, terdapat peningkatan 37 persen pada jumlah perempuan yang tewas maupun terluka, sedangkan korban anak-anak meningkat 23 persen dibanding tahun sebelumnya.
”Jumlah warga sipil Afghanistan yang terbunuh dan cacat, terutama wanita dan anak-anak, sangat mengganggu. Saya mohon para pihak untuk segera menemukan cara untuk menghentikan kekerasan ini,” kata Lyons.
Negosiasi intra-Afghanistan yang dimulai pada September 2020 mundur dari jadwal semula, yaitu Maret 2020, meningkatkan harapan untuk perbaikan situasi, khususnya keamanan. Namun, dalam catatan UNAMA, dalam enam bulan antara Oktober 2020 dan Maret 2021, jumlah warga sipil yang menjadi korban mengalami kenaikan.
”Setiap kesempatan yang memungkinkan untuk perdamaian harus dimanfaatkan. Jika tingkat kekerasan tidak segera dikurangi, ribuan warga sipil Afghanistan akan terus dibunuh dan dilukai oleh sesama warga Afghanistan pada tahun 2021,” kata Lyons.
Laporan tersebut menyatakan, kelompok antipemerintah bertanggung jawab atas mayoritas kejadian yang menyebabkan warga sipil menjadi korban, yaitu sebanyak 61 persen. Adapun pasukan pro-pemerintah sekitar seperempat (27 persen) dari total korban sipil. (AFP/AP/Reuters)