ASEAN Diharapkan Hasilkan Kesepakatan dengan Myanmar
Para pemimpin ASEAN tengah menggelar pertemuan membahas isu khusus yaitu krisis politik di Myanmar. Meskipun diliputi keraguan, sejumlah pihak berharap pertemuan itu dapat membuka peluang positif untuk warga Myanmar.
Oleh
Luki Aulia, B Josie Susilo Hardianto
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Para pemimpin negara-negara anggota ASEAN bertemu untuk membicarakan krisis Myanmar di Jakarta, Sabtu (24/4/2021). Harapannya, hasil pertemuan selama dua jam itu akan setidaknya menghasilkan komitmen dari Myanmar untuk menghentikan kekerasan terhadap pengunjuk rasa.
Pemimpin junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing, hadir dalam perhelatan itu. Meski kecil peluang meraih hasil konkret, setidaknya jika Hlaing hadir, pertemuan ini akan membuka pintu ke arah solusi.
Presiden Joko Widodo hadir dalam ASEAN Leaders\' Meeting yang digelar di Sekretariat ASEAN, Jakarta, pada Sabtu siang, 24 April 2021. Presiden Jokowi tiba di lokasi sekitar pukul 13.12 dan disambut langsung oleh Sekretaris Jenderal ASEAN Dato Lim Jock Hoi.
Dalam siaran pers Biro Pers Istana Kepresidenan disebutkan, setelah berfoto dan mengisi buku tamu kedatangan, Presiden beserta para pemimpin atau perwakilan negara-negara ASEAN menuju ruang pertemuan di Bali Lounge, Sekretariat ASEAN, di mana konferensi tingkat tinggi atau dalam kesempatan kali ini disebut dengan ASEAN Leaders\' Meeting (ALM) digelar.
ALM kali ini terdiri atas tiga segmen, yakni pembangunan masyarakat ASEAN, hubungan eksternal ASEAN, serta isu-isu regional dan internasional.
Pada segmen pertama dan kedua, Presiden Jokowi akan didampingi oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Sidharto R Suryodipuro. Sementara pada segmen ketiga, Presiden hanya didampingi oleh Menteri Luar Negeri.
Penyelenggaraan ALM diharapkan dapat mencapai kesepakatan, utamanya mengenai langkah-langkah yang baik bagi rakyat Myanmar dan membantu Myanmar keluar dari situasi saat ini.
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi dalam keterangannya pada Jumat, 23 April 2021, kemarin menyatakan bahwa penyelenggaraan pertemuan tersebut menjadi pertemuan langsung secara fisik pertama para pemimpin ASEAN selama masa pandemi ini dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Hal itu menggambarkan keseriusan dan tekad kuat para pemimpin ASEAN untuk membantu Myanmar.
”Komitmen para pemimpin untuk bertemu secara fisik merupakan refleksi kekhawatiran yang dalam ASEAN terhadap situasi yang terjadi di Myanmar dan tekad ASEAN untuk membantu Myanmar keluar dari krisis ini,” ujarnya.
Salah satu usulan yang sudah dibahas dalam pertemuan-pertemuan pendahuluan, Perdana Menteri Brunei, Hassanal Bolkiah, yang kini memegang kepemimpinan ASEAN, diharapkan bisa berkunjung ke Myanmar untuk bertemu junta militer dan kubu Aung San Suu Kyi demi dimulainya dialog. Bolkiah akan didampingi Sekretaris Jenderal ASEAN, Lim Jock Hoi. Itu pun jika junta militer setuju.
Jika kondisi membaik, salah seorang diplomat menyebutkan bantuan kemanusiaan akan diberikan kepada Myanmar. Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, berharap ASEAN akan bisa menyepakati langkah-langkah lanjutan yang akan membantu rakyat Myanmar keluar dari krisis ini.
ASEAN, melalui Brunei, mengeluarkan pernyataan yang tidak mengecam kudeta militer melainkan mendorong dialog, rekonsiliasi, dan pemulihan kondisi keamanan sesuai keinginan rakyat Myanmar. Posisi ASEAN sulit meski sudah didesak komunitas internasional untuk bersikap tegas pada Myanmar karena adanya prinsip non-interferensi.
Ada sebagian pihak yang menentang keputusan ASEAN bertemu dengan Hlaing karena dianggap sama saja dengan mengakui kudeta militer. Amnesty International mendesak Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lain untuk menyelidiki Hlaing karena melakukan kejahatan kemanusiaan di Myanmar.
Sebagai salah satu negara penandatangan konvensi PBB menentang penyiksaan, lembaga itu menyebutkan Indonesia wajib secara hukum untuk menghukum atau mengekstradisi pelaku kejahatan yang berada di wilayah Indonesia. ”Krisis Myanmar oleh militer menjadi batu ujian ASEAN yang terberat dalam sejarahnya. Ini bukan lagi masalah internal Myanmar, tetapi sudah krisis kemanusiaan dan hak asasi manusia yang memengaruhi seluruh wilayah regional,” kata Emerlynne Gil.
Perdana Menteri Thailand dan Presiden Filipina tidak bisa hadir dalam pertemuan ASEAN itu karena harus menangani pandemi Covid-19 yang kasusnya melonjak. Adapun Laos juga membatalkan rencana kehadiran, tetapi tanpa alasan. Sampai sejauh ini yang dilaporkan hadir adalah Brunei, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Vietnam.
Para pengamat menilai, pertemuan ini kesempatan awal untuk mengajak Myanmar dialog. ”Kita harus realistis. Saya tidak yakin pertemuan itu akan menghasilkan rencana lengkap membawa Myanmar keluar dari konflik ini. Ini menyangkut kredibilitas ASEAN, apakah mereka bisa menyelesaikan persoalan dengan cara ASEAN,” kata pengamat isu internasional di Solaris Strategies Singapura, Mustafa Izzuddin.
Pengamat hubungan internasional di Universitas Indonesia, Beginda Pakpahan, juga menilai ASEAN ingin merangkul Myanmar agar perdamaian terjaga di Asia Tenggara. ”Tujuan besarnya mencari solusi jangka panjang melalui keterlibatan yang konstruktif,” ujarnya. (AFP/AP)